Walau Sudah Berusia, Petani Jepang Melek Teknologi

Walau Sudah Berusia, Petani Jepang Melek Teknologi

walau-sudah-berusia-petani-jepang-melek-teknologi-news
Berita

Indonesia harus mulai waspada tentang farmer is aging dimana petani, peternak dan nelayannya kini didominasi oleh pekerja yang sudah berusia lanjut. Jepang juga memiliki kondisi yang sama, hanya saja mereka selalu up date dengan teknologi. Jepang sudah memodernisasikan bidang pertaniannya.

“Meskipun sepuh, mereka tetap melek teknologi menggunakan internet of things, big data analytic, menggunakan drone, menggunakan sensoring. Umur bukan penghambat sejauh mereka melakukan produk inovasi. Di Indonesia yang seringkali menjadi persoalan bukan umur tetapi karena rendahnya pendidikan mereka,” ujar Dr. Arief Daryanto, Dekan Sekolah Vokasi (SV) Institut Pertanian Bogor (IPB) dalam Workshop Foresight Scenarios for The Dairy Sector in Indonesia: Past Experiences and Future Challanges to Design Sustainable Policies and Strategies di IPB International Convention Center, Bogor (4/12).

Oleh karena itu di sinilah letak peran SV IPB untuk menghasilkan petani, peternak, nelayan muda yang berpendidikan. Contoh, untuk peternakan sapi perah, sapi potong atau poultry itu tergolong komoditas yang high value. Komoditas yang bernilai tinggi itu penuh dengan risiko. 

“Kita harus juga ekspose kepada mahasiswa tentang comprehensive knowledge bahwa persoalan sapi ini tidak hanya memproduksi tetapi juga demand driven harus diperhatikan. From grass to glass, dari rumput ke gelas susu. Jadi harus komprehensif,” ucapnya.

Terkait produksi susu di Indonesia, Dr. Arief Daryanto mengatakan ada banyak strategi yang bisa dilakukan untuk meningkatkan produktivitas susu. Salah satunya dengan menambah populasi. Kita hanya mampu produksi 20 persen dari kebutuhan, sisanya impor. Sehingga populasi harus ditambah. Selain itu, suplai pakan yang kontinyu merupakan strategi lainnya untuk peningkatan produktivitas sehingga penanaman rumput hijau harus jadi prioritas. Dalam struktur usaha peternakan sapi perah, 65 persen produksi berasal dari pakan. Jadi pakan murah, harga susu pun murah,” imbuhnya.

Hal penting lainnya adalah perlu adanya konsolidasi antara mega farm dan small scale farm terkait sapi supaya tercipta horizontal integration. Konsolidasi ini memberikan kesempatan usaha kecil untuk mengelola bersama 50 sampai 100 sapi untuk menekan biaya produksi. 

Sementara itu, Rektor IPB, Dr. Arif Satria dalam sambutannya berharap produktivitas susu nasional mampu memenuhi kebutuhan masyarakat. Rektor juga  mendorong lahirnya start up-start up baru, lahirnya pengusaha pemula di bidang ini.

“Bagaimana desain perguruan tinggi untuk bisa mendorong lahirnya start up-star up baru pertanian dan peternakan sehingga pemain yang ada di bidang susu bukan pemain besar multinasional saja tetapi juga ada pemain kecil. Talent-talent ini yang akan kita cetak di sekolah Vokasi IPB,” imbuhnya.

Pada workshop hasil kerjasama IPB, CIRAD dan didukung oleh Kedutaan Prancis di Indonesia ini terungkap bahwa IPB dan CIRAD telah melakukan kerjasama riset sejak tahun 2013 mengenai perkembangan persusuan berkelanjutan. Berdasarkan kerjasama ini, riset lapang telah dilakukan untuk memahami lebih jauh mengenai dinamika, isu berkelanjutan dan peran koperasi pada rantai tata niaga di Indonesia.

Kolaborasi ini juga meningkatkan skill akademisi IPB dengan tercetaknya dua orang master dan satu doktor yang berhasil mempertahankan disertasinya di Montpellier (Prancis). Hal ini didukung oleh pernyataan Nicholas Gascoin dari Kedutaan Prancis yang menyampaikan bahwa Prancis memiliki beberapa model yang bisa dipelajari terkait pengembangan dairy sector di Indonesia. (dh/Zul)