Para Akademisi IPB Usulkan Ada HET Khusus Beras Premium dan Evaluasi BPPAnchor

Para Akademisi IPB Usulkan Ada HET Khusus Beras Premium dan Evaluasi BPPAnchor

para-akademisi-ipb-usulkan-ada-het-khusus-beras-premium-dan-evaluasi-bppanchor-news
Berita

Para akademisi dari Departemen Agronomi dan Hortikultura (AGH), Fakultas Pertanian (Faperta) Institut Pertanian Bogor (IPB) berkumpul membahas kisruh beras premium. Mereka adalah Prof. Dr. Sudarsono, Dr. Sugiyanta, Dr. Purwono, Dr. Iskandar Lubis, Dr. Winarso D. Widodo, Dr. Asep Setiawan, Dr. Willy Bayuardi Suwarno, Dr. Deden D. Matra, Dr. Ahmad Junaedi dan Hafith Furqono, SP, M.Si. Hasil diskusi ini mereka sampaikan langsung dalam ‘AGH Meet the Press’, Selasa (25/7) malam di Kampus IPB Baranangsiang, Bogor.

“Poin pertama diskusi ini tujuannya untuk memberikan usulan kepada pemerintah untuk mencari kejernihan diantara kekeruhan. Poin kedua yang kami sampaikan merupakan klarifikasi nomenklatur perberasan,” ujar Dr. Sugiyanta yang juga Ketua Departemen AGH Faperta IPB.

Berikut kesimpulan dari diskusi para akademisi AGH IPB yang dimoderatori Guru Besar Tetap Fakultas Pertanian IPB, Prof. Sudarsono.

1.Klarifikasi tentang varietas padi yang saat ini banyak ditanam petani. Petani terbiasa menyebut semua padi tipe cere (padi indica yang gabahnya tidak berbulu Ryu) turunan dari varietas IR 64 (Ciherang, Mekongga, dan lain-lain)  dengan padi IR. Padahal varietas IR 64 sudah minim ditanam petani. Dahulu varietas IR 64 memang paling disukai petani. Namun, seiring berjalannya waktu ada yang namanya perbaikan varietas, dan menghasilkan turunan dari IR 64 yang menjadi varietas unggul baru seperti Inpari.

2.Tidak ada istilah pengoplosan dalam perberasan, yang ada adalah meracik beras. Dalam praktik perberasan, jarang ada pedagang yang menjual beras 100 persen murni berasal dari satu varietas. Yang umum diperjualbelikan dalam bisnis beras adalah racikan sejumlah  varietas padi dengan komposisi tertentu atau meracik  beras yang berasal dari berbagai lokasi panen. Kegiatan meracik beras asalkan memenuhi kelas mutu beras (berdasarkan Standard Nasional Indonesia atau SNI) yang diinginkan ini tidak melanggar ketentuan SNI. Dalam SNI tidak ada larangan meracik beras dari berbagai varietas lalu menjualnya, asalkan memenuhi syarat SNI.

3. Acuan kualitas beras ada dalam ketentuan SNI, yang membagi beras secara umum ke dalam beras medium dan premium. Racikan beras dari berbagai varietas asalkan memenuhi semua kriteria SNI beras premium akan dikelompokkan sebagai beras premium. Sebaliknya, jika hanya memenuhi SNI beras medium akan dikelompokkan sebagai beras medium.

4. Racikan beras medium yang diproses sehingga memenuhi kriteria SNI  beras premium juga dikelompokkan sebagai beras premium. Beras racikan yang  didapat kemudian dikemas dan diberi label pandan wangi (merk dagang bukan varietas pandan wangi) itu sah saja. Dalam aturan SNI tidak ada keharusan beras premium harus aromatik atau memiliki rasa tertentu, yang tidak dibolehkan adalah beras tersebut di-bleaching (diputihkan dengan zat kimia) dan ditambahkan bahan kimia berbahaya, itu akan melanggar SNI.

5. Perbedaan beras medium dan beras premium. Jika pedagang mencampur atau meracik beras dan hasilnya sesuai dengan SNI No. 6128, maka racikan beras tersebut bisa disebut sebagai beras premium. Beras premium harus memiliki kadar air maksimal 14 persen, derajat sosohnya harus 100 persen, beras butir utuh di atas 75 persen, beras kepala minimal 95 persen, beras utuhnya minimal 60 persen, campuran beras patahnya tidak boleh lebih dari 5 persen, dan tidak ada beras warna lain atau beras rusak.

6. Dari data Kementan, penjualan beras premium itu hanya 2,5 persen total perdagangan beras mencapai 40 juta ton per tahun. Omset negara terhadap perdagangan beras selama setahun adalah 40 juta ton dikali Rp 10 ribu (harga rata-rata penjualan beras), maka akan keluarlah angka Rp 400 trilyun. Jadi angka Rp. 400 T ini adalah total omset perdagangan beras nasional per tahun. Jika beras premium mengambil jatah 2,5 persen maka total omsetnya hanya Rp 10 trilyun per tahun.

 

Penetapan Harga Beras

7. Harga EceranTertinggi (HET) beras yang baru ditetapkan dalam Peraturan Kementerian Perdagangan (Permendag) tahun 2017 bersifat tunggal untuk semua jenis beras. Penetapan HET ini untuk lindungi konsumen dan memberi jaminan kepada produsen untuk mendapatkan keuntungan yang layak. 

8. Pertanyaan yang muncul apakah dasar perhitungan HET yang ditetapkan pemerintah  sudah menguntungkan semua pelaku industri beras. Hitungan untuk penentuan HET adalah Biaya Pokok Produksi (BPP) per kilogram ditambah keuntungan petani menjadi HPP. HPP ditambah margin tata niaga menjadi HET untuk beras curah (beras medium). Selisih antara HPP dan BPP adalah margin keuntungan petani dan antara HET dan HPP adalah margin keuntungan pebisnis beras. Penentuan BPP adalah ranah Kementan, HPP adalah ranah Kemenko dan HET adalah ranah Kemendag.

9. Biaya Pokok Produksi (BPP) seharusnya dihitung sebagai BPP yang wajar (real cost production), yang bisa ditentukan dalam bentuk rata-rata biaya dalam kondisi yang wajar dan menguntungkan. Penentuan BPP yang terlalu besar bisa menyebabkan margin keuntungan petani turun kalau HPP dibuat tetap. Sebaliknya, BPP yang terlalu rendah selain tidak mencerminkan kondisi real di lapangan, secara artifisial akan mendongkrak keuntungan petani. Oleh karena itu BPP harus secara berkala dievaluasi sehingga mencerminkan biaya yang wajar.

10. Untuk mendapatkan beras premium, ada biaya pengolahan untuk mencapai SNI, sehingga HET beras premium harus beda dengan HET beras medium.Sebagai contoh, ada satu kuintal gabah kering giling. Dari penggilingan itu ada penyusutan  dari gabah menjadi beras. Untuk mendapatkan kualitas premium, beras tersebut diolah lagi, disosoh beberapa kali hingga 100 persen sosoh, dan dikemas cantik. Selain itu, biasanya beras premium dijual di swalayan sehingga ada biaya pajak, konsinyasi dan transportasi. Dengan demikian selisih harga beras di supermarket dengan HET beras medium (harga jual supermarket dikurangi HET) tidak bisa dijadikan sebagai angka perhitungan keuntungan.Artinya ada biaya tambahan di atas HET untuk mendapatkan beras premium. Oleh karena itu HET beras premium harus lebih tinggi dari beras medium.

Terkait dengan usulan kepada pemerintah, akademisi Departemen AGH IPB akan mengusulkan yang pertama supaya ada HET yang berbeda untuk beras curah (kualitas medium) dan beras premium dan yang kedua supaya pemerintah (Kementan) untuk secara berkala melakukan evaluasi BPP. Karena kita melihat ada angka-angka penghitungan BPP yang digunakan Kementan harus disesuaikan dengan kondisi lapangan saat ini. Misalnya harga sewa lahan dan upah buruh.(zul)