Tim PKM IPB University Bantu Perempuan Penderita Mental Disorder dengan Mindfulness-Based Art Therapy

Tim PKM IPB University Bantu Perempuan Penderita Mental Disorder dengan Mindfulness-Based Art Therapy

tim-pkm-ipb-university-bantu-perempuan-penderita-mental-disorder-dengan-mindfulness-based-art-therapy
Berita / Pengabdian Masyarakat / Student Insight

Tim Program Kreativitas Mahasiswa bidang Pengabdian kepada Masyarakat (PKM-PM) IPB University meluncurkan program Soulrise. Program ini bertujuan untuk penguatan self resilience dan stabilitas emosional para perempuan penderita mental disorder.

Ketua tim, Rut Kristin Situmorang, mengungkapkan bahwa gagasan ini lahir dari keprihatinannya menyaksikan kasus gangguan mental di Indonesia yang terus meningkat, terutama pada perempuan. 

“Saat tim berkunjung ke YPKKSB (Yayasan Pembina Kesejahteraan Keluarga Semplak Bogor), kami menemukan 23 perempuan dengan mental disorder, sebagian besar dipicu masalah rumah tangga dan trauma emosional,” jelasnya. 

Dari keresahan tersebut, ia dan tim merancang Soulrise untuk memperkuat self-resilience melalui pendekatan humanis dan aplikatif. Program ini dilakukan dengan pendekatan Mindfulness-Based Art Therapy (MBAT). 

Rut membeberkan, “Metode ini menggabungkan mindfulness yang membantu peserta lebih sadar pada momen kini, serta art therapy yang memberi ruang ekspresi emosi yang sulit diungkapkan dengan kata-kata.”

“Penelitian menunjukkan MBAT efektif menurunkan gejala depresi, sehingga relevan diterapkan di YPKKSB,” lanjutnya.

Lebih jauh, program ini terdiri dari tiga tahap, yaitu Soul 1: Awakening the Self, Soul 2: Transforming Emotions, dan Soul 3: Empowering the Soul, dengan delapan sesi inti. Kegiatan meliputi meditasi, menggambar, mewarnai mandala, hingga kerajinan tangan dan menanam tanaman. Program ditutup dengan SoulShowcase, pameran karya seni peserta.

Menurut Rut, tantangan terbesar adalah membangun kepercayaan dengan penerima manfaat. Beberapa peserta masih menyimpan trauma mendalam sehingga sulit terbuka. Selain itu, kondisi mental yang fluktuatif membuat partisipasi berbeda setiap sesi. 

“Dengan kesabaran, konsistensi, serta dukungan pengurus YPKKSB, tantangan ini bisa diatasi,” terangnya.

Meski masih berlangsung, dampak positif mulai terlihat. Peserta menjadi lebih tenang, mampu mengekspresikan diri melalui seni, dan lebih terlibat secara sosial. “Beberapa bahkan lebih percaya diri menampilkan karya mereka. Kami juga melihat terbentuknya rasa kebersamaan yang saling mendukung,” tambah Rut.

Selain Rut, tim Soulrise terdiri atas Cahya Ardi Saputra dan Nadira Alifia Rahmayani (Teknik Industri Pertanian), Fahri Akbar Kuswanto (Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat), Karina Mulyaningsih (Teknologi Hasil Perairan). Program ini dengan bimbingan Dr Defina, dosen Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia (Fema) IPB University.

Tim berharap Soulrise dapat berlanjut di luar program PKM. “Kami sudah menyiapkan buku pedoman, modul, dan buku saku agar kegiatan bisa diteruskan. Harapannya, model ini dapat direplikasi di lembaga lain dan mendapat dukungan pemerintah, sehingga menjadi kontribusi nyata mahasiswa dalam memperkuat kesehatan mental perempuan Indonesia,” tandasnya. (Fj)