Menteri Kelautan dan Perikanan Berbagi Visi di IPB
Menteri Kelautan dan Perikanan Dr.Ir. Fadel Muhammad untuk pertama kalinya tampil di publik yakni dalam Seminar Nasional Perikanan Tangkap III di IPB International Convention Center (9/11). Dalam acara yang digelar atas kerjasama antara Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perairan IPB dengan Forum Komunikasi Kemitraan Perikanan Tangkap, mantan Gubernur Gorontalo ini menyampaikan apa yang ia lihat dan rasakan saat baru menjabat sebagai Menteri DKP.
“Ruang lingkupnya begitu luas, status perikanan dan kelautan adalah sub sektor daripada sumberdaya alam. Ketika pertama kali menjadi menteri, hal pertama yang saya urus adalah mengeluarkan perikanan dan kelautan menjadi sektor yang baru. Perlu sampai beberapa hari sampai saya harus angkat hal ini ke Wakil Presiden, baru disetujui,” ujarnya.
Sektor ini mencakup aspek yang sangat luas, ada perikanan, wisata bahari, transportasi laut, industri kelautan, wisata bahari, tambang bawah laut, dan lain lain.
Tiga pilar dalam pembangunan perikanan dan kelautan yang akan dilakukan ke depan yakni, national ocean policy (payung hukum dan arah kebijakan perikanan dan kelautan), road map ocean resource dan tata kelola yang baik untuk kelautan (ocean government). Dalam menyusun tiga pilar tersebut Dr. Fadel menggandeng lima orang Profesor yang diketuai oleh Prof. Tridoyo Kusumastanto dari IPB.
“Bulan depan setelah rapat dari Copenhagen, tiga pilar ini akan diajukan ke Presiden. Kita harus menempatkan diri kita bagaimana sistem ekonomi agar fokus bicara bagaimana ekonomi itu ada kaitan dengan perikanan tangkap yang bermuara pada kesejahteraan rakyat. Program saya adalah agar komunitas di sekitar saya sejahtera dan pendapatan naik, jika tidak berarti gagal. Waktu jadi gubernur hanya 3 saja program yang saya kembangkan yakni pertanian jagung, perbaikan SDM, dan kelautan perikanan,” tambahnya.
Menurutnya kita harus fokus. Bicara perikanan tangkap satu fungsi yang harus diutamakan adalah armada kapal, pelabuhan, SDM, dan jejaring pasar. Jejaring Indonesia masih belum kuat dan jelas-jelas masih kalah bargaining dengan negara lain. Selama ini ada peraturan dari level menteri dan dirjen yang hasil dan penerapannya masih kaku.
Contoh kasus, saat ini tidak boleh ekspor ikan glondongan padahal sedang panen ikan cakalang. Dan yang terjadi adalah ijin tidak didapat padahal pasokan ikan sudah banyak. Ketika ikan cakalang segar harganya 11 ribu, setelah beberapa hari menjadi 7 ribu bahkan bila tidak langsung dijual harganya turun menjadi 5 ribu. Yang dirugikan tentunya para nelayan.
“Sering kita bikin peraturan yang kaku pelaksanaannya, kita harus fleksibel. Ingat kasus rotan yang saat ini sudah menghilang, padahal 80% penghasil rotan dunia adalah Sulawesi. Kita harus berorientasi bisnis dan harus membuat petani dan nelayan kita mengalami peningkatan pendapatan. Jangan kita buat peraturan yang membuat mereka sulit,” ujarnya.
Ia menambahkan jangan terlalu banyak meniru teori-teori pasar bebas yang hanya bagus di buku padahal di lapangan tidak menolong nelayan. Lihat pendapatan nelayan yang di teliti IPB dan DKP. Pendapatan nelayan Pantura sekitar 800-900 ribu rupiah per bulan, di Sumatera sekitar 1 juta rupiah per bulan sedangkan di Gorontalo penghasilan nelayan bisa mencapai 1.6 juta per bulan.
“Kita tidak perlu khawatir dengan Amerika dan Uni Eropa. Jika mereka embargo, jual produk kita ke Uni Emirat Arab. Yang penting adalah untuk pendapatan nelayan,” ujarnya dengan penuh semangat.
Dalam memajukan kelautan dan perikanan Indonesia Dr. Fadel hanya mengusung satu visi yakni Indonesia penghasil produk kelautan dan perikanan terbesar di dunia 2020. Dan misinya mensejahterakan masyarakat kelautan dan perikanan.
Yang harus dilakukan yakni transformasi orientasi kegiatan ekonomi perikanan tangkap dari subsistem menuju kegiatan ekonomi berbasis kewirausahaan. We will to be the number one.
Perikanan Tangkap
Indonesia harus meningkatkan kinerja perikanan tangkap, ini penting sehingga nelayan betul-betul memiliki kelompok yang berbudaya entrepreneur dan punya visi masa depan.
Langkah-langkah yang akan dilakukan adalah
1. Membangun sistem manajemen perikanan tangkap yang berbasis pada kemudahan nelayan bekerja dan memotiviasi mereka untuk meningkatkan pendapatan (Referensi Model Taksi Minabahari Gorontalo)
2. Membangun dan memperbaiki infrastruktur perikanan tangkap seperti pelabuhan, sistem pendingin, dan akses ke pasar agar produk perikanan tangkap memiliki keunggulan bersaing dengan produk kompetitor
3. Peningkatan kapasitas SDM perikanan tangkap agar memiliki kapasitas dan daya saing yang lebih unggul atau setara dengan nelayan dari 5 negara penghasil ikan terbesar di dunia
4. Membangun jejaring pasar untuk membuka dan meningkatkan penetrasi produk ikan di Indonesia ke pasar local, regional dan internasional.
Beberapa faktor pendukung kunci sukses
1. Kebijakan perikanan pro poor, pro growth dan pro job yang focus pada pemangkasan red tape dan biaya tinggi.
2. Kebijakan yang memfasilitasi change dan continuity melalui: pengembangan pusat-pusat minapolitan untuk meningkatkan kinerja ekonomi nelayan
3. Inisiasi wirausaha minabahari sebagai titik masuk untuk mengubah mindset nelayan agar berjiwa wirausaha
4. Kebijakan ynag berkaitan dengan debottlenecking acceleration dan enhancemcent : memberi kemudahan akses nelayan untuk berusaha dan memfasilitasi percepatan penguasaan teknologi.
Penghapusan Sistem Restribusi
Tanggal 10 November 2009, Menteri DKP mengundang Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan dari 33 provinsi untuk membahas penghapusan sistem restribusi yang selama ini dikenakan bagi nelayan. Ada pro dan kontra di sini, namun Dr. Fadel tetap yakin akan dapat menghapus kebijakan yang memberatkan nelayan ini. Bahkan jika diperlukan, DKP akan kerjasama dengan Mendagri untuk menghapus Perda-perda terkait dengan restribusi yang sudah dibuat.
“Kita akan berikan kemudahan-kemudahan bagi nelayan. Kita akan hapuskan semuanya (restribusi), kalau mereka bikin perda saya akan minta Mendagri untuk cabut perda tersebut, tidak akan maju perikanan dan kelautan jika ada terlalu banyak pungutan-pungutan,” tuntutnya.
Januari 2010 dipastikan tidak ada lagi restribusi bagi nelayan. Bahkan pada prinsipnya, Presiden setuju akan hal itu, tambahnya.
Dari Agropolitan menjadi Minapolitan
Dr. Fadel terinsprasi dari konsep Agropolitan yang dikembangkan IPB. Setelah menerapkan agropolitan di Gorontalo, Dr. Fadel rencananya akan mengembangkan Minapolitan. Yakni mengembangkan daerah pesisir dimana penduduknya yang hidup dari perikanan akan dibuatkan komunitas-komunitas yang berbasis dari produk yang dihasilkannya seperti kampung bandeng, kampung lele, dan lain lain.
“Masing-masing kampung ini akan ada industri di sana, bahkan DKP akan kerjasama dengan Menkes (untuk fasilitas kesehatan), Mendiknas (pendidikan) dan MenPU (untuk infrastruktur). Ini akan membangun branding. Untuk perbankan, saya akan minta anggaran KUR sebanyak 20-25% untuk dialokasikan bagi nelayan, hal ini dilakukan untuk menjaga agar harga jual di tingkat nelayan tidak anjlok, ini penting agar mereka tetap berpendapatan,” ujarnya.
Khusus untuk Minapolitan, dalam waktu dekat akan dibuat prototipenya. Dan wilayah-wilayah yang akan dijadikan sebagai Minapolitan akan dipilih namun Dr. Fadel memastikan Minapolitan akan ada di seluruh Indonesia.
Terkait dengan perbatasan perairan Indonesia, dalam kesempatan yang sama Dr. Fadel menginformasikan bahwa dalam waktu dekat ia akan rapat dengan Wakil Perdana Menteri Malaysia, sehingga tidak menimbulkan lagi kasus seperti ambalat, Targetnya 2011 perbatasan Indonesia sudah terdaftar di PBB. (zul)