Tani dan Nelayan Center IPB University Undang Tiga Tokoh, Kupas Kebijakan Penangkapan Ikan Terukur

Tani dan Nelayan Center IPB University Undang Tiga Tokoh, Kupas Kebijakan Penangkapan Ikan Terukur

Tani dan Nelayan Center IPB University Undang Tiga Tokoh, Kupas Kebijakan Penangkapan Ikan Terukur
Berita

Indonesia kaya akan sumber daya ikan yang melimpah. Namun, faktanya sumber daya perikanan ini semakin menurun setiap tahunnya. Penangkapan ikan yang tidak terkendali menjadikan beberapa wilayah pengelolaan perikanan (WPP) terancam mengalami overfishing dan tidak berkelanjutan. Kondisi tersebut mendorong lahirnya kebijakan penangkapan ikan terukur (PIT).

Hal tersebut mendorong Tani dan Nelayan Center (TNC) IPB University untuk menjadi fasilitator dalam menggambarkan pandangan dan harapan nelayan terkait penerapan kebijakan PIT melalui webinar series #TNCTalks Episode 02 yang dilaksanakan secara daring belum lama ini.

Wawi Suroso, Kepala Kelompok Kerja (Kapokja) Tata Perizinan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengatakan penyusunan kebijakan PIT sudah berdasarkan masukan dari para pemangku kepentingan seperti, relaksasi PIT pada masa transisi, termasuk di dalamnya kuota penangkapan ikan dan sertifikat serta penerimaan negara bukan pajak (PNBP) kuota.

“Namun demikian, karena kondisi kelautan dan perikanan Indonesia yang kaya dan unik, membutuhkan sinergi dan kolaborasi untuk mewujudkan keberhasilan pembangunan kelautan dan perikanan sehingga poin keberlanjutan dapat terlaksana,” ungkapnya.

Ono Surono ST, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengkritisi bahwa tujuan kebijakan PIT harus lebih jelas, untuk peningkatan PNBP yang masih di bawah angka satu triliun rupiah atau demi kesejahteraan nelayan.

Menurut Ono, nelayan yang masih didominasi oleh nelayan kecil tidak boleh hanya dijadikan objek perundang-undangan karena memiliki risiko tinggi mengalami kesalahan administrasi.

“Seharusnya kebijakan dan program perikanan yang disusun disesuaikan dengan watak dan kebiasaan masyarakat nelayan sehingga nelayan tidak merasa terbebani dengan aturan yang berbelit,” kata dia.

Prof Tri Wiji Nurani, selaku Guru Besar Fakultas Perikanan dan Kelautan IPB University, menyampaikan perspektif pembangunan perikanan berkelanjutan terkait kebijakan penangkapan ikan terukur yang akan diimplementasikan di tahun 2024 namun terpaksa direlaksasi untuk pemantapan hingga tahun 2025 di Indonesia.

“Penangkapan ikan terukur berkelanjutan merupakan tanggung jawab dan kepentingan kita bersama, termasuk seluruh pemangku kepentingan dalam bentuk perencanaan, pelaksanaan hingga monitoring dan evaluasi yang matang,” ujarnya.

“Webinar ini sangat penting terutama terkait pungutan hasil perikanan dalam kebijakan PIT, ketentuan pengaturan kuota penangkapan ikan dan perhitungannya, serta proses bisnisnya, karena semua lapisan nelayan akan terdampak,” pungkasnya.

Kebijakan PIT ditanggapi oleh Zulfitrah, nelayan dari Provinsi Aceh, Danu Waluyo Paspudoyo nelayan dari Jakarta, dan La Tohia nelayan dari Provinsi Maluku. Nelayan menuntut kejelasan tujuan dan konsistensi implementasi karena perikanan masih didominasi nelayan kecil dan kesejahteraan Anak Buah Kapal (ABK) yang dirasa masih kurang.

“Saat ini, kebanyakan nelayan juga menerima pendapatan dari sistem bagi hasil. Kebijakan PIT setidaknya harus mampu mempertimbangkan hal tersebut,” ujar Zulfitrah. (MW)