Ketika Limbah Kulit Kopi di Ciwidey Tak Lagi Percuma

Ketika Limbah Kulit Kopi di Ciwidey Tak Lagi Percuma

ketika-limbah-kulit-kopi-di-ciwidey-tak-lagi-percuma
Pengabdian Masyarakat

Tim Dosen Pulang Kampung (Dospulkam) IPB University mengadakan pengabdian masyarakat dengan menyodorkan solusi pemanfaatan limbah kulit kopi di Ciwidey, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.

Selama bertahun-tahun, limbah kulit kopi di Desa Margamulya, Kecamatan Pasir Jambu dan Ciwidey menjadi permasalahan lingkungan yang tak kunjung terselesaikan. 

Setiap musim panen, puluhan ton buah kopi diproses untuk diambil bijinya. Sementara limbah kulit kopi atau coffee pulp hanya ditumpuk di pinggir jalan, kebun, bahkan sungai kecil di sekitar desa.

Namun, kondisi tersebut mulai berubah berkat inisiatif Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Margamulya bersama tim Dospulkam IPB University. Bersama-sama mereka mengembangkan program inovatif untuk mengolah limbah kulit kopi menjadi pakan ternak kambing yang ramah lingkungan.

Ketua tim Dospulkam, Prof Yuli Retnani menyebut, inovasi ini menjadi angin segar bagi warga Margamulya yang mayoritas berprofesi sebagai petani kopi dan memelihara ternak dengan jumlah sedikit sebagai bentuk investasi.

Selama ini, proses pengolahan kopi di Margamulya menghasilkan sekitar 8 ton buah kopi (cherry) per hari. Dari jumlah tersebut, sekitar 60 persen di antaranya adalah kulit kopi, sehingga setiap harinya dihasilkan setidaknya 5 ton limbah kulit kopi. 

“Dalam satu bulan, produksi jumlah kulit kopi yang terkumpul mencapai 150 ton. Kulit kopi yang merupakan limbah hasil pengelolaan ini terbuang secara cuma-cuma,” ujar Prof Yuli. 

Tanpa pengelolaan yang tepat, jumlah ini tentu sangat berpotensi mencemari lingkungan. Aroma asam menyengat dari kulit kopi fermentasi kerap dikeluhkan warga sekitar dan pengendara yang melintas. Kondisi ini diperparah saat musim hujan karena limbah mudah terbawa air dan mencemari tanah pertanian dan saluran air warga.

Melalui program Dospulkam, limbah kulit kopi tersebut kini diolah menjadi pakan mash (tepung halus) berkualitas untuk kambing. Proses pengolahannya cukup sederhana: kulit kopi dikeringkan secara alami di bawah sinar matahari hingga kadar airnya menurun, kemudian digiling menggunakan mesin grinder hingga berbentuk mash. 

Produk akhir ini digunakan sebagai campuran pakan kambing, menggantikan sebagian kebutuhan pakan tambahan seperti konsentrat yang harganya lebih mahal. Peternak cukup memberikan pakan kulit kopi ini secara bergantian dengan hijauan.

“Dari sisi nutrisi, kulit kopi kering memiliki kandungan serat kasar dan energi yang cukup baik untuk pakan ruminansia, khususnya kambing,” jelas Prof Yuli.

Uji coba di lapangan juga menunjukkan kambing tetap mau mengonsumsi pakan mash ini, tidak menunjukkan penurunan nafsu makan, bahkan bobot badan tetap naik secara normal. Kandungan serat dalam kulit kopi membantu fermentasi rumen, meski tetap diperlukan pengaturan dosis agar tidak melebihi ambang batas serat kasar dalam ransum.

Tidak hanya berdampak pada peternakan, program ini juga membawa manfaat lingkungan. Volume limbah kulit kopi di desa mulai berkurang, bau menyengat pun tidak lagi tercium sekuat sebelumnya. Selain itu, risiko pencemaran air dan tanah akibat limbah kopi dapat ditekan. 

“Ini menjadi bukti bahwa pengelolaan limbah berbasis ekonomi sirkular dapat menciptakan nilai tambah sekaligus menyelesaikan masalah lingkungan,” tegasnya.

BUMDes Margamulya kini tengah mempersiapkan produksi pakan mash kulit kopi dalam skala lebih besar untuk memenuhi kebutuhan peternak di luar desa. Prof Yuli berharap, dukungan dari IPB University lewat Dospulkam ini bisa mendorong pengembangan teknologi pengolahan yang lebih efisien dan higienis. 

“Ke depan, Ciwidey ditargetkan menjadi desa percontohan pengolahan limbah kopi berkelanjutan di Indonesia, yang dapat ditiru oleh daerah penghasil kopi lainnya seperti Garut, Temanggung, atau Aceh Gayo,” tuturnya.

Dengan inovasi ini, limbah yang dulunya dianggap masalah kini berubah menjadi berkah bagi peternak dan lingkungan desa. Model bisnis ini juga membuka peluang ekonomi baru yang dapat meningkatkan pendapatan desa melalui produksi dan penjualan pakan berbahan kulit kopi. (*/Rz)