Seminar Prospek Penangkaran Rusa Timor di IPB

Seminar Prospek Penangkaran Rusa Timor di IPB

Berita

Kegiatan perburuan komersial di Indonesia masih belum berkembang. Sampai saat ini pemerintah telah menetapkan 15 kawasan taman buru di seluruh Indonesia dengan total luas 247.397,7 hektar disamping kebun buru dan areal buru. Namun seluruh kawasan tersebut belum dikelola dengan optimal. Padahal kegiatan perburuan komersial jika dikembangkan dengan baik akan mendatangkan devisa dan meningkatkan perekonomian lokal. Mengingat pemburu sekarang sudah tidak berminat lagi melakukan perburuan babi hutan yang tidak menarik dan tidak memiliki trophy. 

Oleh karena itu, The Indonesian Wildlife Conservation Foundation (IWF) dan Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) IPB menjalin kerjasama dengan menggelar Seminar Prospek Penangkaran Rusa Timor (Cervus timorensis) Sebagai Stok Perburuan (14/4) di IICC.

Rusa Timor merupakan salah satu rusa Indonesia yang sangat mudah beradaptasi terhadap lingkungan dan sangat mudah ditangkarkan oleh masyarakat. Hasil penangkaran rusa dapat dijadikan stok satwa buru baik di taman buru, kebun buru maupun areal buru.

“Tujuan seminar ini adalah untuk mendapatkan informasi dari berbagai pemangku kepentingan tentang kegiatan penangkaran rusa timor yang berpotensi menjadi satwa buru dan pengembangan lokasi-lokasi perburuan yang ada menjadi layak dan baik serta dikenal di tingkat nasional maupun internasional,” ujar Ketua Pelaksana, Prof.Dr.Ir. Dedi Soedharma, DEA.

Dirjen PHKA : Luasan Hutan Indonesia Tinggal Sepertiga

Hadir dan memberikan keynote speech dalam seminar ini, Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA), Ir. Darori, MM mengatakan bahwa saat ini luas hutan Indonesia tinggal 60 juta hektar dari 120 juta hektar.

“Perubahan fungsi hutan baik yang legal dan illegal telah menjadikan luas lahan kita tinggal sepertiganya yakni sekitar 60 juta hektar. Untuk perubahan lahan illegal kami punya datanya, untuk Kalimantan Tengah saja seluas 7 juta hektar dan Kalimantan Timur 5 juta hektar beralih fungsi menjadi Hutan Taman Industri (HTI), Perkebunan dan Pertambangan tanpa persetujuan Menteri Kehutanan,” ujarnya.

Menurutnya, ini terjadi karena pemerintah daerah tidak menjaga dengan baik sehingga dirambah dan beralih fungsi menjadi perkebunan dan pertambangan. Jika dihitung kerugiannya, untuk satu provinsi saja (Kalimantan Tengah) Negara sudah dirugikan sebesar 140 triliun rupiah. Selain Kalimatan Tengah, menurut dia, kerusakan hutan yang terjadi di Kalimatan Timur memiliki potensi kerugian sebesar Rp32 triliun dan Rp100 triliun di Kalimatan Barat. “Ini harus segera ditindak, jika tidak hutan kita akan habis. Kami sudah kerjasama dengan KPK dan sudah menyerahkan data-datanya,” tegasnya. (zul)