IPB University Bersama Binus University Ajak Pengusaha Belajar Komunikasi Brand Online

Salah satu dari tridarma perguruan tinggi adalah Pengabdian kepada Masyarakat (PKM) dan setiap pengajar di perguruan tinggi perlu memasukkan kegiatan ini dalam portofolionya. Membagikan ilmu dan mengajarkan pengetahuan adalah bagian terpenting dari kegiatan pengabdian tersebut.
Menyadari pentingnya hal tersebut, IPB University bersama Binus University menggelar Pelatihan Komunikasi Brand Online yang Efektif untuk member Asosiasi Pengusaha Catfish Indonesia (APCI), Rabu (25/9) di Hotel Whiz Prime, Bogor. Kegiatan ini dalam rangka hibah Kemenristekdikti, Program Kemitraan Masyarakat diketuai oleh Amalia E. Maulana, PhD, staf pengajar Binus University dan anggotanya Dr Ir Irzal Effendi, MSi dan Cecilia Eny Indriastuti, SPi, MSi, dari IPB University.
Dalam sambutannya, Dr Irzal Effendi menjelaskan betapa pentingnya kerjasama antar universitas. Latarbelakang beliau di budidaya patin akan saling melengkapi dengan keahlian pemasaran dari pemateri Komunikasi Brand Online yaitu Amalia E. Maulana, PhD dari Binus University.
Ketua APCI, Ir Imza Hermawan menyambut baik kegiatan ini. Imza mengungkapkan, pelatihan tersebut sangat bermanfaat bagi para anggota khususnya para pengusaha yang berskala kecil dan menengah. “Pelatihan ini berguna untuk meningkatkan kesadaran pengusaha patin bahwa branding sudah menjadi sesuatu yang tidak bisa diabaikan. Revolusi Industri 4.0 menuntut pelaku usaha untuk beradaptasi melalui komunikasi online, satu cara yang tepat untuk memenangkan persaingan,” ujar Imza.
Sementara itu, Amalia E. Maulana selaku narasumber mengawali pembicaraannya dengan menyampaikan hasil penelitian ethnography-nya tentang ikan patin. Amalia mendapatkan temuan penting tentang kebingungan konsumen seputar ikan patin fillet yang beredar di pasar di Indonesia.
“Ini menjadi persoalan utama dalam pemasaran patin di pasar dalam negeri yang harus diselesaikan terlebih dahulu sebelum setiap anggota asosiasi mulai meningkatkan kegiatan komunikasi brand-nya secara online. Saat ini masih simpang siurnya penamaannya,” ungkap Amalia.
Hasil penelitian ini menyebutkan, saat ini konsumen kebingungan terhadap istilah patin, dori, dan pangasius yang dianggap konsumen sebagai jenis ikan yang berbeda-beda padahal intinya merujuk kepada ikan yang sama. Karenanya Amalia menegaskan, perlu kerja sama dari seluruh pihak yang berkepentingan, khususnya dari pihak asosiasi, pelaku usaha, pedagang dan Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia.
Untuk bisa memasarkan brand ikan patin secara online maka pengusaha butuh memahami media habit dan kebutuhan pada konsumennya. Menurutnya, cerita-cerita menarik seputar ikan patin fillet perlu digali oleh para pengusaha. The Power of Story terhadap ikan patin sangat penting dalam komunikasi online.
“Saat ini keberadaan perusahaan di dunia digital belum menjadi prioritas dan banyak pengusaha yang masih merasa gamang untuk berkomunikasi secara lebih baik dan tajam di media ini. Acara pelatihan ini menjadi moment yang baik untuk para pengusaha patin, khususnya yang kecil dan menengah untuk lebih berbenah terhadap tampilannya di dunia digital dan menjadi pemenang di hati konsumennya,” tutup Amalia. (Rz/ris)