Dokter Bisa Rekomendasikan Jamu sebagai Rujukan Obat
Demi mempopulerkan jamu nasional, dokter-dokter di Indonesia bisa memiliki papan praktek ganda. Selain obat-obatan kimia yang selama ini biasa diresepkan, pasien yang berobat dapat memilih rujukan proses pengobatannya berupa obat fitofarmaka, obat herbal ataukah jamu.
Tahukah anda perbedaan fitofarmaka, obat herbal dan jamu?. Jamu adalah obta-obatan tradisional Indonesia yang sudah pasti aman, namun belum ada bukti ilmiahnya. Setingkat lebih maju, obat herbal merupakan ekstrak dari tanaman yang sudah diuji keamanan dan khasiatnya. Nah, obat fitofarmaka adalah obat tradisional yang sudah pasti aman secara ilmiah.
Kementerian Kesehatan dan Kementrian Pertanian RI menyatakan komitmennya dalam mengawal industri jamu nasional. Hal ini terungkap saat Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Prof. Agus Purwadianto menjadi pembicara kunci dalam Semiloka Jamu Sebagai Warisan Budaya untuk Meningkatkan Citra Indonesia di IPB International Convention Center (IICC) (26/5).
Prof. Agus mengatakan sudah ada 12 Rumah Sakit yang layak jadi rujukan untuk menerapkan papan ganda.
"Kita memiliki 7 perusahaan fitofarmaka, namun tidak laku di mata para dokter. Padahal penelitiannya sampai berdarah-darah. Untuk itu, dokter jamu harus bisa bersikap adil dan tidak apriori." ujarnya.
Untuk mencapai itu memang perlu penelitian ilmiah terhadap khasiat jamu. Kementrian Kesehatan sudah mengembangkan Program Saintifikasi Jamu, yakni upaya dan proses pembuktian ilmiah jamu.
Sejalan dengan itu, Pusat Studi Biofarmaka, Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat, (PSB-LPPM) IPB telah mengembangkan penelitian yang berkaitan dengan penyiapan bahan baku jamu/herbal terstandar.
"Kita memiliki temulawak yang multi khasiat, dan khas Indonesia. Impian kami, jamu dapat jadi brand Indonesia. Penelitian di IPB diarahkan untuk menyiapkan seluruh kebutuhan dari hulu ke hilir sampai proses pre klinik," ujar Dr. Dyah Iswantini, Ketua Panitia Penyelenggara Semiloka.
Hadir dalam kesempatan itu, Wakil Menteri Pertanian, Dr. Bayu Krisnamurti. Di depan ratusan peserta dari Gabungan Pengusaha Jamu, Akademisi, BPOM dan stakeholder jamu, Dr. Bayu mengatakan pengembangan industri jamu dan agribisnis biofarmaka terkait erat dengan bidang lain seperti kesehatan, ekonomi, budaya, wisata dan lingkungan.
"Masyarakat modern saat ini sudah cenderung ke alam, termasuk dalam penyembuhan serta memelihara kesehatan, kebugaran, keindahan dan kecantikan. Sehingga peluang pengembangan jamu sangat besar," ujarnya.(zul)