Rentan Alami Trauma Psikologis, Psikiater IPB University Beri Cara Trauma Healing untuk Korban Bencana

Rentan Alami Trauma Psikologis, Psikiater IPB University Beri Cara Trauma Healing untuk Korban Bencana

rentan-alami-trauma-psikologis-psikiater-ipb-university-beri-cara-trauma-healing-untuk-korban-bencana
Personel Polwan Polres Langkat melakukan kegiatan "trauma healing" kepada anak-anak korban terdampak banjir Langkat, Senin (8/12/2025), ANTARA/HO-Humas Polres Langkat
Riset dan Kepakaran

Banjir dan tanah longsor masih menyisakan kepedihan mendalam. Tak hanya kerusakan fisik dan kerugian material, trauma psikologis para penyintas mesti mendapat perhatian dan penanganan segera.

Psikiater dr Riati Sri Hartini, SpKJ, MSc yang juga dosen Fakultas Kedokteran (FK) IPB University menjelaskan, dari berbagai penelitian, reaksi stres akut dan kecemasan merupakan kondisi yang paling umum dialami korban banjir. Reaksi ini muncul sebagai respons langsung terhadap peristiwa traumatis yang dialami penyintas.

Selain itu, banjir juga berisiko memicu gangguan depresi, terutama akibat berbagai kehilangan yang dialami korban, seperti harta benda ataupun anggota keluarga.

Kondisi ini, dr Riati melanjutkan, dapat semakin memburuk apabila korban tidak memperoleh dukungan sosial yang memadai dan terpapar dampak bencana dalam waktu lama.

“Faktor kehilangan dan minimnya dukungan sosial dapat meningkatkan risiko gangguan mental yang lebih berat, bahkan berdampak pada kesehatan fisik dan mental secara keseluruhan,” jelasnya.

Gejala Trauma yang Perlu Diwaspadai
Menurut dr Riati, manifestasi trauma pascabencana dapat berbeda-beda. Pada anak, trauma sering ditunjukkan melalui perubahan perilaku, seperti menangis berlebihan, munculnya ketakutan, kembali mengompol, menjadi agresif atau sangat pendiam, gangguan tidur, hingga penurunan nafsu makan.

Sementara pada orang dewasa, trauma dapat muncul dalam bentuk mimpi buruk, flashback kejadian bencana, kecemasan berlebihan, mudah panik, sulit tidur, serta keluhan fisik tanpa penyebab medis yang jelas.

“Gangguan trauma tidak dapat ditegakkan hanya dari satu gejala. Perlu dilihat kumpulan gejala yang muncul,” ucapnya.

Trauma Healing di Pengungsian
dr Riati menuturkan, dalam kondisi pengungsian yang serba terbatas, penanganan kesehatan jiwa tetap dapat dilakukan melalui Psychological First Aid (PFA), seperti memberikan rasa aman, ketenangan, dan dukungan emosional. Konseling singkat, baik secara individu maupun kelompok, juga dapat membantu melepaskan emosi negatif.

“Untuk anak-anak, aktivitas bermain dan menggambar sangat dianjurkan. Sementara bagi orang dewasa, relaksasi sederhana seperti latihan pernapasan, doa, dan pendekatan spiritual dapat membantu menenangkan pikiran,” jelasnya.

Selain itu, penanganan medis lanjutan diperlukan apabila gangguan mental sudah mengganggu fungsi sehari-hari dan menetap selama dua hingga empat minggu. Jika tidak ditangani, kondisi ini berisiko berkembang menjadi Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) atau depresi berkepanjangan.

“Bapak dan Ibu tidak sendiri. Selain kondisi fisik, kesehatan psikis juga sangat penting untuk diperhatikan. Dengan mau bercerita dan berbagi, beban akan terasa lebih ringan,” tuturnya. (AS)