Adopsi Konsep Gamifikasi, Trainscend Besutan Mahasiswa IPB University Bangun Harapan Baru Anak Samanggarai
Mahasiswa IPB University kembali memperlihatkan kepedulian nyata terhadap dunia pendidikan, khususnya bagi anak-anak prasejahtera melalui program Trainscend.
Mengadopsi konsep gamifikasi, program ini menghadirkan suasana belajar interaktif, seru, sekaligus penuh nilai. Inisiatif ini lahir dari tim Program Kreativitas Mahasiswa bidang Pengabdian Masyarakat (PKM-PM) yang bekerja sama dengan Komunitas Sahabat Anak Manggarai (Samanggarai), Jakarta.
Tujuannya sederhana namun bermakna: membantu anak-anak memperkuat konsep diri sekaligus menumbuhkan keberanian untuk bermimpi lebih jauh.
Program ini digawangi oleh Muhammad Nicky Mardani (Ilmu Teknologi Pangan/ITP) bersama timnya, yakni Novita Dwi Fitriani (ITP), Hanifah Nayla Safitri (ITP), Elis Purwanti (Ilmu Keluarga dan Konsumen/IKK), dan Fadilah Resti Kusuma (Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat). Mereka dibimbing oleh Prof Megawati Simanjuntak, dosen Departemen IKK yang berpengalaman di bidang pengembangan anak.
“Kami menggunakan pendekatan 4D-Quest, yakni discovery, dream, design, dan destiny sebagai kerangka utama kegiatan. Anak-anak Samanggarai kami ajak untuk menelusuri kekuatan diri, menyusun mimpi, merancang langkah sederhana, hingga mencoba aksi nyata,” kata Nicky, ketua tim.
Untuk mendampingi proses belajar, setiap anak menerima buku saku MyQuest, sebuah jurnal refleksi harian yang mendorong disiplin sekaligus membangun kebiasaan positif.
Lebih lanjut, Nicky mengurai, inti kegiatan Trainscend dibagi dalam tiga pilar: MyCore, MyFuel, dan MyConnection. MyCore berfokus pada pembentukan self-image. MyFuel menumbuhkan wawasan tentang ideal self dan profesi.Sementara MyConnection untuk mengasah kepedulian sosial dan lingkungan.
Puncak program ditandai dengan MyArrival, sebuah pertemuan hangat yang mempertemukan anak-anak dengan orang tua serta pengurus komunitas. Momen ini menjadi ruang berbagi hasil karya dan pencapaian, sekaligus menegaskan pentingnya dukungan keluarga dan lingkungan sekitar dalam perjalanan tumbuh kembang anak.
Nicky mengungkapkan bahwa selama rangkaian berlangsung, transformasi anak-anak terlihat jelas. Mereka yang awalnya pasif mulai percaya diri, berani berbicara di depan kelompok, hingga menyampaikan ide-ide kreatif. Suasana belajar berbasis permainan pun terbukti menciptakan ruang aman, penuh semangat, dan menyenangkan.
“Trainscend ingin membuktikan bahwa pendidikan tidak hanya tentang akademik, tetapi juga keberanian untuk bermimpi dan percaya pada diri sendiri,” tuturnya.
Anak-anak pun tampak antusias mengikuti setiap sesi. Mereka larut dalam permainan, menyusun puzzle kekuatan diri, hingga merancang poster cita-cita. Perlahan, yang semula ragu mulai tampil lebih terbuka, apalagi dengan adanya apresiasi sederhana yang diberikan tim sebagai motivasi tambahan.
“Kami berharap dari semangat ini bisa melahirkan lebih banyak inisiatif serupa di berbagai daerah, sehingga anak-anak prasejahtera mendapat kesempatan setara untuk menyiapkan masa depan,” harap Nicky.
Ke depan, ia dan tim berencana memperluas dampak melalui kolaborasi dengan lembaga pendidikan, komunitas lokal, hingga pemerintah. Harapannya, Trainscend bukan sekadar program sementara, melainkan gerakan berkelanjutan yang mampu menyalakan harapan baru bagi generasi muda. (*/Rz)

