Sistem Informasi Geografis Memudahkan Penyusunan Zona Benih di Hutan

Sistem Informasi Geografis Memudahkan Penyusunan Zona Benih di Hutan

Berita

Keberhasilan program penanaman hutan ditentukan  pemilihan jenis pohon dan sumber benih yang tepat sesuai dengan kondisi lingkungan tapak penanaman. “Apabila tidak sesuai akan menyebabkan  kematian atau kerusakan tanaman, kerdil, mudah terkena hama dan penyakit serta produktivitas rendah,”kata  pembicara pertama, Ir.Edje Djamhuri, M.S dalam Pelatihan Aplikasi Geographic Information System pada Penyusunan Review Zona Benih, Selasa (27/4) di Kampus IPB Darmaga.

  

Untuk mendukung keberhasilan program penanaman hutan, Departemen Kehutanan menetapkan zona benih. Sistem zona benih  merupakan alat bantu dalam menentukan sumber benih yang tepat untuk tapak penanaman. Sistem zonasi benih membagi areal menjadi zona-zona, yang mempunyai kondisi ekologis identik. Sistem zonasi benih mempertimbangkan faktor ekologis: iklim (terutama jumlah curah hujan dan bulan kering/basah), tanah, topografi (terutama ketinggian tempat dan aspek) dan tipe vegetasi alami.

 

Pada tahun 2000 disusun zona benih untuk Kalimantan, kemudian pada tahun 2001 secara serentak disusun zona benih hutan tanaman untuk Sumatera, Jawa dan Madura, Bali dan Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku dan Papua. Zona benih yang telah disusun tersebut merupakan upaya awal untuk mengidentifikasi zona benih di Indonesia, dianggap sebagai zona benih yang pertama dan bersifat sementara. “Setelah dilakukan penelaahan terhadap zona benih tersebut di atas dijumpai beberapa kekurangan dalam hal deskripsi zona benih, spesifikasi teknis, teknologi dan tidak berlaku secara nasional,” ujar Ir.Edje Djamhuri.

  

Oleh karena itu, kata Edje perlu review untuk menyempurnakan zona benih yang telah ada sehingga diperoleh zona benih yang lebih detil dan  akurat. “Review ini untuk membantu menentukan sumber benih yang tepat atau sebagai panduan transfer benih dalam rangka penyusunan rencana program penanaman dan berlaku secara nasional,” tandasnya.

  

 Prof.Dr.Ir. I Nengah Surati Jaya, M.Agr menyampaikan sekitar  80 persen permasalahan perencanaan, pengelolaan, pengendalian dan pengawasan sumberdaya alam dan lingkungan sangat terkait dengan data-data dan informasi spasial. “Saat ini banyak bidang-bidang mengggunakan teknologi sistem infomasi geografis atau Geographic Information System (GIS) diantaranya:  kehutanan, kelautan, perikanan, pertambangan, perpajakan, telekomunikasi, perdagangan, tata ruang perkotaan, sistem penanggulangan bencana alam dalam kaitannya dengan early warning dan atau early detection system,” papar Prof. I Nengah.

  

Keunggulan GIS diantaranya: semi otomatis, lebih akurat, menyimpan informasi lampau, informasi mudah di-up date, mampu menganalisa data, dan membantu memberikan keputusan terkait suatu kebijakan pemerintah. Pelatihan yang diikuti 22 peserta dari balai-balai di lingkup Kementrian Kehutanan seluruh Indonesia ini terselenggara berkat  kerjasama antara Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan, Direktorat Jenderal Rehabilitasi Hutan dan Lahan Perhutanan Sosial (RLPS), Kementrian Kehutanan dengan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB). Pelatihan diawali sambutan Dekan Fakultas Kehutanan IPB, Dr.Hendrayanto dan dibuka Dirjen RLPS yang diwakili Kasubdit Pengelolaan Perbenihan Ir. Erni Mayana, MS   (ris).