IPB Gagas Posisi Kecamatan di Era Otonomi Daerah
Perubahan sistem tata pemerintahan dari sentralisasi ke desentralisasi menimbulkan pergeseran status dan kedudukan kelembagaan pemerintah daerah. Perubahan yang paling dramatis dialami institusi kecamatan. "Status kecamatan berubah dari institusi yang mewakilil pemerintah pusat menjadi sekedar satuan kerja perangkat (SKPD) yang tidak lebih hanya menjalankan fungsi administrasi perkantoran wilayah semata," ungkap Dr. Lala M. Kolopaking, Ketua Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor (IPB) dalam Workshop Akhir : Kelembagaan dan Tata Pemerintahan Kecamatan: Review Implementasi dan Rekomendasi, Kamis (27/3) di Ruang Kinanti Hotel Salak.
Dengan otonomi daerah, posisi camat mengalami dilematis. Ada sikap keragu-raguan melanda para camat . Terkait kelembagaan, satu sisi, camat masih dituntut untuk menyelesaikan segala masalah desa. Sisi lain, camat belum memiliki kejelasan wewenang dalam pemerintah daerah. "Kebutuhan institusi kecamatan tertutama sangat dirasakan terutama di kawasan perbatasan, daerah terpencil, pulau-pulau terluar dan kawasan yang sangat luas secara geografi," kata Lala. Menurut Lala, institusi kecamatan hendaknya diatur secara legal dan jelas dalam perundang-undangan.
Lala M. Kolopaking mempresentasikan tujuh hasil penelitian aksi Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan, Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan IPB mengenai Kelembagaan dan Tata Pemerintahan Kecamatan. Penelitian ini mengambil studi kasus 10 kecamatan dari lima propinsi di Indonesia. Kesepuluh kecamatan tersebut Baitussalam dan Ingin Jaya Propinsi Nangroe Aceh Darussalam, Tanjung Emas dan X Koto Propinsi Sumatera Barat, Dligo dan Bangun Tapan Propinsi Yogyakarta, Tembuku dan Kubu Propinsi Bali, serta Selakau dan Paloh Propisi Kalimantan Barat.
Masing-masing kecamatan tersebut memfungsikan institusi kecamatan secara berbeda-beda sesuai sejarah, dan kearifan lokal daerahnya. Metodelogi penelitian ini menggunakan metode wawancara mendalam, focus group discussion.dan pengamatan.
Drs.Marhaban Ibrahim, M.Sc, Dirjen Pembangunan Masyarakat Pedesaan Departemen Dalam Negeri, mengatakan Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2008 tentang Kecamatan perlu penjelasan dan penguatan lebih lanjut dalam aplikasinya. " Pemerintahan kecamatan sangat diperlukan, sebab kecamatan lebih percaya diri menghadapi birokrasi pusat sekaligus bisa merakyat pada masyarakat desa," jelas Marhaban.
Sementara itu, pembicara lain Drs.Ary Dwipayana, M.Sc, Pengamat Politik Universitas Gajah Mada menyatakan tidak banyak menemukan studi-studi tentang kecamatan di Indonesia. Ary mengapresiasi hasil penelitian IPB yang masih langka dilakukan akademisi. Terkait keragaman lokal yang menjadi landasan dalam pengaturan fungsi dan wewenang kecamatan, Ary mengatakan perlu grand strategy tata pemerintahan dan pembangunan daerah. "Grand strategy ini penting untuk mengakomodir anspirasi masyarakat, sekaligus menjadi arahan supaya kebijakan daerah tak bertentangan dengan regulasi nasional," kata Ary.
Ketujuh judul hasil penelitian yang dipresentasikan dalam wokshop tersebut antara lain: Proses-Proses Kebijakan Menata Kembali Kedudukan dan Peranan Kecamatan ditulis Dr. Lala M. Kolopaking, Posisi Kecamatan: Suatu Analisis dari Perspektif Kelembagaan ditulis Ir.Fredian Tonny Nasdian, MS, Kecamatan di Era Otonomi Daerah: Status dan Wewenang serta Konflik Sosial ditulis Dr.Rilus A.Kinseng, Refungsionalisasi Kecamatan Dalam Perencanaan Pembangunan Wilayah Spasial oleh Dr. Eka Intan Kumala Putri, Kajian Inovasi Kecamatan Sebagai Organisai Publik ditulis Dr.Suharno, Reposisi Kapasitas Ketatapemerintahan Kecamatan karya Dr. Arya Hadi Dharmawan, dan Kinerja Kecamatan: Persepsi dan Ekspektasi Publik terhadap Fungsi dan Peran Kelembagaan Kecamatan di Tingkat Lokal oleh Ir.Yoyoh Indaryanti, M.Si.
Workshop yang diselenggarakan Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan IPB serta didukung USAID ini dibuka Rektor IPB, Dr.Herry Suhardiyanto. Hadir pula memberi sambutan perwakilan Democratic Reform Support Program USAID, Gordon H. West. (ris)
