El Nino di Depan Mata, Pakar Klimatologi IPB University Uraikan Manajemen Risiko Iklim pada Musim Tanam 2023

El Nino di Depan Mata, Pakar Klimatologi IPB University Uraikan Manajemen Risiko Iklim pada Musim Tanam 2023

el-nino-di-depan-mata-pakar-klimatologi-ipb-university-uraikan-manajemen-risiko-iklim-pada-musim-tanam-2023-news
Riset

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memperkirakan kondisi iklim secara umum di wilayah pusat produksi padi di Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Sulawesi Selatan pada April 2023 diperkirakan di sebagian wilayah di bawah normal dengan tinggi hujan masih di atas 100 mm. Namun, pada bulan Mei, sebagian sudah di bawah normal dengan tinggi hujan di bawah 100 mm dan Juni sebagian besar akan di bawah normal, khususnya di Jawa dengan tinggi hujan di bawah 50 mm. Prakiraan ini memberikan implikasi pada panen padi nasional.

Prof Rizaldi Boer, Kepala Center for Climate Risk and Opportunity Management di Asia Tenggara dan Pasifik (CCROM-SEAP) IPB University menjelaskan, prakiraan hujan secara eksperimental bulan Januari hingga Maret dari BMKG dan CCROM IPB University relatif konsisten.

Pada bulan April, lanjutnya, secara umum hujan masih di atas 150 mm kecuali Bali dan NTB, sedangkan Mei dan Juni umumnya di bawah 100 mm. Perlu adanya pertimbangan modifikasi penanaman untuk komoditas dengan kebutuhan air yang banyak.

“Experimental forecast CCROM IPB University untuk bulan Juli menunjukkan hampir semua wilayah pusat produksi padi terjadi anomali hujan negatif, lebih rendah dari normal, kecuali di sebagian Kalimantan dan Sulawesi, terutama di Papua,” terangnya dalam Webinar Propaktani berjudul ‘Antisipasi El Nino, Persiapan Menghadapi Musim Kemarau 2023’, (09/03).

Prakiraan eksperimen cuaca pada bulan Juli oleh IPB University, ia melanjutkan, memiliki skill dan tingkat akurasi yang baik di hampir sebagian besar wilayah, kecuali di Sumatera bagian tengah.
Menurutnya, prakiraan ENSO (El Niño and the Southern Oscillation) tahun 2023 menunjukkan kemungkinan terjadinya EL Nino dengan model dinamik dengan peluang di atas 50 persen setelah bulan Juni. Baik model secara statistik dan dinamik menunjukkan Indonesia akan mengalami El Nino relatif tinggi dan setelah bulan Februari akan semakin signifikan.

“Di samping itu terdapat keeratan hubungan antara lautan pasifik terkait ENSO di Indonesia dengan kenaikan suhu permukaan laut di Samudera Pasifik yang juga berpengaruh terhadap curah hujan di Indonesia,” imbuhnya.

Prediksinya, ancaman banjir dan kekeringan pada musim tanam 2023 akan cukup tinggi, terutama di wilayah Jawa dan Sulawesi Selatan.
“Potensi gagal panen akibat kekeringan apabila tidak diantisipasi, dapat mencapai 60 ribu hektar karena kekeringan dengan potensi penurunan produksi mencapai sekitar 500 ribu ton,” imbuhnya.

Namun, katanya, La Nina menurunkan risiko kekeringan pada tanaman padi. Banyak panen sudah terjadi di bulan Februari dan Maret sehingga bisa langsung ditanam kembali. Sehingga ancaman kekeringan di bulan Mei dan Juni relatif bisa diantisipasi. Selain itu, masih ada surplus produksi dari Januari hingga Februari 2023 dibanding 2022 dan 2021 yang mencapai lebih dari tiga juta ton Gabah kering Giling (GKG).

“Perlu ada optimasi pemanfaatan kalender tanaman (Katam) dan penyesuaian pada tingkat tapak. Pemetaan perkembangan luas tanam dan panen secara spasial dan regular dapat membantu penyesuaian informasi Katam ke tingkat tapak,” ujar Pakar Klimatologi IPB University ini.

Pemberdayaan petani dalam pemanfaatan informasi prakiraan cuaca dalam penyesuaian pola usaha tani juga perlu didorong. Bantuan saprotan juga terus dialirkan dengan memperhatikan kondisi prakiraan. (MW/Zul)