Dr Dimas Andrianto Terangkan Beragam Uji Khasiat Kosmetika In Vitro dan Pengembangannya

Dr Dimas Andrianto Terangkan Beragam Uji Khasiat Kosmetika In Vitro dan Pengembangannya

dr-dimas-andrianto-terangkan-beragam-uji-khasiat-kosmetika-in-vitro-dan-pengembangannya-news
Riset

Semakin tingginya minat masyarakat terhadap kesehatan kulit, industri kosmetika juga semakin gencar untuk mengembangkan teknologi kosmetika baru. Terlebih, kosmetika harus memiliki khasiat sesuai klaim yang perlu diuji kebenarannya.

Dosen IPB University dari Departemen Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), Dr Dimas Andrianto mengulik lebih dalam terkait teknik uji khasiat kosmetik in vitro dan pengembangannya. Sebagai pakar, risetnya berfokus pada pengembangan metode, baik analisis keamanan dan khasiat pada produk kosmetika maupun pemanfaatan biodiversitas untuk bahan baku kosmetika.

“Permasalahan kulit yang umum dikeluhkan masyarakat antara lain kerutan, bintik hitam atau hipermelanoma, pori-pori besar, bekas luka, jerawat dan mata panda. Permasalahan kulit ini dapat terjadi akibat berbagai faktor. Misalnya merokok dan polusi yang erat kaitannya dengan radikal bebas,” jelas Dr Dimas.

Ia menambahkan, radikal bebas melibatkan proses oksidasi sel-sel kulit. Selain itu, faktor genetik individu atau keragaman mikrobioma di dalam kulit, stress dan gaya hidup juga mempengaruhi kondisi kulit. Radiasi ultraviolet (UV) yang memapar kulit dapat menghasilkan oksigen radikal dalam bentuk superoksida dan peroksida.

“Kedua senyawa ini mengakibatkan reaksi stress oksidasi yang memengaruhi proses ekspresi gen. Aktivitas ini dianalisis secara in vitro untuk menguji khasiat kosmetika, terutama klaim khasiat antioksida,” ujarnya dalam Webinar Genomic Talk SGI Series ke-6 dengan topik ‘Microbioma pada Kulit: Teknik Uji Khasiat Kosmetik in vitro dan Pengembangannya’ yang digelar oleh Saraswanti Genomic Institute (17/03).

Peneliti Pusat Kajian Sains IPB University ini menjabarkan, uji antioksidan umumnya dapat dilakukan pada kosmetika oral maupun topikal. Mekanisme yang dapat dipilih seperti inhibisi oksidasi lipid, radical scavenging assay dan inhibisi advanced glycation end products (AGEs). Uji ini dilakukan pada produk kosmetik seperti krim pelembab, krim pencerah kulit dan tabir surya.

Selain uji antioksidan, lanjut Dr Dimas, uji Sun Protection Factor (SPF) juga diperlukan untuk produk krim tabir surya. Penentuan nilai SPF ini dilakukan secara in vitro dengan menggunakan spektrofotometer. “Uji khamir juga dilakukan untuk menguji nilai SPF pada produk tabir surya. Dipilihnya khamir sebagai media penguji karena sifatnya yang rentan terhadap paparan sinar UV,” lanjutnya.

Permasalahan kulit lain yang ditakuti adalah jerawat. Ia menjelaskan, mikroflora pada kulit umumnya dapat menyebabkan kulit berjerawat. Empat bakteri yakni Escherichia coli, Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis dan Propionibacterioum acnes merupakan indikator kesehatan kulit.

Terbentuknya biofilm pada kulit akibat bakteri tersebut dapat menyebabkan peradangan dan jerawat.  Pada kosmetik anti jerawat, dilakukan riset uji antibakteri untuk aktivitas anti jerawat terhadap empat bakteri. Misalnya pada ekstrak klindamisin dilakukan uji aktivitas mitokondria bakteri.

“Pengembangan pengujian kosmetika di masa depan akan lebih berfokus pada mikrobioma pada kulit dalam lingkungan dan gaya hidup yang beragam atau permasalahan kulit berdasarkan genetika akibat keragaman genetik di Indonesia,” tutupnya. (MW/Rz)