Dugong dan Habitatnya Butuh Perhatian Mendesak

Dugong dan Habitatnya Butuh Perhatian Mendesak

Simposium-dugong
Berita
Institut Pertanian Bogor (IPB), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) RI, WWF Indonesia, dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia  menggelar Simposium Nasional Dugong dan Habitat Lamun 2016. Acara bertajuk “Inisiatif Bersama untuk Pelestarian Populasi Dugong dan Habitat Lamun di Indonesia” ini digelar di IPB International Convention Center, Bogor (20-21/4).
 
Dirjen Pengelolaan Ruang Laut KKP RI, Agus Dermawan, M.Si menyampaikan bahwa ancaman terhadap populasi dugong terus meningkat, sehingga membutuhkan perhatian mendesak untuk sebuah upaya terpadu antara pihak yang terkait serta pendekatan model konservasinya.
 
Upaya pelestarian dugong dan habitatnya di Indonesia tidak hanya dilakukan oleh pemerintah, tetapi juga didukung oleh sejumlah lembaga internasional, seperti United Nation Environment Programme- Conservation  Migratory Species (UNEP-CMS) yang bekerjasama dengan Mohamed bin Zayed Species Conservation Fund (MbZ) melalui Program Dugong dan Seagrass Conservation Project (DSCP). DSCP merupakan program regional yang dilaksanakan di tujuh negara Indonesia, Malaysia, Srilanka, Mosambik, Madagaskar, Timor Leste dan Vanuatu.
 
Selain konservasi dugong, KKP RI juga mendorong daerah agar menginisiasi ekosistem padang lamun sebagai habitat kunci dugong untuk menjadi Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD).
 
Laju kerusakan lamun di Indonesia, khususnya padang lamun, juga berkontribusi terhadap meningkatnya ancaman terhadap kepunahan dugong.
 
Kepala Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Dirhamsyah, menyampaikan kondisi habitat lamun sangat mempengaruhi keberadaan dugong, sehingga penyebaran hewan ini terbatas pada kawasan pantai tempat tumbuhan lamun dapat berkembang. Habitat dugong perlu dijaga agar tidak mengancam populasi mamalia laut ini.
 
Direktur Coral Triangle WWF, Wawan Ridwan menyatakan minimnya data dan informasi sebaran populasi dugong dengan tingkat ancamannya menyebabkan otoritas pengelola sulit untuk menentukan prioritas rencana aksi konservasi. Karenanya, simposium ini menjadi dasar untuk memperoleh informasi dan status terkini untuk upaya konservasi ke depan.
 
Sementara itu, Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) IPB, Dr. Luky Adrianto mengatakan bahwa aksi konservasi terhadap dugong dan habitat lamun di Indonesia perlu dikaitkan dengan peran dan fungsi strategis lamun dalam menyediakan sumberdaya ikan secara berkelanjutan. "Di sanalah kita bisa berperan sebagai pioneer serta menggagas aksi konservasi yang lebih komprehensif dengan melibatkan nelayan dan pemangku kepentingan lain di kawasan pesisir, khususnya melalui Seagrass-Ecosystem Approach to Fisheries Manajement,” ujarnya.
 
Acara ini menghadirkan para ahli untuk bersama menyusun pedoman monitoring lamun dan dugong. Dalam seminar ini terdapat sekira 74 abstak terkait riset dugong dan lamun. (Dh)
 
Kontak : Prof. Luky Adrianto 08111106865