Pakar IPB University Ungkap Sisi Lain Lebah Madu: Detektor Alami Pencemaran Lingkungan

Pakar IPB University Ungkap Sisi Lain Lebah Madu: Detektor Alami Pencemaran Lingkungan

Pakar IPB University Ungkap Sisi Lain Lebah Madu Detektor Alami Pencemaran Lingkungan-
Ilustrasi lebah madu (freepik)
Riset dan Kepakaran

Guru Besar Departemen Biologi IPB University, Prof Dr Rika Raffiudin, mengungkapkan bahwa lebah madu memiliki potensi besar sebagai bioindikator atau “detektor” alami bagi kesehatan lingkungan.

“Lebah madu dapat mendeteksi pencemaran melalui berbagai indikator biologis,” ujarnya dalam wawancara terkait peran penting lebah dalam ekosistem serta respons mereka terhadap perubahan lingkungan, (11/8).

Ketika lingkungan tercemar, lebah madu dapat menunjukkan sejumlah perubahan yang mudah diamati. Salah satu tanda paling jelas adalah meningkatnya jumlah lebah yang mati setelah mengonsumsi molekul berbahaya dari udara atau tanaman di sekitarnya.

“Bioindikator lainnya adalah cairnya sebagian lilin sarang sebagai penanda peningkatan suhu berkepanjangan, keberadaan pestisida dan logam berat dalam madu atau produk lebah lainnya, dan penurunan ukuran koloni lebah,” paparnya.

Menurut Prof Rika, lebah madu merupakan salah satu makhluk paling menakjubkan. Mereka hidup dalam koloni yang terorganisasi dan memilki kerja sama antar individunya menjadi inspirasi bagi manusia.

Selain menghasilkan produk bernilai seperti madu, lilin, royal jelly, serbuk sari, propolis, dan venom lebah, lebah madu juga berperan sebagai penyerbuk utama yang meningkatkan produktivitas berbagai tanaman hortikultura.

Namun, ia menyebut, urbanisasi dan meningkatnya polusi telah mengganggu keseimbangan ekosistem, termasuk keberadaan penyerbuk seperti lebah. Oleh karena itu, ia menegaskan pentingnya lebah sebagai bioindikator untuk mengukur degradasi lingkungan, perubahan iklim, serta dampak pemanasan global.

“Penelitian Duque and Steffan-Dewenter yang dipublikasi di Frontiers in Ecology and the Environmental menunjukkan bahwa polutan atmosfer, termasuk emisi kendaraan bermotor, dapat mengganggu kemampuan lebah dalam mengenali senyawa organik volatil (Volatile Organic Compound/VOC) dari bunga,” jelasnya. 

VOC merupakan komponen penting dalam interaksi ekologis antara serangga dan tanaman. Melalui uji pengondisian penciuman, lebah dilatih untuk mengenali profil VOC seperti linalool, dipentena, mirsen, dan geranium. Hasilnya, lebah membutuhkan waktu lebih lama untuk mengenali VOC yang telah tercemar emisi knalpot dan juga lebih cepat melupakannya.

“Polusi udara terbukti mengubah pengenalan dan daya ingat lebah terhadap VOC bunga, yang pada akhirnya dapat mengurangi efisiensi mereka dalam mencari nektar dan serbuk sari,” jelasnya.

Hasil penelitian ini memperkuat peran lebah madu sebagai alat monitoring alami terhadap kualitas lingkungan, sekaligus mengingatkan pentingnya menjaga kualitas udara dan habitat alami serangga penyerbuk. (dh)