Dr Tjahja Muhandri: Kunci Peningkatan Ketahanan Pangan adalah Diversifikasi Pangan Keluarga

Dr Tjahja Muhandri: Kunci Peningkatan Ketahanan Pangan adalah Diversifikasi Pangan Keluarga

dr-tjahja-muhandri-kunci-peningkatan-ketahanan-pangan-adalah-diversifikasi-pangan-keluarga-news
Riset

Pangan memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat. Diversifikasi pangan keluarga, khususnya, menjadi kunci dalam upaya peningkatan ketahanan pangan dan pemberdayaan ekonomi masyarakat.

Dr Tjahja Muhandri, Dosen IPB University dari Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, mengatakan, hal terpenting dalam diversifikasi pangan adalah mengubah kesadaran masyarakat. Perubahan kesadaran masyarakat ini diiringi oleh pemahaman dan keikhlasan. Sehingga arah tujuan masyarakat akan ikut bergeser kepada diversifikasi pangan.

“Yang paling penting adalah membiasakan diri, masalah gizi bisa disusul. Dan yang terpenting adalah mau dulu, siap dulu, dan ada kebiasaan untuk mengonsumsi pangan yang beragam,” katanya dalam Webinar Gizi dan Pangan Keluarga Ikatan Istri Karyawan (IIK)-Perhutani yang ditujukan bagi para ibu anggota IIK-Perhutani secara daring, (07/03).

Setelah diversifikasi pangan mulai menjadi kebiasaan, katanya, pondasi ketahanan pangan akan mulai terbangun. Pangan akan terpenuhi secara cukup dari segi jumlah dan mutu, secara merata dan terjangkau. Indonesia dapat mulai beranjak menuju kemandirian pangan. Pangan terpenuhi tanpa tergantung pada bangsa lain.

“Ketika kemandirian pangan itu sudah mampu, kita akan lepas dari jebakan pangan, kita tidak akan bisa dijajah dari negara lain,” tegasnya.  Menurutnya, Indonesia tidak perlu harus memenuhi kebutuhan pangan negara lain. Namun, Indonesia perlu memiliki bargaining position terhadap negara lain sehingga ada win-win solution.

Ia menambahkan, diversifikasi pangan untuk mengurangi konsumsi beras dan terigu harus bisa menghasilkan produk yang mampu menggantikan komoditas tersebut. Terlebih pangan favorit masyarakat Indonesia adalah roti dan kue.  “Bila produk olahan seperti brownies, cake, bolu, chiffon atau biskuit menggunakan tepung lokal, maka sifatnya akan menggantikan tepung terigu,” jelasnya.

Menurutnya, upaya ini dapat meminimalkan jebakan pangan Indonesia karena impor terigu. Terdapat beberapa prasyarat untuk produk diversifikasi pangan yang ideal. Di antaranya dari segi ketersediaan, kontinuitas dan keseragaman mutu, kesadaran industry serta harga bersaing.

“Bagi saya yang penting makanan itu enak, dapat diterima oleh konsumen dan bisa diterima oleh budaya masyarakat, kemudian baru bisa diintervensi dengan gizi,” terangnya.  Ia menambahkan, bahan sumber karbohidrat lokal di Indonesia sangat beragam, misalnya singkong, sagu, ubi jalar dan sebagainya. Namun, ia mengungkapkan, sebagian komoditas lainnya masih berstatus komoditas politik atau riset. Sehingga budidayanya masih harus dilakukan dengan bijak.

Ia menjelaskan, arah riset pengembangan diversifikasi pangan pokok dapat berupa substitusi pangan pokok, industri bahan pangan pokok, ataupun melalui peningkatan nilai tambah.
Kelebihan sumber karbohidrat lokal tidak hanya sebagai pengganti pangan pokok. Kandungan gizinya bahkan dinilai lebih sehat.

Ia berani menjamin bahwa mengkonsumsi pangan lokal akan lebih sehat. Sebagian produk pangan lokal telah mendapat klaim bebas gluten, serat lebih tinggi, indeks glikemik lebih rendah, dan asam aminonya lebih bervariasi.

“Dengan mengkonsumsi berbagai pangan lokal, maka gizinya menjadi seimbang dan lebih baik. Catatannya, budayanya harus mulai kita ubah,” imbuhnya. Ia turut menjelaskan teknologi sederhana mengolah pangan lokal seperti mie jagung, nasi sorgum instan dan stik singkong beku yang dapat diproduksi rumahan. (MW/Zul)