Dukung Swasembada Daging, Guru Besar IPB University Kembangkan Sistem Integrasi Sapi-Kelapa Sawit

Guru Besar Fakultas Peternakan IPB University, Prof Nahrowi, menegaskan bahwa sistem integrasi sapi dan kelapa sawit (SISKA) memiliki potensi besar dalam meningkatkan efisiensi penggunaan lahan dan mendukung swasembada daging nasional.
“Sistem integrasi sapi dan kelapa sawit adalah model pertanian terpadu yang menggabungkan usaha budi daya kelapa sawit dan peternakan dalam satu lahan,” jelas Prof Nahrowi dalam suatu podcast di kanal YouTube IPB TV.
Melalui sistem integrasi ini, efisiensi penggunaan lahan dapat meningkat. Jika sebelumnya lahan hanya dimanfaatkan untuk tanaman kelapa sawit saja, kini dengan menerapkan SISKA, lahan yang sama dapat digunakan juga untuk peternakan sapi.
Menurut Prof Nahrowi, sistem ini membawa keuntungan bagi dua pihak utama, yaitu peternak dan pekebun. “Peternak tidak perlu lagi membeli pakan, karena sapi bisa merumput di antara tegakan kelapa sawit.”
“Sementara, pekebun sawit dapat menghemat biaya pembelian herbisida, karena gulma di bawah pohon sawit akan dikonsumsi oleh sapi,” tambahnya.
Selain itu, integrasi ini juga membantu mengurangi penggunaan pupuk kimia. “Sisa pakan yang dikonsumsi sapi akan menghasilkan kotoran yang dapat menjadi pupuk alami bagi tanaman sawit,” ucapnya.
Sebagai Kepala Pusat Studi Hewan Tropika (Centras) IPB University, Prof Nahrowi juga mengungkapkan bagaimana sistem ini dapat membantu pencapaian swasembada sapi nasional.
Berdasarkan data, luas perkebunan sawit di Indonesia mencapai 16,8 juta hektare. “Jika setengah dari luas lahan tersebut digunakan untuk sistem SISKA, maka bisa menampung sekitar 8,4 juta ekor sapi. Dengan demikian, program ini dapat berkontribusi signifikan terhadap produksi daging nasional,” ungkapnya.
Saat ini, sistem integrasi ini telah diterapkan oleh salah satu alumni IPB University, Wahyu Darsono, di Kalimantan Selatan melalui PT Simbiosis Karya Agroindustri (SISKA Ranch).
“Model yang dikembangkan Pak Wahyu telah berjalan lebih dari enam tahun dan terbukti cocok untuk dikembangkan di kebun sawit,” kata Prof Nahrowi.
Sejauh ini, terdapat 58 klaster SISKA yang tersebar di Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, dan Riau. Untuk mendukung pengembangan lebih lanjut, IPB University berencana membangun miniatur sistem SISKA di IPB Jonggol Innovation Valley sebagai pusat pembelajaran dan penelitian.
“Dukungan dari berbagai pihak sangat diperlukan agar sistem ini bisa diterapkan secara luas. SISKA memiliki potensi yang besar untuk menjadi solusi dalam menciptakan usaha pertanian dan peternakan yang berkelanjutan,” tutur Prof Nahrowi. (dr)