Kepala PPLH IPB University Tekankan Mitigasi Spasial Akibat Perubahan Tutupan Lahan di Sumatra
Kepala Pusat Pengembangan Ilmu Lingkungan (PPLH) IPB University, Dr Yudi Setiawan menegaskan bahwa bencana hidrometeorologi yang melanda Aceh, Sumatra Barat, dan Sumatra Utara menjadi peringatan serius akan meningkatnya risiko bencana di Pulau Sumatra.
Dalam LRI Talk #3 bertema “Bersama Menjaga Sumatra: Kolaborasi Mitigasi, Penegakan Hukum, dan Pemulihan Ekosistem untuk Menghadapi Bencana Hidrometeorologi”, Dr Yudi menekankan pentingnya memahami dinamika perubahan tutupan lahan dalam kaitannya dengan risiko kebencanaan.
“Bencana ini menjadi pembelajaran bagi kita semua bahwa manusia adalah bagian kecil dari sistem alam. Kita perlu bersikap arif dan berbasis ilmu pengetahuan dalam menyikapi kejadian bencana,” ujar Dr Yudi.
Ia menjelaskan bahwa selain faktor alam ekstrem seperti siklon tropis yang baru pertama kali melintasi wilayah Sumatra, perubahan tutupan lahan turut memperbesar dampak bencana. Dalam pendekatan hidrologi dan erosi, tutupan lahan menjadi faktor yang dapat dikendalikan manusia, berbeda dengan curah hujan atau karakter tanah.
“Dalam berbagai model hidrologi, tutupan lahan selalu menjadi variabel kunci. Hilangnya hutan atau perubahan vegetasi terbukti meningkatkan limpasan permukaan dan risiko banjir,” jelasnya.
Berdasarkan analisis data Kementerian Kehutanan periode 2003–2024, tim peneliti IPB University mencatat tren perubahan signifikan dari hutan menjadi nonhutan di tiga provinsi tersebut. Di Aceh, banyak kawasan hutan berubah menjadi perkebunan dan pertanian lahan kering. Sementara di Sumatra Utara dan Sumatra Barat, hutan lahan kering sekunder dan primer beralih menjadi hutan tanaman, perkebunan, semak belukar, hingga lahan terbuka.
Dr Yudi juga menyoroti bahwa perubahan tutupan lahan tidak selalu bersifat linear. “Dalam satu kawasan, vegetasi bisa hilang, terbuka, lalu tumbuh kembali. Pola dinamis ini penting dipahami, terutama ketika dikaitkan dengan kejadian cuaca ekstrem,” ungkapnya.
Untuk mendukung mitigasi, IPB University bersama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengembangkan sistem deteksi cepat perubahan tutupan vegetasi berbasis citra satelit yang mampu memantau perubahan hingga skala delapan harian. Sistem ini telah dimanfaatkan sebagai bagian dari peringatan dini kehilangan tutupan hutan, termasuk di wilayah Sumatra.
Sebagai rekomendasi, Dr Yudi menekankan perlunya rehabilitasi hulu daerah aliran sungai (DAS) dan kawasan riparian, pengetatan pembukaan hutan di zona rawan bencana, audit dan penataan perkebunan sawit, serta penguatan sistem peringatan dini terintegrasi.
“Ke depan, perencanaan tata ruang harus adaptif terhadap perubahan iklim dan berbasis risiko bencana agar kejadian serupa tidak terus berulang,” pungkasnya. (AS)
