DKSRA IPB University Selenggarakan FGD Bahas Urgensi Transisi Energi

DKSRA IPB University Selenggarakan FGD Bahas Urgensi Transisi Energi

DKSRA IPB University Selenggarakan FGD Bahas Urgensi Transisi Energi
Berita

Direktorat Kajian Strategis dan Reputasi Akademik mengadakan FGD series 4 dengan tema Urgensi Transisi Energi Berkeadilan untuk Pencegahan Kerusakan Sumber Daya Alam: Perspektif Pendanaan Berkelanjutan. Kegiatan ini dipandu oleh Thomas Oni Veriasa dari Lembaga Alam Tropika Indonesia (LATIN).

Acara FGD tersebut dilaksanakan secara hybrid di Zoom Meeting dan Ruang Sidang Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan, Gedung IPB Baranangsiang. Kegiatan ini dihadiri oleh 48 peserta yang hadir secara hybrid secara luring dan daring melalui Zoom Meeting.

Secara umum, FGD ini bertujuan untuk mendiskusikan langkah-langkah implementatif terkait transisi energi di Indonesia diiringi dengan dukungan sustainable financing sehingga dapat memberikan dampak bernilai pada masyarakat tapak dan lingkungan.

Prof Ernan Rustiadi, Wakil Rektor IPB University bidang Riset, Inovasi, dan Pengembangan Agromaritim, menyampaikan pentingnya memastikan transisi energi yang berkelanjutan tidak hanya secara lingkungan namun juga secara sosial dan ekonomi.

“Kita sudah menyetujui pentingnya clean energy. Itu narasi besar dunia dan kita menuju ke sana meninggalkan energi fosil dan konvensional. Menuju energi-energi baru dan terbarukan,” kata Prof Ernan Rustiadi.

Ia melanjutkan, jika kita melihat lebih dalam, usaha-usaha kita ada yang efektif tetapi juga ada yang tidak efektif dan ternyata berujung pada ketidakadilan dan berkurangnya akses masyarakat kepada sumber daya tertentu. Untuk itu, katanya, kita ingin memastikan bahwa transisi energi ini harus bergerak ke arah prinsip-prinsip keberlanjutan.

“Berkelanjutan tidak hanya dari sisi lingkungan namun juga sosial dan ekonomi. Harapannya apa yang disampaikan narasumber hari ini dapat ditampung dan dirumuskan untuk lokakarya dalam rangkaian acara Dies Natalis IPB University,” ucap Prof Ernan Rustiadi.

Kegiatan ini mengundang Manajer Program Bioenergi Trend Asia, Amalya Reza Oktaviani; Manajer Kampanye dan Intervensi Kebijakan Forest Watch Indonesia, Anggi Putra Prayoga; serta Manager Riset Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (PUSHEP), Akmaluddin Rachim, S.H., M.H sebagai pemantik diskusi.

Amalya Reza dalam materinya menyampaikan bahwa seringkali yang kita jalani dalam rangka transisi energi ternyata adalah solusi semu. “Indonesia menerapkan kebijakan co-firing dengan mencampurkan batubara dan biomassa di PLTU. Metode ini dianggap netral karbon, padahal jika ditelisik lebih lanjut, biomassa yang digadang-gadang menjadi solusi energi baru terbarukan justru meninggalkan juga jejak kotor,” ujarnya.

Hal senada diucapkan oleh Anggi Putra Prayoga, dari Forest Watch Indonesia. Dalam materinya, ia menyampaikan bahwa pelaksanaan transisi energi berbasis biomassa memberi dampak deforestasi yang merugikan masyarakat. Ia juga menyampaikan bahwa pada dasarnya terdapat empat strategi percepatan energi baru terbarukan yaitu, substitusi energi primer, konservasi energi primer fosil, penambahan kapasitas energi baru terbarukan (EBT), dan pemanfaatan EBT non listrik.

“Perlunya transformasi Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) dalam hutan alam dan IUPHHK dalam hutan tanaman industri, serta penerbitan perizinan berusaha pemanfaatan hutan (PBPH) pada hutan produksi, katanya.

Ia juga menyebut, diperlukan juga BUMN untuk mengajukan PBPH melalui OSS dan kerjasama dengan koperasi masyarakat.

Selain itu, Akmaluddin Rachim menyampaikan sisi lain dari transisi energi dari arah kebijakan pembiayaan transisi energi. Ia menyampaikan bahwa Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia menjamin warga negara Indonesia untuk hidup sejahtera.

Ia menyebut, pembukaan UUD NKRI 1945 di alinea ke-4 disebutkan, “Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.”Akmal juga menyampaikan bahwa kebijakan transisi energi dan pembiayaannya diatur dalam berbagai produk hukum. Selain itu, terdapat lima area fokus investasi yang telah diidentifikasi untuk mempercepat transisi energi. Hal tersebut adalah, pengembangan jaringan transmisi, pemensiunan dini PLTU batu bara, akselerasi energi terbarukan baseload, akselerasi energi terbarukan variabel, dan pembangunan rantai pasok energi terbarukan.

Kegiatan kemudian dilanjutkan dengan pembahasan yang dilakukan oleh Dr Joko Tri Haryanto selaku Direktur Utama Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup; Dr. Bahruni, dosen IPB University dari Departemen Manajemen Hutan; dan Arif Aliadi selaku Ketua Badan Pengurus Community Forest Ecosystem Services. Harapannya, dengan acara ini IPB University dapat merumuskan kebijakan yang tepat mengenai transisi energi menuju energi bersih yang menerapkan prinsip-prinsip keberlanjutan dan keadilan. (AEA)