Menurut World Health Organization (WHO), penyakit-penyakit tidak menular (PTM) terutama penyakit Jantung Koroner (kardiovaskular), kanker, penyakit pernafasan kronis dan diabetes, merupakan pembunuh terbesar di dunia. Proses pembangunan ekonomi di seluruh dunia memicu transisi epidemiologi, transisi demografi dan transisi gizi.
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 menunjukkan adanya peningkatan prevalensi beberapa PTM di Indonesia dan adanya masalah gizi ganda, yakni kekurangan gizi sekaligus kelebihan gizi.
“Masalah gizi ganda (kekurangan dan kelebihan), salah satu dampaknya adalah meningkatnya penyakit degeneratif. Kelebihan gizi (obesitas) merupakan masalah gizi yang serius karena dapat meningkatkan stres oksidatif yang selanjutnya meningkatkan risiko PTM. Lemak viseral (lemak perut) merupakan risiko utama bagi penyakit terkait obesitas. Akumulasi lemak viseral berkontribusi terhadap pro-oksidan dan pro-inflamasi, dan juga menggangu metabolisme glukosa dan lipid,” ujar Prof. Dr.Ir. Evy Damayanthi, M.S dalam jumpa pers yang digelar Kantor Hukum, Humas dan Promosi di Ruang Sidang Akademik dan Pendidikan, Kampus IPB Darmaga (20/6).
Prof. Evy merupakan salah satu guru besar Institut Pertanian Bogor (IPB) yang akan menggelar Orasi Ilmiahnya esok (21/6) bersama dua Guru Besar IPB lainnya. Judul Orasi Prof. Evy adalah Komponen Fungsional Pangan, Gizi Seimbang dan Nutrigenomik untuk Mencegah Penyakit Tidak Menular Kronis di Indonesia.
Dalam proses metabolisme, selain dihasilkan energi, dihasilkan pula senyawa bersifat reaktif yang dapat merusak organ tubuh yang disebut radikal bebas. Upaya tubuh melawan reaksi oksidasi dilakukan oleh antioksidan endogen (misal vitamin dan enzim) dan antioksidan eksogen (dari pangan).
“Jika jumlah radikal bebas lebih banyak dari antioksidan, maka tubuh mengalami stres oksidatif. Stres ini dapat diperburuk dengan latihan akut (lari sprint), lanjut usia, atau kondisi klinis tertentu,” terangnya.
Salah satu cara menghambat terjadi radikal bebas adalah dengan meningkatkan asupan antioksidan eksogen dengan mengkonsumsi pangan fungsional. Menurut Prof. Evy, dari hasil evaluasi yang dilakukan peneliti terhadap ribuan hasil penelitian tentang upaya mencegah kanker, salah satu rekomendasinya adalah tidak merekomendasikan penggunaan suplemen dan lebih dianjurkan untuk mengkonsumsi pangan fungsional. Salah satunya adalah bekatul.
Prof. Evy menemukan formula yang tepat sehingga cita rasa bekatul bisa diterima masyarakat luas. Inovasi yang dilakukannya adalah membuat fraksi minyak bekatul yang memiliki aktivitas antioksidan tinggi dikemas dalam bentuk minuman.
Penelitian ini diawali dengan membuat empat formula minuman emulsi minyak bekatul berbeda. Dalam proses pembuatan keempat formula tersebut, Evy menyimpulkan, sugar ester sebagai emulsifier yang tepat untuk minuman minyak bekatul tersebut.
"Pemanis yang kami gunakan di sini adalah sukralosa, yaitu pemanis yang kandungan kalorinya nol kalori yang tidak dapat dicerna dan memiliki kemanisan 650 kali dibandingkan gula. Sehingga produk ini aman dikonsumsi penderita diabetes," urai Staf Pengajar Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia IPB itu.
Pemberian minuman emulsi minyak bekatul-cokelat sebanyak dua gelas setiap hari terhadap 12 orang dewasa obes selama 15 hari menunjukkan perbaikan profil lipid plasma orang dewasa obes. Terjadi penurunan secara nyata kadar kolesterol total sebesar 21,2 mg/dl (13%) dan k-LDL sebesar 18,7 mg/dl (18%), sedangkan kadar k-HDL dan trigliserida tidak berubah.
Uji klinis yang dilakukan pada pasien (di RS Dharmais) dengan kista payudara menunjukkan bahwa pemberian minuman tinggi antioksidan berupa jus tomat 2 gelas/hari selama 2 minggu dan dilanjutkan dengan minuman bubuk bekatul 2 gelas/hari selama 2 minggu memberikan hasil kadar likopen plasma meningkat setelah mengonsumsi jus tomat, sedangkan kadar α-tokoferol plasma menurun pada kelompok kista setelah mengonsumsi minuman bekatul.
“Diduga asupan α-tokoferol digunakan untuk perbaikan sehingga mengecilkan ukuran lesi kista. Pada lesi kista payudara kanan responden terjadi pengecilan ukuran secara nyata yaitu dari 11,4 + 6,2 mm menjadi 8,06 + 5,37 mm (1,91+2,2 mm),” ujarnya.
Beberapa pangan fungsional yang telah diteliti oleh Prof. Evy selama beberapa tahun adalah bekatul (untuk jantung koroner karena terbukti bisa menurunkan kolesterol), teh (teh hitam, teh murbei dan teh hijau dengan senyawa katekin, thearubigin, theaflavin dan fenol yang dimiliki teh dapat mencegah diabetes), tomat (senyawa likopen yang dimiliki bisa membantu mengobati kista payudara), keju rendah lemak yang dikembangkan dengan menambahkan minyak jagung atau minyak bekatul ini secara nyata bisa menurunkan kadar k-LDL dan menurunkan kolesterol total 21%.
“Dan dari semua sampel uji tidak menunjukkan aktivitas penghambatan proliferasi terhadap sel normal limfosit manusia dan sel normal L-929. Artinya mengkonsumsi pangan fungsional selain mencegah dan mengobati PTM kronis juga aman dikonsumsi karena tidak menggangu sel normal manusia,” terangnya.(zul)