IPB Sumbang Konsep Atasi Krisis Kedelai ke Kemenko Perekonomian
Menyikapi situasi kelangkaan dan kenaikan harga kedelai baru-baru ini, Direktorat Riset dan Kajian Strategis (Dit RKS) IPB menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) “Kebijakan Harga Kedelai, Green Revolution dan Kesejahteraan Petani” Rabu (1/8). Acara yang digelar di Ruang Sidang Rektor Gedung Rektorat Andi Hakim Nasoetion Kampus IPB Dramaga Bogor ini, diawali dengan pengarahan oleh Wakil Rektor Bidang Riset dan Kerjasama IPB, Prof Dr Anas Miftah Fauzi.
Pada FGD ini dipaparkan empat topik oleh narasumber yang kompeten di bidangnya, yaitu “Kedaulatan Pangan” oleh Dr Arya H. Dharmawan, “Peningkatan Produktivitas Kedelai Melalui Pengembangan Varietas Baru Penyediaan Benih Bermutu dan Teknologi Budidaya” oleh Prof Dr Munif Ghulamahdi. Topik lainnya adalah “Diversivikasi Kacang-kacangan Lokal untuk Substitusi Kedelai” oleh Dr Arif Hartoyo, dan “Kebijakan dan Tataniaga Kedelai” oleh Dr Iman Sugema.
Dr Arya mengatakan, sebagaimana Badan Pusat Statistik bahwa data kebutuhan kedelai nasional pada tahun 2011 mencapai 2,4 juta ton, sedangkan produksi dalam negeri (di tahun yang sama), hanya 0,85 juta ton. Sehingga Indonesia sangat tergantung dari impor kedelai, khususnya dari Amerika Serikat (USA).
Sementara saat ini USA menghadapi siklus iklim 56 tahun, yang dampaknya berupa kekeringan, sehingga menurunkan produksi bahan pangan seperti kedelai. Selain itu, fakta persoalan global saat ini, yaitu isu green politic (cassava, soya, dll), yang dialihkannya bahan pangan untuk memenuhi kebutuhan bahan baku bahan bakar seperti biodisel.
Di sisi lain, persoalan di dalam negeri yang tidak dapat diselesaikan dengan intervensi teknologi meliputi terjadinya konversi lahan di Jawa sebesar 100.000 hektar per tahun, sehingga lahan budidaya semakin berkurang, dimana sebagian besar sentra produksi kedelai adalah di Pulau Jawa yang mencapai sekitar 70 persen. Terdapatkebijakan pemerintah terkait percepatan dan perluasan ekonomi yang mempercepat pula terjadinya konversi lahan di Pulau Jawa.
Adanya fakta ekonomi politik yang turut mempengaruhi seperti terbatasnya importir serta peran BULOG yang berkurang. DaniIsu-isu lainnya yang saling berkaitan seperti isu lingkungan, isu tata-kelola (governance) dan terjebaknya indonesia dalam “trade trap”.
“Untuk itu, dimensi penyelesaian permasalahan kenaikan bahan pangan seperti kedelai dibutuhkan affirmative action,” tandas Dr Arya yang menjadi pembicara pertama pada FGD yang dipandu Moderator Prof Dr Roedhy Poerwanto ini.
Solusi untuk permasalahan di atas, kata Dr Arif Hartoyo, sebenarnya sangat mudah dan dapat dilakukan peningkatan produksi kedelai dan penggunaan alternatif kacang-kacangan lokal sebagai substitusi kedelai, dimana aspek ekonomi politik yang menyertainya perlu dikaji.
“Salah satu jenis alternatif yang sedang dikembangkan adalah kacang komak yang banyak tumbuh di Jawa Timur, antara lain Probolinggo. Kacang komak merupakan sumber protein, tumbuh baik pada lahan marjinal, tidak perlu input produksi yg banyak. Sebagai contoh di NTB, kacang komak banyak digunakan jadi bahan baku tempe yang diterima oleh masyarakat. ” ujar Dr Arif.
Melengkapi diskusi, Prof Dr Munif Ghulamahdi mengatakan bahwa langkah pencapaian kecukupan produksi nasional dapat dilakukan dengan penggunaan varietas unggul, ketersediaan benih yang cukup, teknologi budidaya spesifik lokasi, areal tanam tersedia, dan fasilitas pemasaran. Salah satu pendekatan yang sedang dilakukan IPB adalah pemanfaatan lahan sub optimal, yaitu pasang surut tipe-C dan lahan kering ber-pH rendah.
Sementara Dr Iman Sugema bertutur bahwa importir produk pangan akan selalu mengupayakan jumlah impor pangan semakin besar dan meningkat baik jumlah dan macam. Dimana seharusnya lisensi impor tersebut hanya diberikan kepada negara atau badan usaha milik negara.
Pada bagian lain Dr Iman mengatakan perlunya revitalisasi pengelolaan stok pangan (termasuk kedelai, jagung, padi, dan sumber karbohidrat lainnya). Pasalnya, minyak dari jagung dan kedelai masih akan tetap dominan di negara maju.
FGD ini dihadiri oleh sekitar 40 peserta, yang meliputi staf pengajar dan wartawan.“Output FGD berupa rumusan dan naskah, akan disampaikan kepada Menko Ekuin,” pungkas Direktur RKS IPB Prof Dr Iskandar Zulkarnaen Siregar. (nm)