Luky Adrianto: “Riset Is Not Just Only Publish Paper”
Lokakarya Internasional Kluster 6
Mengenai Manajemen Pemerintah Indonesia Mengenai Ekosistem Laut Dan Pantai
Riset tidak akan efektif
jika tidak disambungkan dengan pengambilan keputusan. Pengelolaan pesisir di beberapa
tempat seperti Sigaranakan harus dibantu melalui riset. Workshop internasional ini
digelar dalam rangka untuk memberikan respon terhadap hasil riset yang telah
kita lakukan, apakah ada manfaatnya atau tidak bagi pemerintah.
Begitu dipaparkan oleh Sekretaris Eksekutif Pusat Kajian Sumberdaya
Pesisir dan Lautan (PKSPL) Institut Pertanian Bogor (IPB) Dr Ir Luky Adrianto,
pada International Workshop, Science for
the Protection of Indonesia Coastal marine Ecosystems (SPICE). Cluster 6- Governance
and Managemen of Indonesia Coastal and Marine Ecosystems, yang digelar PKSPL-IPB, di kampus IPB Baranangsiang,
Bogor, Rabu (14/4).
"Pemerintah menginginkan
ada suatu masukan dari hasil riset dalam rangka untuk pengambilan keputusan. Dan sebaliknya teman peneliti
yang menghasilkan riset juga harus sadar bahwa riset is not just only publish paper, tapi juga harus memberikan input bagi pengambilan
keputusan. Menurut saya pribadi, percuma riset hanya untuk mendapatkan paper saja," ujarnya.
Luki mengatakan, selama
ini PKSPL IPB memiliki paradigma bahwa tidak hanya scientific development saja yang dilakukan tapi juga memperjuangkan
policy development. Dengan seperti
itu scientific development dibangun
di-link-an dengan pengambilan
keputusan atau decision make proses.
Kerja Sama RI-Jerman Lahirkan 25
Magister
Kerjasama pemerintah
Republik Indonesia dan Jerman dalam riset tentang ekosistem pantai dalam
program Ilmu untuk Perlindungan Ekosistem Pantai dan Laut di Indonesia (Science for the Protection of Indonesian
Coastal Marine Ecosystems/SPICE) selama 10 tahun terakhir telah melahirkan
sekurangnya 25 lulusan magister (S2).
"Selain melahirkan
puluhan mahasiswa Indonesia lulusan S-2 melalui 'Sandwich Program' di Jerman, kerjasama
Indonesia-Jerman juga publikasi ilmiah dan peningkatan keilmuan, yakni adanya
ilmu-ilmu baru," kata Dr Ir Luky Adrianto, Usai pembukaan lokakarya. Ia
mengemukakan bahwa, kerja sama riset tersebut dimulai pada fase I tahun
2000-2005, fase II tahun 2005-2010, dan sedang dijajaki untuk fase III lima
tahun mendatang.
Ia menjelaskan,
program SPICE adalah salah satu program
kerja sama Iptek di bidang kelautan antara Kementerian Riset dan Teknologi Indonesia dan Kementerian Pendidikan dan Riset
Jerman (BMBF) dan juga Badan Riset Kelautan dan Perikanan (BRKP) Kementerian
Kelautan dan Perikanan sebagai koordinator SPICE.
Program ini melibatkan
berbagai lembaga riset dan universitas di Indonesia seperti IPB, Universitas
Hassanudin, Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto dan Universitas
Negeri Riau (Unri), dimana lokasi kegiatan riset adalah di wilayah pantai Jawa
Tengah, Sumatera Bagian Timur, dan Sulawesi Selatan.
Program Science
for the Protection of Indonesian Coastal Marine Ecosystems (SPICE) adalah
salah satu program kerjasama Iptek di bidang kelautan antara Kementerian Riset dan Teknologi Indonesia dan Kementerian Pendidikan dan
Riset Jerman (BMBF). Program SPICE
dimulai sejak tahun 2003, dan saat ini sudah memasuki fase kedua. Fase pertama
berlangsung tahun 2003-2007 sedangkan fase kedua berlangsung tahun 2007-2010.
Program ini melibatkan berbagai lembaga riset dan universitas di Indonesia dan
lokasi kegiatan riset adalah di wilayah pantai Jawa Tengah, Sumatera Bagian
Timur, dan Sulawesi Selatan.
Dikemukakannya bahwa program
SPICE dibagi dalam 6 cluster, yakni (1) Coral
Reef Based Ecosystems and Resources, dengan koordinator Rahmansyah (RICA –
Maros)
dan Jamalludin Jompa (Universitas Hasanuddin),
(2) Strategies for a Sustainable
Use of the Living Resources and Mariculture in Segara Anakan Lagoon,
dengan koordinator Agus Kristyono (BPPT)
dan Edy Yuwono (Unsoed Purwokerto), (3) Ecology and Aquaculture, dengan
koordinator Endhay Kusnendar (BRKP) dan Ketut Sugama (DGA).
Kemudian kluster 4
tentang Coastal Ecosystems Health,
dengan koordinator Ali Suman (BRKP) dan Joko Samiaji (UNRI), (5) Marine
Geology and Biogeochemistry, dengan koordinator Seno Adi (BPPT) dan (6) Governance and Management of Coastal Social
– Ecological Systems, dengan koordinator Agus Heri Purnomo (BRKP), Luky
Adrianto (IPB Bogor) dan Agus Kristiyono (BPPT).
Ia menjelaskan, tujuan
utama dari program SPICE adalah masalah riset,
sosial dan ekonomi yang berkaitan dengan manajemen ekosistem pantai di
Indonesia dan sumberdayanya.
Selain memperkuat
database riset tentang ekosistem pantai yang sudah ada, program ini
mempromosikan pembangunan kapasitas dan infrastruktur di sektor kelautan
di Indonesia dan Jerman, yang menunjang pendidikan dan perhatian dari
masyarakat.
Program ini
dilaksanakan melalui kerja sama
dengan mitra yang berasal dari beberapa universitas di Indonesia dan
Jerman, lembaga riset pemerintah dan
sektor swasta. Salah
satu tujuannya adalah membangun jaringan
dari kelompok‐kelompok
terkait untuk mempromosikan
dan memperkuat kemitraan pemerintah‐swasta dalam
manajamen sumberdaya pantai
dan dalam memecahkan
masalah‐masalah daerah pantai yang mempunyai kepentingan umum.
Diharapkan hal ini dapat memperkuat jaringan‐jaringan lokal untuk riset kelautan, pengembangan dan
pendidikan.
Program SPICE
telah diimplementasikan tahun
2003 sampai tahun 2007
pada tahap pertama
dan menyediakan informasi penting tentang struktur dan fungsi dari
ekosistem‐ekosistem pantai dan
laut meliputi pohon bakau, terumbu karang, sistem‐sistem pelagis di pantai
maupun rawa gambut,
dan perubahannya berasal dari
intervensi manusia. Hasil‐hasil ini telah
diterapkan dalam kebijaksanaan
manajemen oleh dinas‐dinas perencanaan lokal.
Riset ini
juga mencakup pengembangan
proyek‐proyek yang berkaitan
dengan teknologi‐teknologi
baru untuk daerah‐daerah
pantai di laut
dalam.
Luky Adrianto menambahkan
bahwa lokakarya dua hari (14-15/4), menghadirkan para ilmuwan dari kedua negara
yang memaparkan hasil-hasil penelitian di kedua negara. (man)
