ITP-IPB Sosialisasikan Formulasi Mie Basah Yang Aman

ITP-IPB Sosialisasikan Formulasi Mie Basah Yang Aman

Berita

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Tenologi Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) mensosialisasikan formulasi mie basah dengan tambahan pangan yang aman dikonsumsi dalam Workshop ’Keamanan Pangan Mie Basah : Mencari Jalan Keluar dari Masalah Formalin dan Boraks’ Selasa (24/1) di Kampus IPB Gunung Gede. ”Formulasi mie basah hasil penelitian Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan mempunyai komposisi 25 kg terigu, 8.5 kg air, 0.075 % (25 gram) Ca-propianat, 2.5% Na-Asetat (35 gram), 0.025 % (8.5 gram) Paraben. Formulasi ini aman untuk dikonsumsi dan memiliki daya awet 2 hari,” ungkap Staf Pengajar ITP Dr.Ratih Dewanti Hariyadi. Daya keawetan mie basah ini sesuai dengan permintaan produsen mie yang menginginkan lamanya waktu simpan 2 hari saja. Normalnya, mie basah hanya bisa bertahan 16 jam.

Penggunaan formalin berdasarkan hasil kajian ITP, malah merusak mutu produk mie basah itu sendiri. Seringkali, dalam proses pembuatan mie basah jumlah mikroba yang tumbuh sudah melebihi ambang batas kesehatan dan Standar Nasional Indonesia (SNI) yakni satu juta mikroba. ”Sedangkan jumlah mikroba dalam mie basah sering dijumpai sudah lebih dari 10 juta, ” tutur Ratih. Pertumbuhan mikroba seperti kapang, kamir, kapang, bakteri dan virus yang tinggi menyebabkan pangan cepat rusak dan busuk. ”Yang menjadi akar persoalan penggunaan formalin dan boraks dalam proses pembuatan makanan khususnya mie basah saat ini bukanlah menemukan pengawet yang aman. Namun membenahi kondisi sanitasi proses produksi, peralatan produksi, perilaku pekerja dan distribusi pangan,” urai Ratih panjang lebar sambil menunjukkan foto-foto proses pembuatan mie di salah satu usaha kecil menengah.

Dalam foto tersebut terlihat para pekerja yang melepaskan baju sehingga keringat mereka menetes bercampur dengan adonan mie. Peralatan yang digunakan untuk produksi pun tampak kurang terjaga kebersihannya. Bahan baku berceceran tak teratur dan mengotori ruang produksi. Air sebagai bahan baku pembuatan mie basah berasal dari sumur yang tak terawat kebersihannya. ”Sanitasi buruk menjadi kontaminan produksi mie basah, sehingga memacu pertumbuhan mikroba pembusuk,” kata Ratih.

Workshop yang dihadiri pengusaha mie basah, perwakilan BPOM se-Indonesia, kalangan industri dan lemabaga pemerintahan ini terselenggara berkat kerjasama Departemen ITP IPB dengan PT ISM Bogasari Flour Milss, Australian Wheat Board (AWB) dan Jejaring Intelijen Pangan-BPOM RI. Target utama kegiatan ini adalah memberi solusi yang berkelanjutan dengan strategis bisnis yang sehat. ”Hal ini tentu saja sejalan dengan misi kami untuk memberikan solusi-solusi jangka panjang dalam menyelesaikan permasalahan pangan di Indonesia. Kami sadar bahwa pendekatan-pendekatan instan dan jangka pendek, misalnya dalam bentuk sekedar pencarian bahan pengawt pengganti bukanlah setategi yang optimal,” jelas Ketua Panitia Workshop Dr. Dahrul Syah dalam sambutan awalnya. Oleh karena itu menurut Dahrul yang juga Ketua Depertemen ITP itu, IPB berupaya melakukan upaya pendekatan-pendekatan teknologi pangan yang tersedia mulai dari praktek-pratek sanitasi dan hygiene yang sederhana, penerapan tatacara produksi yang baik, penggunaan bahan tambahan pangan legal hingga stategi pengembangan bisnis yang selaras dengan prinsip keamanan pangan.

Sementara Deputi 3 Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya-BPOM RI, Prof.Dr.Ir. Dedi Fardiaz dalam keynotespeechnya mengutarakan bahwa upaya pembongkaran makanan berformalin, boraks dan pewarna tekstil itu sudah dilakukan BPOM sejak lama. Namun boomingnya baru sekarang. ”Program BPOM yang akan ditingkatkan akan meliputi 4 poin yakni pengaturan tata niaga bahan berbahaya, pembinaan (public education), pengawasan dan penyelamatan UKM,” tegasnya. (ris)