Menulis Karya Ilmiah Ada Etikanya
Terkuaknya kasus plagiarisme dan karya plagiat yang semakin merebak di tanah air membuat perguruan tinggi di Indonesia berupaya melakukan pencegahan agar kasus serupa tidak lagi ditemui.
Walaupun wacana plagiarisme sudah mulai meredup di media, namun IPB berusaha melakukan upaya pencegahan dengan mencoba mendiskusikan fenomena yang cukup marak di berbagai perguruan tinggi di Indonesia bahkan di dunia.
Etika akademik adalah ranah dari senat akademik, apalagi jika berkaitan dengan etika-etika dalam penulisan karya ilmiah. Oleh karena itu, Senat Akademik IPB, secara khusus mengundang Dr (HC) Gunawan Wiradi, penulis buku "Etika Penulisan Karya Tulis Ilmiah" untuk membedah bukunya di Ruang Sidang Senat Gedung Andi Hakim Nasoetion Lt. 6 (4/3). Buku yang diterbitkan oleh Akatiga ini termasuk dalam kategori best seller dan sudah cetakan ketiga.
"Saya berpikir, akademisi banyak yang tidak paham dengan konsep bahwa seorang akademisi itu harus berpegang pada ilmu. Sehingga kesan yang saya rasakan sekarang, suasana akademik sudah bersifat pragmatis. Namun jika terlalu jauh dalam menerapkan konsep pragmatisme maka akan menyimpang," ujar Ketua Senat Akademik IPB, Prof. Dudung Darusman.
Bedah buku ini di pandu oleh Direktur Riset dan Kajian Strategis IPB, Dr.Ir. Arif Satria, Guru Besar Ilmu Hama Tanaman IPB, Prof. Aunu Rauf, dan Prof. Bonar Sinaga.
Dalam kesempatan tersebut Wiradi mengatakan bahwa sekitar akhir dekade 80-an muncul isu penjiplakan di tiga universitas di Indonesia. Pada saat ia menjadi editor di sebuah penerbit, Wiradi menemukan lima sampai enam kasus plagiarisme. Hal ini mendorong Wiradi untuk menulis sebuah buku etika dalam penulisan karya ilmiah.
"Seorang akademisi dituntut untuk menulis dan mempublikasikan karya ilmiah sebanyak-banyaknya. Kita harus memegang dua prinsip yakni prinsip penghormatan dan prinsip pengakuan. Jika mengutip harus dilandasi dengan pengakuan dan penghormatan, karena hanya orang terhormat yang menghormati orang lain. Jika kita mengutip satu buah kata tanpa mencantumkan sumbernya, ini juga termasuk plagiarisme," ujar Wiradi.
Menurutnya, mengutip karya orang lain itu tidak ada salahnya asal dengan tatacara yang dibenarkan. "Saya berusaha berpikir positif artinya kasus-kasus penjipakan itu tidak disengaja, saya berpikir pasti karena ketidaktahuan. Oleh karena itu, saya menggunakan kata etika karena saya beranggapan ini adalah urusan moral, sehingga sanksi yang diberikan adalah sangsi sosial," tambahnya.
Terkait persoalan paten, Wiradi mengatakan ada metodologi bahwa ilmu itu milik publik dan tidak boleh dipatenkan. Kalau semua ilmuwan masih memegang teguh metodologi tersebut, maka komersialisasi ilmu akan berhenti sendiri, tapi jika berpegang pada paten maka ilmu-ilmu dasar tersebut sudah berubah. (zul)
