Konsumsi Pangan Olahan Indonesia Baru Capai 30 Persen

Konsumsi Pangan Olahan Indonesia Baru Capai 30 Persen

konsumsi-pangan-olahan-indonesia-baru-capai-30-persen-news
Berita

Indonesia tidak bisa menghentikan  konsumsi masyarakat terhadap pangan olahan. Industri pangan olahan akan naik terus tiap tahunnya. Namun yang perlu dilakukan adalah memastikan keamanan, keberlangsungan, ketersediaannya jangkauan masyarakat terhadap pangan olahan. Demikian disampaikan Prof. Nuri Andarwulan, Kepala Pusat Southeast Asian Food, Agricultural Science and Technology  (Seafast Center), Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) IPB university.

Dr. Nuri menyampaikan produk pangan segar dinilai kurang terjangkau dan terlokalisir. “Selain itu konsumsi produk pangan olahan Indonesia saat ini  masih 30 persen. Berada lebih sedikit di bawah Brazil yang 35 persen. Sementara negara maju sudah 50 sampai dengan  60 persen dari total konsumsi,” kata Dr. Nuri. Keberlanjutan pangan menjadi isu penting yang dibahas dalam 2nd SEAFAST International Seminar “Facing Future Challenge, Sustainable Food Safety, Quality and Nutrition”  in Conjunction with 1st International Seminar on Oil Palm “Strengthening Research, Competitiveness and Sustainability in Oil Palm Industry”.  Acara ini diselenggarakan oleh Seafast Center IPB University, di IPB International Convention Center (IICC), Bogor, pada 4 – 5 September 2019.

Lebih lanjut Prof. Nuri Andarwulan menyampaikan dalam seminar  ini dibahas terkait tantangan pangan yang berkelanjutan. Keberlanjutan pangan yang dibahas kali ini meliputi lingkup Indonesia dan keberlangsungan pangan di dunia. Tantangan yang harus dipikirkan para saintis adalah  tidak hanya ketersediaan pangan tapi human resourches. Diskusi mengarah kepada kompetensi human resourches  terkait sistem pangan yang tahan, aman dan berkelanjutan.

Dalam acara ini ada banyak riset terkait  ketersediaan, keamanan dan jangkauan masyarakat terhadap pangan. Selain itu, acara ini bekerjasama bersamaan dengan  Masyarakat Perkelapasawitan Indonesia, karena sawit sangat strategis. Indonesia sebagai penghasil  Crude Palm Oil (CPO) terbesar adalah fakta. “Namun di dalam acara ini  tidak hanya berpikir CPO di bagian hulu. Kita mendiskusikan tantangan palm oil dapat menjadi produk hilir yang punya nilai tambah tinggi,  banyak riset yang dishare dalam seminar ini. Selain itu dibahas terkait isu  kontaminan di dunia sawit menjadi barrier terhadap pedagangan, perusahaan harus memperhatikan, bagaimana mitigasinya,” ucapnya.

Harapan melalui acara ini implementasi keamanan pangan itu semakin meningkat di Indonesia. Selain itu diseminasi produk teknologi pangan yang dihasilkan   juga meningkat mutunya.

Ketua Panitia, Dr. Ing. Azis Boing Sitanggang, STP, MSc menyampaikan  poin penting dalam seminar ini adalah keberlanjutan seperti yang disebut Jurnal  Nature bahwa ada sembilan faktor di bumi  terkait  keberlangsungan kehidupan manusia. “Tiga faktor dari sembilan sudah rusak, yaitu keanekaragaman hayati, nitrogen circle dan perubahan iklim. Bicara kehidupan ke depan bagaimana untuk hidup  dengan layak, pangan memiliki peran penting,” kata Dr. Azis.
Lebih lanjut Dr. Aziz mengatakan, “Saya berharap melalui seminar ini akan dapat menumbuhkembangkan semangat dari para peneliti, dengan melihat perkembangan yang ada, ada network untuk menghasilkan inovasi mengatasi masalah bangsa. Harus ada partnership antara Academician, Business, Government dan Community.” Hadir pembicara dari Amerika, India dan Malaysia. (dh/ris)