Daya Saing Riset Biomedis Indonesia Perlu Penguatan Kemitraan

Daya Saing Riset Biomedis Indonesia Perlu Penguatan Kemitraan

Berita

Daya saing riset biomedis Indonesia tidak mungkin tumbuh kuat dan kokoh tanpa didukung kemitraan antara industri farmasi dengan pusat penelitian. Karena itu pemerintah perlu memberi ruang gerak dan suasana yang lebih kondusif bagi perkembangan iptek dan industri farmasi nasional. Demikian harapan Kepala Pusat Studi Satwa Primata – Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat – Institut Pertanian Bogor (PSSP LPPM IPB) Dr. Drh Joko Pamungkas.

Harapan itu disampaikan Joko Pamungkas dalam seminar internasional sehari dengan tema Non-Human Primate: Roles in Biomedical Research di IPB International Convention Center (IICC) (13/3). Seminar ini dibuka Rektor IPB, Prof Dr. Ir. Herry Suhardiyanto, M.Sc dengan menghadirkan 12 pembicara dari dalam dan luar negeri.

Kehadiran pembicara internasional dimaksudkan untuk memperkuat kemitraan yang telah berlangsung lama. Kehadiran mereka sekaligus turut memeriahkan ulang tahun PSSP LPPM IPB yang ke-20. PSSP LPPM IPB dirintis sejak tahun 1980 dan didirikan resmi dengan SK Rektor IPB No. 080/1990 tanggal 28 Juli 1990 dengan Kepala Pusat pertama Prof. Drh Dondin Sajuthi, MST., PhD.

Sementara itu, Rektor Prof. Dr. Ir. Herry Suhardiyanto, MSc, mengharapkan agar PSSP LPPM IPB dengan perjalanan selama 20 tahun terus mengukir prestasi, terutama dalam mewujudkan keunggulan IPB sebagai perguruan tinggi bertaraf internasional. Rektor secara khusus memberikan apresiasi kepada para pendiri PSSP LPPM IPB yang telah menempatkan dasar-dasar yang kuat, sehingga lembaga ini dikenal secara internasional dan ikut mewarnai pengembangan kegiatan pendidikan, penelitian, pengabdian dan pelayanan masyarakat. "Saya minta PSSP LPPM IPB terus memperkuat core capacity-nya sehingga memberikan sumbangsih yang lebih besar kepada bangsa dan negara," ujar Rektor.

Dikaitkan dengan upaya peningkatan daya saing riset biomedis Indonesia, Joko Pamungkas menekankan bahwa pihaknya terus berupaya melengkapi kapasitas institusional, skala aktivitas dan cakupan layanan dalam riset biomedis secara komprehensif. "Selain untuk dipersembahkan kepada bangsa dan negara, upaya ini dilakukan dalam rangka menghadapi gencarnya negara-negara Asia menyediakan jasa kontrak riset biomedis internasional berbasis satwa primata. Contohnya Cina, dengan skala aktivitas yang memadai telah mampu mengembangkan jejaring di dalam negeri, sehingga siap melayani kontrak dengan industri farmasi macanegara. Karena itu Indonesia harus mampu memberikan ruang gerak dan suasana yang kondusif agar mampu bersaing dengan negara-negara Asia," papar Joko Pamungkas.

Sehubungan dengan itu, PSSP LPPM IPB terus melakukan penguatan kerjasama dalam pengembangan program biomedis maupun program konservasi berbasis satwa primata. Contohnya pada saat ini dengan Primate Research Center University of Washington Amerika Serikat dikembangkan beruk (Macaca nemestrina) sebagai hewan model untuk studi vaksin HIV dan dangue, serta model untuk studi kembar, stem cells, dan chemiras melalui kemitraan.

Kegiatan ini menyusul keberhasilan pengembangan monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) sebagai hewan model untuk aterosklerosis, menapouse dan fungsi reproduksi, serta biopsikologi melalui kerjasama dengan Bowman Gray School of Medicine Wake Forest University Amerika Serikat.

Beberapa kerjasama yang telah dijalin PSSP IPB dengan lembaga lain yakni, kerjasama dengan German Primate Center Gottingen Jerman, PSSP IPB mengkaji genetik populasi monyet siberu. Kemudian kerjasama dengan PT Biofarma Bandung dikembangkan monyet ekor panjang bebas TBC dan SIV untuk industri vaksin polio. Sementara dengan Taman Safari Indonesia dikembangkan penangkaran eksitu Owa jawa (Hillobates moloch).(pssp/zul)