Hadiri 27th Session of IOTC Meeting, Prof Indra Jaya Pantau dan Bahas Upaya Keberlanjutan Perikanan Tuna

Hadiri 27th Session of IOTC Meeting, Prof Indra Jaya Pantau dan Bahas Upaya Keberlanjutan Perikanan Tuna

hadiri-27th-session-of-iotc-meeting-prof-indra-jaya-pantau-dan-bahas-upaya-keberlanjutan-perikanan-tuna-news
Berita

Dalam upaya untuk menjaga keberlanjutan sumber daya tuna di Samudera Hindia, Indian Ocean Tuna Commission (IOTC) telah menggelar pertemuan tahunan 27th Session of The Indian Ocean Tuna Commission Meeting yang berlangsung dari tanggal 30 April hingga 12 Mei 2023 di InterContinental Mauritius Resort Balaclava, Mauritius.

Pertemuan ini dihadiri oleh perwakilan negara-negara anggota, ilmuwan, organisasi lingkungan, serta industri perikanan. Prof Indra Jaya, salah satu dosen IPB University dari Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan (ITK) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK), turut menghadiri rangkaian pertemuan tahunan IOTC ini.

“Agenda pertemuan tahunan IOTC kali ini terbilang padat dan membahas beberapa isu yang menarik. Salah satu fokus bahasan dalam pertemuan ini adalah kondisi stok tuna saat ini dan upaya-upaya untuk mempertahankan keberlanjutan perikanan tuna di Samudera Hindia,” ungkap Guru Besar IPB University ini.

Kondisi tiga jenis tuna berikut, yaitu madidihang (yellowfin tuna), tuna mata besar (big eye tuna) dan cakalang (skipjack) kini menjadi perhatian IOTC karena statusnya yang tergolong mengalami penangkapan berlebih (overfishing). Sebagai upaya untuk memastikan stok ketiga jenis tuna ini tetap lestari, penetapan upaya seperti pembatasan jumlah tangkap disetujui dalam pertemuan ini.

“Alhamdulillah, tahun ini berhasil disepakati untuk menerapkan pembatasan jumlah tangkapan (catch limit) bagi tuna mata besar, menyusul pembatasan serupa yang diterapkan pada madidihang beberapa tahun sebelumnya. Diharapkan melalui pembatasan ini stok tuna mata besar dapat kembali pulih dan sehat,” ujar Prof Indra.

Selain adanya resolusi/persetujuan untuk menerapkan pembatasan, Prof Indra yang juga sebagai Ketua Komite Kepatuhan (Compliance Committee) IOTC menerangkan, pada tahun ini setiap negara-negara anggota IOTC telah menyampaikan laporan kegiatan dan kinerja secara digital melalui aplikasi e-maris, suatu sistem pelaporan elektronik.

“Kemudian, disepakati pula perbaikan tata aturan kepatuhan sehingga dalam kajian kepatuhan pada tahun-tahun mendatang lebih berorientasi pada upaya tindak lanjut dan solusi atas persoalan yang dihadapi,” imbuh dia.

Lebih lanjut, Prof Indra mengatakan, berkaitan dengan perikanan di Indonesia, hasil penting lain yang dihasilkan dalam pertemuan tahunan ini adalah disetujuinya usulan Indonesia untuk menyelesaikan pilot project transhipment dengan kapal kayu (wooden vessel) yang akan diimplementasikan pada tahun 2025 mendatang. Mengacu pada regulasi yang telah tertuang dalam manajemen IOTC, selama ini transhipment yang diperbolehkan adalah dengan menggunakan kapal besi.

“Sebagaimana diketahui, kegiatan perikanan di Indonesia masih mengandalkan penangkapan ikan tuna di laut lepas (samudera) dengan menggunakan kapal kayu,” lanjut Prof Indra.

Menurutnya, pemberlakuan izin transhipment dengan kapal kayu juga harus diimbangi dengan pengawasan yang ketat dan penegakan hukum yang kuat. Pemerintah perlu memastikan bahwa kapal kayu yang beroperasi mematuhi aturan dan regulasi yang telah ditetapkan, serta memperhatikan keberlanjutan sumber daya dan kelestarian ekosistem laut.

“Semoga implementasi transhipment di tahun 2025 mendatang akan menjadi langkah maju yang berpotensi memberikan dampak positif dalam menjaga keberlanjutan sumber daya tuna dan mendukung pembangunan berkelanjutan. Dengan demikian, hal itu dapat memberikan manfaat jangka panjang bagi nelayan, lingkungan dan masyarakat secara keseluruhan,” tutup Prof Indra. (RAT)