Ikeu Tanziha: “40 Persen Anak TKW Miliki Perkembangan Rendah”

Ikeu Tanziha: “40 Persen Anak TKW Miliki Perkembangan Rendah”

Berita

Sekitar 40 persen
anak yang ditinggal oleh ibunya yang bekerja sebagai tenaga kerja wanita (TKW)
di luar negeri mempunyai perkembangan kecerdasan dan sosial yang rendah.
Sementara 14 persen balita yang ditinggal para TKW tersebut mengalami
kekurangan gizi dan dua persen mengalami gizi buruk.

Begitu dipaparkan
oleh dosen dan juga peneliti pada Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi
Manusia (FEMA) Institut Pertanian Bogor (IPB), Dr Ir Ikeu Tanziha MS pada
kegiatan IPB Coffe Morning, di  Bogor (19/4).

"Pada umumnya anak-anak yang ditinggal TKW tersebut hidup bersama kakek atau nenek,
dan biasanya nenek cenderung memanjakan cucunya, jadi tidak sehat untuk
perkembangannya. Mereka juga cenderung berkembang menjadi lebih kasar dan
tingkat kecerdasannya rendah," katanya.

Penelitian ini dilakukan Ikeu dan timnya di Sukabumi, Jawa Barat pada tahun
2009 dengan mengambil sampel 500 orang rumah tangga TKW yang memiliki balita
dan minimal telah menjadi TKW selama enam bulan. Penelitiannya didanai oleh
Neys Foundation, Belanda.

Selain
perkembangannya yang rendah mereka pun rentan kekurangan gizi, pasalnya  uang yang dikirimkan oleh TKW ke kampung
halamannya terkadang tidak dimanfaatkan untuk kebutuhan anaknya.

"Ini juga yang menjadi penyebab anak-anak TKW mengalami kekurangan gizi,
karena uang yang dikirimkan tidak dimanfaatkan untuk kebutuhan anak,"
katanya.

Menurut Ikeu, Pemerintah masih kurang mempertimbangkan sisi lain terutama sisi ketahanan
keluarga akibat pengiriman para TKW tersebut, meski di satu sisi mereka dinilai
sebagai pahlawan penghasil devisa, mengurangi pengangguran, dan meningkatkan
ketahanan ekonomi rumah tangga.

"Satu dari enam TKW, sekitar 15 persen, mengalami masalah perceraian, dan
mereka juga rawan menjadi korban perdagangan manusia. Data Organisasi Migrasi
Internasional (IOM), Indonesia menempati peringkat teratas kasus perdagangan
manusia," katanya.

Pada tahun 2007, IOM mencatat 1.846 kasus perdagangan manusia dengan korban
anak-anak dan perempuan. Selama Maret 2005 hingga Juli 2006 tercatat 1.231 anak
dan perempuan menjadi korban perdagangan manusia.

Jumlah buruh migran
Indonesia saat ini tercatat sebanyak 4,5 juta orang, 70 persen di antaranya
adalah perempuan. Dari jumlah tersebut, sekitar 87 persen bekerja di sektor
informal.

Masalah yang paling banyak dihadapi oleh para TKW tersebut adalah gaji yang
tidak dibayar (46 persen), kasus kekerasan (25 persen), pelecehan seksual (6
persen) dan tidak mampu melakukan pekerjaannya (6 persen).

Lebih lanjut Ikeu mengatakan, Pemerintah seharusnya tidak hanya berbangga telah
mengirimkan begitu banyak TKW ke luar negeri. Justru perempuan-perempuan yang
kebanyakan berasal dari desa itu seharusnya diberdayakan sehingga tidak lagi
menjadi TKW.

"Pemberdayaan dilakukan dengan menggerakkan kembali sektor riil yaitu UKM
serta revitalisasi pertanian dan ekonomi perdesaan. Selain itu, meningkatkan
kewirausahaan wanita dalam bisnis pertanian serta meningkatkan ketrampilan dan
industri rumah tangga,"kata Ikeu. (man/ant)