Customer First vs Student First

Saat berkunjung ke Silicon Valley, Palo Alto, saya sempatkan berkunjung dan bertemu salah seorang Direktur Amazon Web Service (AWS), perusahaan global terkemuka di bawah Amazon Group. Awalnya, Amazon mengembangkan teknologi hanya untuk keperluan internal, seperti Amazon Simple Queue Service (SQS), Simple Storage Service (S3), dan Elastic Compute Cloud (EC2). Kemudian Sejak tahun 2006, AWS resmi diluncurkan untuk memberi layanan eksternal perusahaan bidang komputasi, penyimpanan data, jaringan, analitik, dst. Bahkan kini juga melayani pengembangan aplikasi untuk berbagai kegiatan, termasuk pertanian pintar.
Minggu lalu saya bertemu salah seorang direktur Rijk Zwaan di Westland. Rijk Zwaan adalah perusahaan keluarga yang bergerak di perbenihan sejak hampir 100 tahun lalu di Belanda. Dengan 40% pegawai bekerja di R&D, kini perusahaan benih ini masuk Top 5 di dunia dan telah menguasai sekitar 10% pangsa pasar di dunia.
Mengapa mereka sukses? Sang direktur AWS menjawab, “Customer first!” Direktur Rijk Zwaan menjawab, “People First”, yang menggeser orientasi profit semata menjadi peningkatan added value untuk pelanggan. Artinya AWS dan Rijk Zwaan berusaha untuk memprioritaskan kepuasan pelanggan dengan menciptakan pengalaman positif untuk pelanggan.
Semua inovasi demi kepuasan pelanggan. Semua untuk mempermudah pelanggan dalam semua urusannya. Mengutamakan pelanggan menjadi prinsip utama perusahaan. Karena itu penting untuk memahami kebutuhan pelanggan, sekaligus memprediksi kebutuhan pelanggan di masa depan.
Apakah prinsip AWS dan Rijk Zwaan relevan untuk perguruan tinggi seperti IPB? Kita bukan lembaga bisnis seperti mereka. Namun prinsip customer first patut dipertimbangkan, karena “core business” PT adalah menghasilkan lulusan unggul yang prosesnya memerlukan layanan prima. Meski mahasiswa tidak bisa sepenuhnya dianggap “customer”, karena mereka adalah mitra kolaborasi dalam proses pengembangan perguruan tinggi.
Yang jelas, mahasiswa harus mendapat pelayanan terbaik dalam proses pembelajarannya. Dengan demikian prinsip customer first perlu ditransformasikan menjadi prinsip “student first”. Dengan prinsip ini kita mesti mengutamakan mahasiswa, mementingkan mahasiswa, dan membuat mereka mengalami pengalaman positif hingga kebutuhan hari ini dan mendatang mereka terpenuhi.
Transformasi prinsip customer first menjadi student first dalam konteks IPB University diwujudkan melalui pengembangan kurikulum yang relevan, fleksibel, dan adaptif terhadap kebutuhan mahasiswa dan tantangan masa depan. Mahasiswa diposisikan sebagai mitra aktif dalam proses pembelajaran yang tidak hanya berfokus pada transfer pengetahuan, tetapi juga pada pengembangan karakter dan kapasitas diri (skillset building) serta daya saing global.
Hal ini tercermin dalam Kurikulum 2020 yang membuka ruang enrichment melalui jalur eksplorasi minat dan kompetensi lintas disiplin, serta sedang diperkuat dalam Kurikulum 2025 mendatang, yang menekankan integrasi teknologi, khususnya pemanfaatan kecerdasan artifisial (AI) dalam proses belajar mengajar.
Dengan pendekatan ini, student first di IPB tidak sekadar slogan, melainkan menjadi kerangka kerja institusional yang mendorong pembelajaran bermakna, berdampak, responsif, dan berorientasi masa depan (future practices).
Apa langkah konkrit lainnya? Kita memang belum sempurna, namun kita sudah berusaha untuk menjalankan prinsip student first ini. Setidaknya ada 11 layanan untuk mahasiswa yang telah kita kembangkan, yang mungkin saja menjadi pembeda dengan kampus lainnya.
Pertama, pada tahun pertama mahasiswa IPB mengikuti talent mapping sebagai bahan untuk arah pengembangan kemahasiswaan dan karir. Jadi pengembangan karir mahasiswa dilakukan sejak dini dan berbasis data.
Kedua, bagi mahasiswa yang tertarik berwirausaha, disediakan program kewirausahaan melalui One Village One CEO (OVOC), startup school, CEO school, young agripreneur camp, innopreneurship center, dan startup center. Kini, sebagian peserta program tersebut sudah menjadi eksportir produk pertanian ke manca negara. Kita juga menyediakan modal awal kompetitif bagi para mahasiswa peserta program tersebut.
Ketiga,mahasiswa juga wajib ikut pelatihan 7 Habits yang terinspirasi dari Buku Stephen Covey, agar mahasiswa memiliki jiwa proaktif dan pola pikir positif (growth mindset).
Keempat, super apps IPB Mobile tersedia bagi mahasiswa untuk memudahkan proses pembelajaran dan kehidupan kampus secara digital dengan fitur yang selalu berkembang. Ada juga aplikasi IPB Mobile untuk alumni serta orang tua agar orang tua bisa memantau putra-putrinya.
Kelima, disediakan 8500 akun gratis microcredentials, untuk menambah kompetensi mahasiswa dengan pengetahuan dan skill kekinian. Ini penting untuk merespons tren dunia tentang pentingnya microcredentials untuk karir mahasiswa.
Keenam, akun gratis zoom premium untuk seluruh mahasiswa (kecuali mahasiswa tahun pertama), yang memungkinkan mahasiswa melakukan kegiatan online dengan lebih baik.
Ketujuh, software microsoft office gratis untuk seluruh mahasiswa.
Kedelapan, Integrated Service Center (ISC) yang melayani 239 urusan akademik dan non akademik baik daring maupun non-daring.
Kesembilan, ada on boarding program bagi lulusan yang lebih enam bulan belum dapat kerja. Mereka dapat melakukan reskilling di kampus secara gratis.
Kesepuluh, program kepemimpinan melalui asrama kepemimpinan serta bersama HA IPB mengembangkan mentoring leaders, untuk mencetak calon-calon pemimpin.
Kesebelas, adanya kebijakan bahwa mahasiswa yang kurang mampu tidak boleh DO hanya gara-gara tidak mampu membayar UKT. Juga keberadaan YAPI HA IPB yang selalu peduli terhadap mahasiswa kurang mampu di IPB.
Lalu layanan apalagi yang penting untuk mahasiswa? Ada pepatah mengatakan: dosen biasa hanya bisa menyampaikan, dosen baik bisa menjelaskan, dan dosen hebat bisa menginspirasi.
Menginspirasi adalah menggerakkan mahasiswa untuk berpikir, belajar, dan melangkah untuk kemajuan. Mari terus tebarkan inspirasi untuk mahasiswa. Insipirasi bisa dengan kata-kata, tapi lebih baik dengan karya. Inilah sejatinya yang paling utama dalam prinsip student first.
Denhaag, 2 Mei 2025