Dairy Boost: Inovasi Tim PKM IPB University, Efektif Tingkatkan Produksi Susu Hingga 30 Persen

Dairy Boost: Inovasi Tim PKM IPB University, Efektif Tingkatkan Produksi Susu Hingga 30 Persen

Dairy Boost: Inovasi Tim PKM IPB University, Efektif Tingkatkan Produksi Susu Hingga 30 Persen
Berita / Student Insight

Tim Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) dari IPB University menghadirkan inovasi Dairy Boost, sebuah produk feed additive berbahan dasar ekstrak daun katuk, kunyit, dan mineral proteinat yang dikembangkan menggunakan teknologi nanoenkapsulasi.

Produk ini dirancang untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas produksi susu sapi perah, sekaligus menjaga kesehatan ambing (kelenjar susu) dan membantu mengurangi ketergantungan pada produk susu impor.

Saffanah Noor Faradisa, perwakilan tim mengungkap alasan di balik terciptanya Dairy Boost. Produk ini, sebutnya, berangkat dari permasalahan rendahnya produktivitas susu sapi perah di Indonesia.

“Saat ini, sekitar 78 persen kebutuhan susu di dalam negeri masih harus dipenuhi melalui impor. Tak hanya itu, penyakit mastitis subklinis serta kualitas pakan yang terbatas turut menjadi faktor penghambat peningkatan produksi susu,” ungkapnya.

Saffanah menyebut, hasil uji laboratorium menunjukkan hasil yang menjanjikan. Penggunaan Dairy Boost mampu meningkatkan produksi susu hingga 30 persen, serta menunjukkan aktivitas antibakteri terhadap bakteri penyebab mastitis subklinis melalui uji zona hambat.

Pemilihan bahan dasar daun katuk dan kunyit bukan tanpa alasan. Daun katuk mengandung senyawa aktif seperti terpenoid yang merangsang kelenjar susu. Kunyit dikenal memiliki sifat galactogogue serta kandungan kurkumin yang bersifat antibakteri terhadap penyebab mastitis. Sementara mineral Zn dan Se proteinat berperan menjaga sistem imun dan memperkuat stabilitas membran ambing.

Menariknya, tim memilih bagian daun katuk dan kunyit yang sudah tua yang umumnya tidak dikonsumsi manusia sehingga tidak menimbulkan konflik dengan ketersediaan bahan pangan. Hal ini menjadikan Dairy Boost sebagai produk yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.

Saffanah mengaku, salah satu tantangan utama dalam pakan ternak adalah terdegradasinya senyawa aktif di lambung sapi, khususnya di bagian rumen yang merupakan kompartemen pencernaan pertama. “Di sinilah teknologi nanoenkapsulasi memainkan peranan penting,” seru Saffanah.

“Teknologi ini memungkinkan senyawa aktif dari daun katuk dan kunyit terlindungi dari degradasi mikroba rumen. Partikel nano akan melindungi senyawa hingga mencapai usus halus, tempat penyerapan nutrien secara optimal terjadi,” urainya.

Selain itu, dengan memanfaatkan interaksi antara kitosan bermuatan positif dan sodium tripolyphosphate bermuatan negatif, lapisan nano yang terbentuk tidak hanya melindungi senyawa dari pH dan enzim, tetapi juga meningkatkan bioavailabilitas senyawa bioaktif. Hasilnya, efektivitas senyawa meningkat, dan manfaat terhadap kesehatan sapi lebih terasa.

Bersama rekan setimnya, Saffanah yakin produk ini memiliki potensi besar untuk dikomersialisasikan. Dengan harga jual Rp35.000 per 200 gram dan dosis harian hanya 20 gram per ekor, peningkatan produksi susu memberikan tambahan pendapatan sekitar Rp17.500 per ekor per hari bagi peternak.

“Dairy Boost bukan hanya efisien secara ekonomi, tapi juga memberdayakan peternak lokal,” tambahnya.

Ke depan, Dairy Boost akan diarahkan menuju hilirisasi dan produksi skala industri. Tim berencana menggandeng industri dan bekerja sama dengan petani lokal. Selain itu, publikasi ilmiah akan dilakukan guna memperkuat kredibilitas dan kepercayaan publik terhadap produk ini.

“Kami ingin mendukung peternak lokal dalam menerapkan teknologi pakan yang ramah lingkungan dan efisien. Melalui Dairy Boost, kami berharap dapat memberikan kontribusi nyata melalui peningkatan produksi susu yang berkelanjutan,” tutupnya. (AS)