Teknik Bayi Tabung Bisa Selamatkan Ikan Punah

Wakil Rektor Bidang Riset dan Kerjasama Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof. Dr. Anas Miftah Fauzi resmi membuka acara “International Conference on Aquaculture Biotechnology”, Rabu(12/10), di IPB International Convention Center (IICC), Bogor. Agenda yang rutin digelar setiap dua tahun sekali ini diselenggarakan oleh Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) IPB.
Kegiatan bertema "The Sinergy of Aquaculture Stakeholders to Strengthen the Independency, Sustainability and Environmentally Sound Fisheries and Marine Sectors" ini dihadiri oleh stakeholder seperti pengusaha, akademisi, peneliti, praktisi serta pengambil kebijakan pembangunan akuakultur baik nasional maupun internasional.
Konferensi yang mencakup status penelitian dan pengembangan terkini di bidang bioteknologi aquakultur ini menghadirkan pembicara utama, peneliti dari Tokyo University of Marine Science and Technology, Jepang, Prof. Dr. Goro Yosizaki. Ia mempresentasikan riset terkini terkait teknik penyimpanan sel bakal sperma dan telur yang mampu mempertahankan kualitasnya sehingga mampu ditransplantasikan pada ikan resipien untuk dikembangbiakan lebih lanjut seperti proses bayi tabung. “Teknik ini sangat membantu menyelamatkan ikan-ikan yang terancam punah,” ujarnya.
Selanjutnya Dr. Zhen Hu mengungkapkan bahwa akuaponik adalah tren terkini dari popularitas akuakultur sebagai kombinasi dari akuakultur dan hidroponik. Sebagaimana hasil risetnya di Shandong University, China, pemanfaatan nitrogen dalam sistem akuaponik dipengaruhi oleh jenis tanaman, suhu, aerasi, penambahan microelement serta peran bakteri nitrifikasi.
Sementara Prof. Dr. Ahmed H. Al Harby (King Abdul Aziz City for Science and Technology, Saudi Arabia) menyampaikan riset terkini tentang pemuliaan ikan untuk meningkatkan ketahanan terhadap penyakit. Persilangan ikan nila dari jenis Oreochromis niloticus dan Oreochromis aureus mampu menghasilkan ikan nila yang kebal terhadap penyakit dari bakteri Streptococcus inniae dan Streptococcus agalactiae, yang kerap menjadi masalah serius pada budidaya ikan nila.
Urgensi kesadaran peneliti, akuakulturis dan konsumen akan kehalalan produk ikan dari mulai proses produksi hingga tersaji di meja makan turut dibahas oleh Prof. Dr. Mohd. Salleh Kamarudin dari University Putra Malaysia. Hal ini terkait penerapan Good Aquaculture Practices (GAP) dari sudut pandang Islam, definisi halalan thoyyiban, hukum kehalalan pakan ikan dalam akuakultur, sumber najis dan kotoran beserta cara mendeteksinya.
Terakhir, peneliti dari Industri Evonik Singapura, Dr. Alexandros Samartzis memperkenalkan perangkat lunak penentu kebutuhan asam amino udang vaname berdasarkan parameter salinitas, padat tebar, sistem produksi dan frekuensi pemberian pakan. Keberadaan software ini sangat penting, mengingat minimnya literatur mengenai data tersebut.
Konferensi ini memaparkan 90 judul presentasi dari delapan negara, yakni Indonesia, Malaysia, China, Jepang, Saudi Arabia, Singapura, Mesir dan Mali. Beberapa poster hasil penelitian pun turut disajikan.***(Farliani)