Studi Prof Jonson Pakai Data Indraja, Ungkap Keterkaitan Variabilitas Iklim dan Produksi Perikanan di Indonesia

Studi Prof Jonson Pakai Data Indraja, Ungkap Keterkaitan Variabilitas Iklim dan Produksi Perikanan di Indonesia

studi-prof-jonson-pakai-data-indraja-ungkap-keterkaitan-variabilitas-iklim-dan-produksi-perikanan-di-indonesia-news
Berita

Prof Jonson Lumban Gaol, Guru Besar IPB University dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) memaparkan pentingnya penggunaan data penginderaan jauh (indraja) dalam memahami kondisi oseanografi dan kaitannya dengan hasil produksi perikanan di perairan Indonesia. Hal itu disampaikannya dalam konferensi ilmiah The 3rd International Operational Satellite Oceanography Symposium yang diadakan secara hybrid di Busan, Korea Selatan dan disponsori oleh NOAA, EUMETSAT dan KAOH. 

Sebagai anggota Scientific Programme Committee, Prof Jonson menjelaskan bagaimana kondisi oseanografi dideteksi menggunakan data penginderaan jauh oseanografi (thermal, ocean color, altimetri dan lainnya) untuk menunjukkan variabilitas iklim di perairan Indonesia. Ia juga memaparkan dampak variabilitas iklim tersebut terhadap oseanografi regional, seperti perubahan suhu permukaan laut, tinggi paras laut, arus laut dan kelimpahan fitoplankton.

“Variabilitas iklim ini secara signifikan mempengaruhi kelimpahan sumber daya ikan. Untuk menjelaskan variabilitas iklim, data time-series untuk parameter kondisi fisik dan biologi laut, suhu permukaan laut, tinggi paras laut dan kelimpahan fitoplankton sangat diperlukan. Sering kali, data kelautan in situ cukup terbatas dan sulit dicapai, sehingga data citra satelit hadir sebagai solusi untuk mengatasi masalah tersebut,” ujar Prof Jonson

Ia melanjutkan, perairan Indonesia sangat dipengaruhi oleh variabilitas iklim seperti monsoon, Indian Ocean Dipole (IOD) dan El Nino Southern Oscillation (ENSO). Ketiga variabilitas iklim ini berkaitan erat dengan proses upwelling. Upwelling merupakan fenomena oseanografi yang memainkan peran penting dalam perikanan di Indonesia. 

“Selama muson tenggara, upwelling terjadi di sepanjang wilayah selatan Jawa hingga Sulawesi, ini diamati dari anomali data suhu permukaan laut dan konsentrasi klorofil-a dari citra satelit. Kejadian ini ditandai dengan penurunan suhu permukaan laut yang signifikan. Hal serupa juga dapat dijumpai pada fase IOD positif,” jelas Prof Jonson

Studi yang dilakukan oleh Prof Jonson dan timnya kemudian dihubungkan dengan data produksi perikanan untuk memahami bagaimana perubahan iklim dapat mempengaruhi produktivitas perikanan di perairan Indonesia. Dalam temuannya, Prof Jonson mengungkap sebuah fakta menarik dalam sektor perikanan.

“Saat fase IOD positif di tahun 2019, terjadi peningkatan produksi perikanan karena intensnya upwelling di perairan Indonesia. Tingginya produksi ini tidak lantas menjadi berkah bagi nelayan, justru harga iklan menjadi anjlok sebab permintaan pasar cenderung stabil. Pada akhirnya, nelayan mengalami kerugian,” ungkap pakar penginderaan jauh kelautan IPB University ini.

Perikanan pelagis kecil memainkan peran penting dalam perekonomian nelayan di Indonesia. Harga ikan-ikan yang termasuk dalam kelompok ikan pelagis kecil sangat fluktuatif karena ketidakpastian produksi akibat variabilitas iklim. Sebagai contoh di Palabuhanratu, Prof Jonson melanjutkan, produksi ikan pelagis meningkat saat fase IOD positif, tetapi mengalami penurunan harga. Fenomena serupa dialami oleh nelayan lemuru di Selat Bali.

Seperti diketahui, selama 10 tahun terakhir, Pemerintah Indonesia telah mengambil langkah besar untuk menjawab tantangan global dalam meningkatkan pengelolaan perikanan di Indonesia. Mengingat luasnya kepulauan Indonesia, Pemerintah Indonesia menerapkan pendekatan berbasis zona dalam mengelola perikanan laut, yang dikenal sebagai Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP). 

Prof Jonson terus berupaya untuk memperluas pemahaman tentang variabilitas iklim dan dampaknya terhadap perikanan. Melalui kolaborasi lintas disiplin dan penelitian yang berkelanjutan, diharapkan kebijakan pengelolaan perikanan yang berkelanjutan dapat dirancang untuk menghadapi tantangan yang dihadapi oleh sektor perikanan di Indonesia. (RAT/Rz)