Buras Steril IPB, Pangan Darurat Bencana yang Tahan Hingga Lima Tahun

Buras Steril IPB, Pangan Darurat Bencana yang Tahan Hingga Lima Tahun

DSC_5329
Riset

Guru Besar Tetap Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor (Fateta IPB), Prof Dr Ir Sugiyono, MappSc akan melakukan Orasi Ilmiah pada Sabtu (28/2) esok, dengan judul “Pengembangan Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”. Dalam konferensi pers pra orasi yang digelar di Kampus IPB Baranangsiang, Kamis (26/2), Prof Sugiyono memaparkan riset yang digelutinya selama ini, yakni tentang pengembangan produk pangan berbasis bahan baku lokal.

 

“Produk pangan berbasis bahan baku lokal yang kami kembangkan antara lain produk alternatif pengganti beras yaitu beras jagung instan dan granula singkong, cookies dan crackers jagung, mi ubi jalar, mi sagu, dan buras steril. Dari sekian banyak produk pangan yang telah kami kembangkan, produk buras steril merupakan produk yang menarik.  Produk buras steril dimaksudkan sebagai pangan darurat (emergency food) atau dapat juga diproduksi sebagai produk pangan komersial. Produk pangan darurat dikembangkan untuk antisipasi terjadinya bencana alam,” ujarnya dihadapan puluhan awak media.

 

Menurutnya, solusi untuk mengatasi masalah rawan pangan pada kondisi tanggap darurat sampai saat ini masih mengacu pada penyediaan beras dan mi instan sebagai cadangan pangan.  Dalam kondisi korban mengalami kesulitan untuk mendapatkan air bersih, bahan bakar dan peralatan masak, maka bantuan pangan dalam bentuk beras atau mi instan seringkali tidak dapat mengatasi kekurangan pangan secara cepat. Keadaan inilah yang mengakibatkan pemberian bantuan pangan berupa beras dan atau mi instan bagi korban bencana kurang efektif dan cenderung tidak dapat memenuhi kebutuhan pangan mereka.

 

Salah satu cara mengatasi masalah bahaya kelaparan pasca bencana yang dapat dilakukan adalah dengan pemberian pangan darurat siap santap (ready to eat) bagi korban bencana. Produk pangan darurat siap santap yang sudah banyak dikembangkan biasanya berupa biskuit padat kalori. Biskuit sangat praktis sebagai pangan darurat, tetapi bagi masyarakat Indonesia, biskuit tidak dapat menggantikan nasi sebagai pangan utama. 

 

“Oleh karena itu, pangan darurat untuk Indonesia sebaiknya dibuat dari bahan dasar beras dengan tambahan sayur dan lauk-pauk.  Kami telah melakukan penelitian membuat produk pangan darurat berupa buras steril yang tahan lama. Produk buras ini dikemas dalam aluminium foil sehingga mudah didistribusikan,” tambahnya.

 

Hasil penelitian Prof Sugiyono menunjukkan bahwa produk buras steril dapat dibuat dan memiliki daya terima yang baik. Produk buras steril merupakan makanan basah, dengan rasa yang dapat dibuat bervariasi.  Produk buras steril lebih mirip dengan makanan sehari-hari yang mengandung nasi, sayur dan lauk pauk.  

 

Proses pembuatan buras steril sebagai produk pangan darurat pada prinsipnya terdiri dari tiga tahap yaitu pembuatan buras setengah matang, pengemasan vakum, dan  pemanasan bertekanan (sterilisasi). Penutupan kemasan dilakukan dalam keadaan vakum (vacuum sealing).  Kondisi vakum dimaksudkan untuk mencegah produk mengembung pada saat dipanaskan. 

 

Pemanasan bertekanan merupakan tahapan yang paling penting karena menentukan tingkat sterilitas dari produk. Proses pemanasan bertekanan dilakukan untuk membunuh semua mikroba pada produk dan menjadikan produk tersebut steril.  Proses ini dilakukan dengan menggunakan autoclav pada suhu 121 derajat celsius.  Produk buras steril dapat disimpan pada suhu ruang dan memiliki masa kadaluarsa lebih dari satu tahun bahkan hingga lima tahun. 

 

“Buras steril ini dapat dibuat seberat 100 gram per buah dan dikemas dalam aluminium foil sebanyak dua buah buras per kemasan (200 gram).  Setiap orang dewasa memerlukan konsumsi produk sebanyak dua kemasan aluminium foil (400 gram) per sajian. “Dengan demikian untuk sekali konsumsi diperoleh asupan energi sebesar 714,92 kilo kalori.  Konsumsi tiga kali sehari menghasilkan asupan kalori sebesar 2144,76 kilo kalori”, tandasnya.(zul)