Mahasiswa IPB University Pelajari Strategi Suku Baduy Luar Hadapi Serbuan Gawai dan Teknologi

Mahasiswa IPB University Pelajari Strategi Suku Baduy Luar Hadapi Serbuan Gawai dan Teknologi

mahasiswa-ipb-university-pelajari-strategi-suku-baduy-luar-hadapi-serbuan-gawai-dan-teknologi
Berita / Pengabdian Masyarakat

Perkembangan teknologi khususnya gawai telah merambah ke hampir seluruh pelosok negeri. Di perkotaan, gawai menjadi bagian tak terpisahkan dari rutinitas sehari-hari mulai belajar, hiburan hingga berelasi. 

Namun, masyarakat adat Baduy Luar menghadirkan potret dari sudut yang berbeda. Mereka tidak sepenuhnya menolak gawai tetapi menempatkan keluarga sebagai benteng pertama dalam menjaga generasi muda agar tidak tenggelam mendalam dalam perkembangan gawai dan teknologi.

Melalui Rihlah Ilmiah mata kuliah Keluarga dan Pembangunan bersama Guru Besar Ilmu Keluarga IPB University, Prof Euis Sunarti, fenomena ini terlihat dalam kehidupan keluarga Baduy Luar. 

“Seorang ibu muda masih menemani anak balitanya bermain peran sederhana dengan karakter hewan,” ungkap Muhamad Fikri Maulana, mahasiswa Program Studi Doktor Ilmu Keluarga IPB University yang turut serta. 

Anak-anak lain juga terlihat asyik bermain mobil-mobilan, mainan manual dari kayu pohon tanpa teralihkan oleh layar gawai. Lahan lapang di depan rumah pun masih difungsikan sebagai arena bermain bola. 

Potret ini, sebut Fikri, menyiratkan pesan kuat. “Masa kanak-kanak di Baduy Luar masih diisi dengan aktivitas nyata bukan terpaku pada gawai semata,” ucapnya.

Sementara itu, Fikri menemukan pola berbeda dengan yang terjadi pada generasi remaja Baduy Luar. Ketika usia beranjak belasan tahun, mereka mulai asyik dan tertarik dengan gawai. Tidak jarang remaja Baduy Luar menggunakan gawai untuk “mabar” (main game bareng) atau menonton video kelakar. 

Padahal, para orang tua menggunakan gawai secara fungsional misal untuk berdagang dan berkomunikasi. Jarang sekali mereka terjerumus dalam dunia maya secara berlebihan. 

Fikri bertutur, perbedaan ini menegaskan adanya garis batas yang dijaga keluarga, yakni anak-anak diarahkan menikmati dunia nyata sementara orang tua mulai bersentuhan dengan gawai sesuai kebutuhan walaupun remaja sudah mulai terlena.

“Disinilah pentingnya pendidikan adat berbasis keluarga. Orang tua Baduy Luar tidak hanya memberikan nasihat tetapi juga menghadirkan teladan,” sebutnya.

Anak-anak, lanjutnya, belajar melalui teladan nyata: melihat orang tua ke ladang, menenun, menjalankan fungsi keluarga dan berinteraksi dengan sanak famili dan pelancong dari penjuru negeri. Nilai gotong royong, kesederhanaan dan penghormatan pada adat diwariskan secara alami melalui teladan sehari-hari. 

“Melalui cara ini, internalisasi nilai-nilai tidak hanya bersifat kognitif, melainkan afektif juga spiritual,” simpul Fikri.

Menurut dia, pendidikan adat berbasis keluarga ini menjadi benteng sunyi suku Baduy dalam menghadapi serbuan gawai. Mereka tidak bising dengan larangan keras melainkan hadir melalui teladan hidup sehari-hari. 

“Orang tua menata ruang tumbuh anak agar tetap bersentuhan dengan adat, ladang, permainan sederhana dan relasi sosial yang erat. Walaupun remaja mulai terlena dengan gawai dan dunia maya, nilai dasar yang sudah ditanamkan sejak dini diharapkan menjadi filter dalam penggunaan teknologi,” ulasnya.

Bagaimanapun, tantangan tetap menghadang. Tidak ada jaminan generasi muda Baduy Luar akan selamanya mampu menahan gempuran gawai dan teknologi digital. Perkembangan zaman membuat batas adat kian lentur dan daya tarik gawai semakin kuat. 

Meski demikian, Fikri berpandangan strategi pendidikan adat berbasis keluarga memberikan petuah hikmah bahwa keluarga harus menjadi benteng utama dalam menginternalisasikan nilai-nilai agar anak-anak tidak tenggelam mendalam dalam pusaran gawai dan teknologi.

“Mari belajar dari Baduy Luar, pendidikan tidak harus selalu kurikulum formal, tetapi juga tentang keteladanan, kesederhanaan, dan kelekatan emosional dalam keluarga,” pesannya. 

Di tengah dunia yang semakin “maya”, Prof Euis Sunarti yang juga Guru Besar Fakultas Ekologi Manusia (Fema) IPB University juga menegaskan peran vital keluarga dalam membentuk karakter generasi muda. 

“Keluarga tetap harus memegang peran viral sebagai ruang utama dan pertama dalam membentuk karakter generasi muda. Bagi masyarakat adat Baduy, keluarga adalah benteng sunyi yang menjaga kesakralan tradisi dari serbuan gawai dan teknologi,” tandasnya. (*/Rz)