Peneliti IPB University Kembangkan Enam Galur Sintetik Unggul Ulat Sutra Non-Murbei

Peneliti IPB University Kembangkan Enam Galur Sintetik Unggul Ulat Sutra Non-Murbei

Peneliti IPB University Kembangkan Enam Galur Sintetik Unggul Ulat Sutra Non-Murbei
Riset

Tim peneliti IPB University yang diketuai Prof Ronny Rachman Noor berhasil mengembangkan enam galur sintetik unggul ulat sutra non-murbei Samia cynthia ricini. Hal ini diharapkan mampu menjawab kebutuhan benang sutra nasional yang saat ini 95 persennya berasal dari impor.

“Tidak banyak yang tahu bahwa ketergantungan Indonesia akan benang sutra sangat besar. Indonesia hanya mampu memenuhi kebutuhan serat sutra nasional sebesar 5 persen saja dan kekurangannya sebesar 95 persen dipenuhi dari impor,” kata Prof Ronny.

Lebih rinci, produksi serat sutra alam di Indonesia baru mencapai sekitar 500 ton per tahun. Padahal, kebutuhan benang sutra alam di Indonesia setiap tahunnya mencapai sekitar 2.000 ton benang sutra mentah dan sekitar 2.500 ton benang sutra pintal.

Prof Ronny membeberkan, galur unggul ini memiliki produktivitas minimal dua kali lipat dari sutra alam yang ada, tahan terhadap suhu panas dan kelembapan rendah, serta dapat dipelihara dengan pakan daun singkong yang murah dan mudah didapat.

Enam Galur Sintetik Unggul
Galur sintetik yang diberi nama Jopati, Prasojo, Pasopati, dan Joglo ini memiliki karakteristik dan pola warna yang spesifik. Prof Ronny mengungkap, galur ini memiliki ketahanan terhadap stres lingkungan utamanya panas, sehingga sangat cocok untuk dipelihara di wilayah marjinal untuk menopang perekonomian masyarakat.

Selain itu, ada galur Progo dan Tawang Biru yang khusus dibentuk untuk dikembangkan di wilayah yang iklimnya optimal. 

Menurut Prof Ronny, salah satu keunikan galur unggul ulat sutra Samia ricini ini adalah wilayah pemeliharaannya yang sangat luas karena sumber pakannya adalah daun singkong dan daun jarak kepyar. Hal ini membuat galur tersebut sangat cocok untuk dikembangkan di seluruh wilayah di Indonesia dengan biaya pakan yang murah.

“Galur sintetik unggul yang dikembangkan produktivitasnya minimal dua kali lipat dari sutra alam yang ada dan menghasilkan serat sutra Samia cynthia ricini yang sangat unik yang penampilannya tidak mengkilap. Teksturnya yang unik sehingga dapat menjadi tren baru dalam industri fesyen,” ujar Prof Ronny.

“Di samping itu, galur unggul ini memiliki siklus hidup yang lebih pendek sehingga dapat mengurangi biaya pakan dan mortalitas yang lebih rendah jika dibandingkan dengan ulat sutra alam,” jelasnya.

Lebih Baik dari Ulat Sutra Murbei
Sebagai pakar genetika ekologi, Prof Ronny menyebut, galur sintetik ini dikembangkan dengan memanfaatkan gen-gen ketahanan terhadap stres dan mengombinasikannya dengan gen yang mengatur produktivitasnya. Kombinasi ini menghasilkan galur sintetik yang unggul dan tahan terhadap stres panas dan kekeringan serta dapat dipelihara dengan pakan 100% daun singkong.

“Berdasarkan penelitian kami, kokon ulat sutra Samia ricini ini mengandung serisin yang aktivitas bioaktifnya lebih baik jika dibandingkan dengan serisin yang dikandung oleh kokon ulat sutra murbei Bombyx mori,” lanjut Prof Ronny.

Ia mengatakan, zat aktif serisin Samia ricini ini kini sedang dalam proses pengembangan. Pengolahan dan pemanfaatannya untuk industri kecantikan dan kosmetik dapat membuat wajah glowing. Produk kesehatan lain yang dapat dihasilkan adalah penutup luka pasca operasi yang alami dan ramah lingkungan.

Dalam mengembangkan galur unggul ini, tim peneliti juga mengembangkan zero waste technology yang memanfaatkan pupa untuk biskuit bayi guna mencegah stunting serta untuk pakan ternak dan ikan. Di samping itu, sisa pakan, feses, dan urine diolah menjadi pupuk organik yang ramah lingkungan.

Kelompok peneliti sutra alam IPB University juga sudah mengembangkan teknologi serat sutra alam jenis Samia cyntia ricini. Langkah ini dilakukan untuk menghasilkan benang sutra yang panjang dan berkilau guna meningkatkan nilai jualnya. 

Mulai dari Kulon Progo dan Pasuruan
Galur unggul ini sudah disebarkan ke peternak sutra binaan di wilayah Kulon Progo dan Pasuruan sebagai daerah percontohan, bekerja sama dengan pemerintah setempat. Nantinya, tak menutup kemungkinan akan dikembangkan di berbagai wilayah di Indonesia.

“Dalam kurun waktu lima tahun ini, kami sudah membangun sistem kemitraan di antara peternak sutra di Pasuruan. Mulai dari pemeliharaan untuk menghasilkan benang sutra dan mengolahnya menjadi produk yang memiliki nilai tambah tinggi dengan menggunakan teknologi eco printing,” jelas Prof Ronny.

Ia optimis jika sudah dikembangkan di seluruh wilayah Indonesia, langkah ini akan dapat mengurangi ketergantungan Indonesia akan impor benang sutra yang tentunya dapat menghemat devisa. 

Selain itu, budi daya Samia ricini ini diharapkan dapat meningkatkan taraf hidup peternak yang tergabung dalam koperasi dengan memanfaatkan galur unggul yang telah dikembangkan. (*/Rz)