Korporasi Ulat dan Belalang Melahap Kapital Alam dan Sosial

Korporasi Ulat dan Belalang Melahap Kapital Alam dan Sosial

Berita

Korporasi mengelola sumberdaya  alam dan lingkungan, diharapkan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. "Namun dalam perjalanannya, adakalanya pengelolaan tersebut dinilai belum mampu memperhatikan kepentingan publik maupun meningkatkan kesejahteraan masyarakat," kata  Anggota Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Angelina PP Sondakh, SE saat  Rountable Discussion Peran Korporasi dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam Pemeliharaan Lingkungan  Kamis (24/4) di IPB International Convention Center. Rountable ini  diselenggarakan Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor (IPB).

 

Korporasi seringkali menjadi penyebab kerusakan alam dan lingkungan . Kasus  yang cukup menonjol misalnya PT.Newmont di Teluk Buyat dan bencana lumpur yang dinilai sebagai kegagalan eksplorasi PT.Lapindo Brantas. Angelina mengutip isi buku Crime Against Nature karya Robert F Kennedy. Dalam buku itu ditulis  akibat pembangunan industri dan pemanfaatan sumber daya alam tidak terkendali, banyak tempat di Amerika Serikat, lingkungan dan alamnya rusak parah.  Tanda-tanda kerusakan itu seperti kontaminasi air sungai dan danau, pandemik penyakit, hujan asam, tumpukan merkuri di laut, kerusakan landscape pedesaan serta usia harapan yang kian singkat. " Sulit menghitung berapa dollar sesungguhnya keuntungan korporasi sebagai  pencetus malapetaka, serta berapa biaya yang ikut dipikul masyarakat sebagai pembayar pajak dalam mengatasi dampak negative kutukan kegagalan pengelolaan alam."

 

Menguatnya peran korporasi dalam kehidupan negara bangsa, tegas Angelina, merupakan dampak globalisasi.  Korporasi telah berkembang dari sesuatu yang tidak dikenal menjadi institusi yang mendominasi perekonomian dunia. Mempengaruhi dan mengatur masyarakat serta menggantikan negara.  Perlu ada pengaturan terkait dengan peran korporasi dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan. Sebab, korporasi tidak serta-merta memiliki sikap dan kinerja lingkungan dan ramah social sesuai dengan konsep pembangunan berkelanjutan.

 

Berdasarkan kesamaan sifatnya, Angelina mengatakan, korporasi bisa dikelompokkan menjadi empat jenis serangga, yakni ulat(caterpillar), belalang (locust), kupu-kupu (butterfly), dan lebah madu (honeybee). Korporasi ulat dan belalang bersifat merusak. Sedangkan, korporasi kupu-kupu dan lebah madu bersifat menumbuhkan (regeneratif). Sayangnya, dua jenis korporasi itu amat langka ." Ekonomi dunia saat ini dikuasai ulat. Seperti ulat, sistem ekonomi akan melahap kapital alam dan sosial."  Pakar pembangunan berkelanjutan, John Elkington mencontohkan Freeport, Russian Alumunium dan British Nuclear Fuels.

 

Munculnya konsep corporate social responbility sebagai bentuk komitmen korporasi memperbaiki kerusakan lingkungan yang ditimbulkannya. "Tanggungjawab perusahaan menyangkut empat jenjang satu kesatuan," ujar Angelina. Empat jenjang dimaksud: ekonomis, hukum, etis dan filantropis. Pelaksanaan corporate social responsibility yang  konsisten dalam jangka panjang dapat menumbuhkan rasa saling pengertian diantara masyarakat dengan perusahaan.  Kondisi ini, pada gilirannya akan memberikan keuntungan ekonomi bisnis berkesimanbungan. "Hal ini dapat dikatakan corporate social responbility  sebagai  prasyarat legitimasi sosiologis kultural  yang kuat di tengah masyarakat."

 

Hal senada juga diungkapkan Ketua Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB, Prof. Akhmad Fauzi. Saat ini dengan mekanisme corporate social responbility, peran korporasi dalam pengembangan masyarakat sangat vital.  Namun program ini cenderung berat sebelah, sehingga mengharuskan korporasi meraup untung sebesar-besarnya untuk mengeluarkan dana. "Konsekuensinya, jika tidak disikapi bijak, maka akan berakibat overeksploitasi sumber daya alam dan kerusakan lingkungan," kata Prof. Fauzi .  Beberapa program corporate social responbility berhasil mengangkat ekonomi masyakat. Akan tetapi hanya bersifat short term atau sekedar meredam gejolak. Diharapkan diperoleh rumusan pengelolaan corporate social responbility yang bermanfaat bagi masyarakat.

 

Pembicara lain yang hadir dalam kesempatan itu, Chief Executive Organization PT.INCO, Ir.Arif Siregar. PT. INCO bersama Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi sedikitnya memiliki dua program besar. Pertama, pola rehabilitasi dua ratus hektar lahan pasca tambang. Kedua, pembuatan hujan buatan dalam rangka keberlangsungan pasokan pembangkit tenaga air sebagai sumber energi.(ris)