Strategi Pakar IPB Menuju Swasembada Gula

Strategi Pakar IPB Menuju Swasembada Gula

strategi-pakar-ipb-menuju-swasembada-gula-news
Riset

Impor gula yang dari tahun ke tahun yang terus meningkat, mungkinkah negeri ini dapat mewujudkan swasembada gula? Hal ini dijawab gamblang pakar gula dari Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB), Dr. Purwono yang menjelaskan bahwa tidak akan terwujud swasembada gula kecuali apabila petani sejahtera terlebih dahulu.
 
Dr. Purwono menyampaikan berbagai permasalahan yang saat ini tengah dihadapi  petani tebu. Permasalahan yang kompleks tentunya menjadi penyebab lahirnya kebijakan impor yang secara perlahan membuat petani tebu melepas profesinya dan beralih menuju komoditas pertanian lain yang lebih menguntungkan. Pabrik gula BUMN (Badan Usaha Milik Negara) saja sudah banyak yang tutup karena lebih untung menanam jagung daripada bertanam tebu. Hal ini menyebabkan produksi gula pun  semakin kecil.
 
“Saat ini kondisi petani tebu tidak mendukung untuk meningkatkan produksi. Mulai dari komoditas tebu yang saat ini sudah kalah dengan padi dan jagung, dimana menanam padi dan jagung lebih menguntungkan dibandingkan menanam tebu. Wajar bila luas areal pertanian semakin berkurang karena banyaknya petani yang telah mengkonversikan lahannya,” terang Dr. Purwono sebagai tim independen komoditas tebu dari perguruan tinggi di bawah  Kementerian Pertanian RI.
 
Bukan hanya itu, permasalahan lainnya yakni kondisi pabrik yang sudah tidak memenuhi standar layaknya sebagai pabrik gula. Hal ini tentu akan berpengaruh terhadap  produksi gula yang akan diperoleh, yakni menurunkan mutu gula yang tidak sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI), sehingga harga gula akan turun dan merugikan petani.
 
Ditambah lagi, pasokan gula impor yang melimpah sehingga mau tidak mau gula petani menjadi kalah dan tidak mampu untuk bersaing. “Permasalahan impor kita itu adalah angkanya yang tidak sesuai dengan neraca kekurangan yang menyebabkan impor gula berlebih, sehingga harga gula petani menjadi turun. Impor itu bukan berarti dilarang, tetapi juga harus disesuaikan dengan kekurangan,” tambah beliau.

Dr. Purwono menjelaskan bahwa kesejahteraan petani merupakan pondasi awal dari upaya yang dapat dilakukan untuk mewujudkan swasembada gula. Tentunya kesejahteraan ini salah satunya  memberikan penjaminan sehingga petani tidak merasa khawatir ketika ada kemungkinan gagal panen atau jatuhnya harga komoditas tebu. Selain itu, dibutuhkan pula perbaikan kinerja pabrik dengan teknologi yang lebih maju. Peran pemerintah masih sangat penting, karena komoditi gula merupakan komoditi rakyat yang menyangkut hajat hidup orang banyak. (SMH/ris)