Press Release Orasi Ilmiah Prof.Dr.Ir.H.A.M. Hardinsyah, MS dan Prof.Dr.KH.Didin Hafidhuddin, MS

Press Release Orasi Ilmiah Prof.Dr.Ir.H.A.M. Hardinsyah, MS dan Prof.Dr.KH.Didin Hafidhuddin, MS

Berita

Gedung Graha Widya Wisuda Kampus IPB Darmaga
Sabtu, 23 Juni 2007

Institut Pertanian Bogor pada hari ini, Sabtu 23 Juni 2007, kembali mengukuhkan dua orang guru besarnya, yaitu Prof.Dr.Ir.H.A.M. Hardinsyah, MS dan Prof.Dr.KH. Didin Hafidhuddin, MS. Dalam kesempatan tersebut, Hardinsyah, Guru Besar Tetap pada Pengembangan Modal Sosial bagi Peningkatan Kualitas Manusia dan Pengentasan Kemiskinan. Sedangkan Didin Hafidhuddin, Guru Besar Ilmu Agama Islam pada UPT-MKDU, menyampaikan orasi yang berjudul Peran Pembiayaan Syariah dalam Pembangunan Pertanian di Indonesia.

Hardinsyah dalam orasinya mengungkapkan bahwa saat ini sebanyak 28% ( 8 juta) anak balita mengalami gizi kurang. Berdasarkan data BPS dan Depkes, dari 121 kabupaten/kota yang mengalami masalah gizi kurang pada tingkat 20-230% pada tahun 2003 bertambah jumlahnya menjadi 152 kabupaten/kota pada tahun 2005. Bahkan ada 50 kabupaten/kota di Indonesia dengan prevalensi gizi kurang di atas 30%. Kondisi tersebut bila dibiarkan akan berdampak pada penurunan imunitas dan gangguan tumbuh kembang yang pada gilirannya akan menurunkan derajat kesehatan, produktivitas, dan kualitas manusia.

Hardinsyah juga menjelaskan bahwa selama empat tahun terakhir, masalah gizi dan kemiskinan secara nasional relatif tetap, bahkan disertai dengan ketimpangan pendapatan yang semakin tinggi, sedangkan alokasi dana pemerintah untuk program gizi dan pengentasan kemiskinan meningkat pesat. Lambannya perbaikan gizi tersebut karena lambannya upaya pengentasan kemiskinan, kurang dan lemahnya kapasitas tenaga gizi di tingkat bawah, dan perbaikan gizi yang bersifat karatif (charity), yang menggerus modal sosial dan upaya pemberdayaan posyandu dan masyarakat pasca Jaring Perlindungan Sosial (JPS) yang berlanjut dengan BLT.

Ia juga menyatakan bahwa meskipun banyak dan teknologi yang tersedia, tetapi bila tidak disertai pengembangan dan penguatan modal sosial, maka sulit untuk menghasilkan perbaikan gizi masyarakat sesuai dengan komitmen MDGs. Ke depan, penerapan inovasi gizi masyarakat seperti pendidikan dan promosi gizi, konseling gizi, suplementasi gisi, bantuan pangan, dan lainnya perlu disertai dengan berbagai upaya pemberdayaan masyarakat bersifat pastisipatif. Penguatan modal sosial di posyandu dan perlu dimulai dari jantungnya modal sosial, yaitu silaturahmi antara kader dengan tokoh masyarakat dan aparat, yang diperkuat dengan kecerdasan moral dan spiritual dimulai dari keluarga. Tanpa dua hal tersebut, penguatan modal sosial hanya akan membentuk perilaku KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) dalam program-program gizi dan pengentasan kemiskinan.
Sementara itu, Didin Hafidhuddin dalam orasinya menyampaikan pentingnya perhatian pemerintah dan lembaga keuangan syariah terhadap pembangunan pertanian di Indonesia, karena berhasilnya pembangunan di sektor ini sangat mempengaruhi kesejahteraan masyarakat. Hal tersebut, tegas Didin, disebabkan oleh tingginya daya serap tenaga kerja untuk bekerja pada sektor pertanian (44%) dan besarnya lahan yang digunakan (71,335 dari luas lahan di tanah air). Namun demikian, kontribusi sektor ini terhadap PDB (Produk Domestik Bruto) masih sangat kecil, yaitu 13,4%.

Salah satu faktor penyebabnya adalah masih rendahnya kredit pembiayan terhadap sektor pertanian, yang nilainya selama 1 dekade terakhir ini, kurang dari 8% dari total kredit perbankan secara nasional. Didin menegaskan bahwa pembiayaan syariah merupakan pola pembiayaan yang paling tepat untuk dikembangkan pada sektor pertanian, karena pada dasarnya masyarakat sudah terbiasa dengan skim pembiayaan bagi hasil, seperti sistem maro dalam tanaman pangan, sistem gaduhan dalam peternakan, dan sistem bagi hasil dalam perikanan tangkap, yang juga merupakan bagian dari modal sosial.
Ia menguraikan beberapa model pembiayaan syariah, baik melalui institusi perbankan dan keuangan syariah maupun melalui lembaga pengelola ZISWAF (Zakat Infak, shadaqah dan Waqaf). Untuk pertanian skala kecil dengan omzet per tahunnya kurag dari 50 juta rupiah, Didin menjelaskan pola pembiayaan salam, penerbitan Sukuk Salam, dan pembiayaan Qardhul Hasan berbasis zakat. Sedangkan untuk pertanian skala besar dengan omzet lebih dari 50 juta rupiah per tahun, Didin memaparkan pola pembiayaan Istishna wa Mudarabah Muqayyadah bil Istishna, penerbitan Sukuk Mudharabah bil Istishna, dan pembiayaan Mudharabah/Musyarakah berbasis wakaf tunai. Didin meyakini jika skema-skema pembiayaan syariah untuk sektor pertanian ini diterapkan dengan baik, maka tujuan pengentasan kemiskinan sesuai komitmen MDGs akan lebih cepat dicapai. Pemerintah diharapkan dapat menciptakan regulasi dan aturan yang mendukung berkembannya skema-skema pembiayaan tersebut.

Meskipun kedua guru besar tersebut menggunakan pendekatan yang berbeda, namun tujuan dan kesimpulannya adalah sama, yaitu bermuara pada penguatan modal sosial dan pengentasan kemiskinan untuk kesejahteraan yang lebih baik.

Untuk konfirmasi, dapat menghubungi:
1. Prof.Dr.H.A.M. Hardinsyah, MS (08129192259)
2. Prof.Dr.KH.Didin Hafidhuddin, MS (0811119833)