Mahasiswa IPB Ciptakan Destilator Portable untuk Produksi Garam Anchor

Pertumbuhan impor garam di Indonesia terus mengalami kenaikan karena semakin bertambahnya kebutuhan garam lokal. Menurut data Badan Pusat Statistik tahun 2009-2012, kebutuhan garam nasional mencapai 2,5 – 3 juta ton per tahun, sedangkan pada tahun 2012-2015 mencapai 3 – 3,5 juta ton per tahun. Belum lagi belakangan ini terdapat isu krisis garam yang terjadi di Indonesia, sementara Indonesia merupakan negara maritim yang seharusnya dapat memenuhi kebutuhan garam lokal.
Berdasarkan hal tersebut, maka sekelompok mahasiswa dari Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, dan Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor (IPB) menciptakan alat destilator garam portable bertenaga listrik dari panel surya yang dapat mempercepat proses pembuatan garam dan membantu petani garam dalam meningkatkan produksi garam. Inovasi ini termasuk ke dalam Program Kreativitas Mahasiswa bagian Karsa Cipta (PKM-KC) 2018. Mereka adalah Intan Hafiza, Ahmad Nur Aziz, dan Meri Apriyani, dengan didampingi dosen pembimbing Dr. Akhiruddin Maddu, M.Si.
Alat ini terdiri dari dua bagian yaitu wadah destilator dan bagian supply daya. Bagian wadah destilator terdiri dari elemen pemanas atau heater, wadah air bersih hasil destilasi, kondensor yang berfungsi untuk mengubah uap menjadi air, dan roda yang berfungsi untuk mobilisasi alat. Sedangkan bagian supply daya terdiri dari panel surya, inverter yang berfungsi untuk mengubah arus DC menjadi AC, solar charge controller yang berfungsi untuk menstabilkan tegangan yang masuk ke dalam baterai agar baterai tidak cepat rusak, dan baterai untuk penyimpanan daya listrik, serta temperature controller untuk mengatur suhu destilator.
Panel surya adalah alat yang akan menangkap energi matahari untuk diubah menjadi energi listrik dan kemudian dialirkan ke dalam baterai melalui charge controller. Baterai akan menyimpan energi listrik tersebut dan selanjutnya dialirkan menuju inverter untuk diubah dari arus DC menjadi AC. Arus tersebut akan digunakan untuk memanaskan heater pada destilator. Heater akan memanaskan air laut di dalam wadah destilator yang akan mengalami penguapan, suhu air laut di dalam wadah destilator diatur sekitar 100°C. Uap akan mengalir ke atas melalui kondensor dan mengalami kondensasi menjadi air bersih yang ditampung di dalam wadah air bersih. Seiring berlangsungnya penguapan air laut akibat pemanasan dengan heater mengakibatkan kandungan air berkurang hingga mengering dan menghasilkan garam di dasar wadah destilator untuk kemudian dapat dipanen.
“Alat ini dapat menampung sebanyak 23 liter air laut untuk didestilasi. Untuk satu kali pengolahan air laut menjadi garam diperlukan waktu selama 6 jam pemanasan. Alat ini dapat bertahan dalam jangka waktu yang sangat lama, karena melihat dari daya pakai panel surya yang relatif sangat lama, yaitu berkisar antara 15-20 tahun. Cara penggunaan alat ini juga sangat mudah dan dirancang lebih sederhana dan portable. Selain itu, garam yang dihasilkan juga lebih bersih dan memiliki hasil sampingan berupa air bersih yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan. Kami berharap alat ini dapat meningkatkan efisiensi proses usaha petani garam di Indonesia, meningkatkan produksi garam nasional sehingga menjadi solusi alternatif dan memperbaiki masalah impor garam Indonesia,” ujar Intan. (WWM/Zul)