Saein : Alumni IPB Harus Cinta Petani

Saein : Alumni IPB Harus Cinta Petani

Berita

Laki-laki asal Probolinggo ini menjadi sarjana IPB sejak 1995. Setelah merasakan menjadi peneliti di Balai Penelitian Sukamandi selama 2 tahun dan melakukan penelitian di Pengalengan Banten Selatan, Saein  kembali ke kampung halaman untuk mengabdi dan meningkatkan harkat dan martabat petani di sekitarnya.

Berbekal sepeda ontel, Saein mengolah tanah milik keluarganya seluas 0,8 hektar. Saat musim panen hampir tiba, Saein selalu terjun langsung untuk memeriksa padinya.

Saein merogoh koceknya sendiri untuk membuat penelitian tentang pupuk dan padi organik yang cocok untuk wilayah Probolinggo. Upaya dan usaha dikerahkannya untuk meningkatkan kesejahteraan petani dikampungnya dengan menciptakan pertanian yang ramah lingkungan.

Saat ini, sudah ada sekitar 20 hektar sawah organik di Probolinggo. Dengan pertanian organik, ternyata bisa menghemat biaya produksi hingga 50%. Ilmu yang dihasilkannya bisa langsung diserap petani karena petani langsung melihat contoh keberhasilannya. Langsung aksi dan langsung praktek, sehingga orang langsung percaya.

Tak hanya pupuk dan pestisida organik yang berhasil diciptakannya, penerima penghargaan Kehati Award dan Liputan6 Award ini juga telah berhasil menciptakan varietas baru yang diberi nama Padi Mutiara. Varietas ini sangat menguntungkan petani karena bulirnya bagus dan rendemennya besar.

Sangat membanggakan, ilmu yang didapatkannya selama di IPB dapat bermanfaat kepada masyarakat dengan terus melakukan riset untuk kemandirian petani di sekelilingnya.

Kecintaan Saein kepada Petani

Dihadapan sekitar 600 calon wisudawan IPB, Saein menceritakan kecintaannya kepada petani. Saein mendaftar ke IPB karena dipengaruhi kehidupannya sewaktu kecil. Ia lahir dan dibesarkan dari keluarga petani yang biasa bergelut dengan kesulitan hidup. Pada tahun 70-an terjadi ledakan hama wereng coklat yang menyebabkan kegagalan panen di sebagian wilayah Indonesia, termasuk lahan garapan orangtuanya. Karena gagal panen, sampai-sampai tidak bisa menyediakan beras untuk keluarga selama setahun penuh.

“Kami hanya makan nasi jagung dan nasi singkong. Kondisi tersebut mempengaruhi saya dalam memilih jurusan yakni Ilmu Hama dan Penyakit Tanaman di IPB. Mungkin ini bukan jurusan yang dianggap popular. Bagi saya bukan masalah karena cocok dengan apa yang saya rencanakan. September 1995 diwisuda, dapat IPK lumayan 3,01. Tidak berapa lama saya diminta untuk membantu kegiatan penelitian di Balai Penelitian Sukamandi di kelompok penelitian hama tumbuhan. Saya merasa kurang cocok bekerja di lembaga penelitian yang hanya sebatas laboratorium, rumah kaca, perpustakaan, lahan penelitian dan percobaan dan jauh dari masyarakat,” terangnya saat menjadi narasumber dalam pembekalan pra wisuda di Auditorium Andi Hakim Nasoetion (25/7).

Melakukan tugas penelitian hama dan penyakit yang mungkin hanya itu-itu saja serta tidak ada aspek lain yang diteliti. Dan yang lebih prinsip lagi adalah tidak tahu kapan hasil penelitian itu akan sampai ke masyarakat membuatnya berpikir ulang mengenai karir yang akan ditempuhnya.

Tak sedikit penelitian unggul yang tidak sampai kepada masyarakat karena banyaknya benturan birokrasi dan kebijakan yang kurang mendukung. Akhirnya Saein memutuskan kembali ke desa karena menurutnya kondisi desa lebih tenang dan lebih mudah menyusun langkah-langkah berikutnya.

“Saya menggarap lahan sawah dan tegalan milik orangtua yang hanya seluas 0,8 hektar. Lahan itu saya garap sekaligus sebagai lahan percobaan untuk penelitian dan pengamatan. Saya coba catat apa yang ditemukan dan disampaikan kepada saudara-saudara, petani, di sekitar saya. Penelitian dilakukan dengan istilahnya menyisihkan biaya usaha tani untuk percobaan, tidak ada anggaran khusus untuk percobaan. Aspek yang diteliti adalah berfokus kepada teknologi pertanian yang ramah lingkungan agar bisa ditiru dan dikembangkan ditengah masyarakat,” ujarnya.

Selain mengelola lahan dan melakukan penelitian, Saein juga terlibat dalam kegiatan sosial kemasyarakatan. Antara lain menjadi pengurus kelompok tani, setiap bulan mengadakan diskusi PHT dan kadang diundang baik di kegiatan forum pertanian maupun kegiatan diskusi ilmiah tentang pertanian serta melayani konsultasi masalah pertanian bagi masyarakat desa.

Tahun 2007 Saein menjadi tenaga penyuluh bantu atau kontrak di bawah badan penyuluhan Kabupaten Probolinggo dengan satu pertimbangan karena tugas-tugas yang diberikan bersinergi dengan apa yang dikerjakannya.

Dalam perjalanannya Saein juga mengalami hal-hal yang kurang mengenakkan seperti banyak cemoohan atau ungkapan tidak enak yang Saein terima. “Kamu pulang kampung mau ngapain, ‘eman-eman’ temen jauh-jauh kuliah ke IPB. Kok akhirnya pulang jadi petani,” kisahnya.

Hingga beberapa tahun lamanya upaya Saein kurang mendapat dukungan dari pemerintah setempat. Tantangan dan hambatan tersebut tidak menyurutkan niatnya untuk membangun petani di sekitar.

Mengenai pernghargaan yang berhasil Ia dapatkan. Saein mengaku tidak pernah terbersit untuk mendapat penghargaan, karena hanya berniat membantu petani dalam menghadapi kesulitan. Adanya penghargaan hanya dianggap sebagai bonus dari Allah SWT yang disyukuri sebagai pemacu semangat untuk bisa berbuat lebih kepada petani.(zul)