Orasi Ilmiah Prof. Jimly Asshiddiqie di IPB

Dalam rangka Dies Natalis Institut Pertanian Bogor (IPB) ke-53, IPB menggelar Sidang Terbuka yang menghadirkan pakar hukum dari Universitas Indonesia (UI) yang juga Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH, di Graha Widya Wisuda, Kampus IPB Darmaga, Bogor, Rabu (5/10). Dalam kesempatan ini, Prof Jimly menyampaikan orasi ilmiah berjudul “Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, “The Constitution of Liberty, Konstitusi Pembebasan untuk Kreativitas dan Inovasi bagi Kemajuan Bangsa”.
Rektor IPB, Prof. Dr. Herry Suhardiyanto menyampaikan bahwa 53 tahun lalu, Presiden Republik Indonesia, Bung Karno memandang pentingnya pertanian.Untuk itu, Bung Karno memberikan jalan keluar yang visioner dengan mendirikan kampus IPB agar bangsa Indonesia menjadi bangsa mandiri akan pangan. Saat ini ketika tantangan semakin kuat, laju pertumbuhan penduduk semakin tinggi, sehingga volume kebutuhan pangan meningkat tajam, ditambah dengan laju konversi lahan pertanian semakin tinggi dan perubahan iklim, menyebabkan masalah tersendiri, hingga impor berbagai pangan semakin tinggi.
Untuk menjawab tantangan yang dihadapi bangsa, IPB terus berupaya dengan menciptakan inovasi sesuai budaya bangsa. Memperkuat hulu hilir produksi pertanian, menciptakan kemajuan pertanian, dan terus berinovasi untuk mewujudkan sistem pangan produksi nasional, salah satunya dengan meluncurkan satelit ketahanan pangan. Satelit ini dapat dimanfaatkan sebagai pengindraan jauh serta menghasilkan data awal yang lebih akurat.
Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, menyampaikan warga IPB harus bangga, menjadi salah satu Perguruan Tinggi terbaik di dunia bidang pertanian yang memiliki inovasi terbanyak. Namun yang lebih penting, ujarnya, riset harus dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.
Dikatakannya, semakin terbuka dan bebas iklim yang terbentuk dalam kehidupan masyarakat, hasrat dan kemampuan untuk berinovasi juga semakin berkembang. Bahkan dapat dikatakan, inovasi itu sendiri membutuhkan kebebasan. Jika kebebasan tidak tumbuh dan terbuka dalam kehidupan bersama, banyak kendala yang akan menghambat berkembangnya kreativitas dan inovasi.
Dalam masyarakat yang warganya dikenal sangat agamis, dalam arti sangat akrab dengan tradisi agama yang diyakini masing-masing, sikap umum warga sangat dipengaruhi oleh ajaran agama dan corak pemahaman keagamaannya masing-masing tentang kehidupan. Jika pemahaman keagamaan yang dianut seseorang tidak menimbulkan dorongan etos kerja yang produktif untuk kepentingan masyarakat luas, atau malah menyebabkan seseorang bersikap eksklusif dan menutup diri dari kehidupan nyata, maka sudah dapat diperkirakan bahwa budaya inovasi tidak akan berkembang atau setidaknya akan lamban perkembangannya. Demikian pula jika tradisi budaya feodal dan paternalistik yang diwarisi dari generasi ke generasi tidak mengalami perubahan, tentu perkembangan budaya inovasi akan terhambat. Budaya feodal tidak memberi ruang yang terbuka bagi kompetisi yang sehat dan bermutu dalam segala aspek kehidupan, sehingga inovasi di segala bidang kehidupan juga akan terhambat.(dh)