Kongres VI Perhimpi dan Simposium Meteorologi Pertanian VII
Dr. Rizaldi Boer terpilih sebagai Ketua Umum Perhimpunan Meteorologi Pertanian Indonesia (Perhimpi) periode 2008-2011, pada sidang Kongres ke VI Perhimpi tanggal 15 Januari 2008 di Jakarta. Dr. Rizaldi Boer menggantikan Prof.Dr.Ir. Yonny Koesmaryono, MS., Ketua Umum Perhimpi periode 2003-2007.
Dr. Rizaldi Boer adalah Kepala Laboratorium Klimatologi jurusan Geofisika dan Meteorologi Institut Pertanian Bogor (IPB). Sementara, Prof. Yonny merupakan mantan Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (F-MIPA) IPB.
Kongres ke VI Perhimpi diawali dengan Simposium Meteorologi Pertanian VII yang mengambil tema "Peningkatan Kapasitas Adaptasi Nasional terhadap Perubahan Iklim melalui Kerjasama Lintas Sektor dan Daerah". Simposium dibuka oleh Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB) Dr. Herry Suhardiyanto, M.Sc., dengan dihadiri 207 orang peserta. Terdiri dari para wakil dari daerah, peneliti, pejabat pemerintahan, dosen, mahasiswa, dan para pemerhati bidang meteorologi pertanian.
Sementara, acara seminar dibuka dan diawali dengan Keynote Speeches dari sejumlah narasumber mengenai integrasi perubahan iklim ke dalam agenda pembangunan nasional (BAPPENAS), Rancangan aksi nasional untuk mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim (RAN-MAPI/Deputi II Men LH), Program adaptasi perubahan iklim (UNDP-CO Jakarta). Dilanjutkan dengan penyajian mengenai kebijakan sektoral dari Deptan, Dirjen SD Air PU, Dirjen Kelautan, Pesisir dan Pulau Kecil-DKP, pengalaman dan program adaptasi perubahan iklim dari Pemda Jawa Barat dan Sulawesi Utara, serta masukan substantif lainnya dari BMG, Oxfam, LAPAN, GTZ Pro LH dan Perhimpi.
Dari penyajian dan diskusi yang berlangsung, tim perumus Simposium Meteorologi Pertanian VII merumuskan beberapa hal berikut, pertama integrasi perubahan iklim ke dalam agenda pembangunan nasional. Terkait hal ini adalah perlunya sosialisasi pengetahuan tentang perubahan iklim ke semua sektor dan stakeholder, perlunya peningkatan kepedulian setiap sektor untuk memperhatikan resiko perubahan iklim dalam perencanaan dan implementasi pembangunan nasional, dan perkaya kebijakan untuk mendorong pemerintah daerah memperhatikan pengelolaan sumberdaya alam yang ramah lingkungan dan mampu beradaptasi dengan perubahan iklim.
Kedua, rancangan aksi nasional untuk mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim (RANMAPI). Rancangan aksi ini diantaranya adalah dengan inventarisasi berbagai bencana akibat perubahan iklim, agar dapat dianalisa dan dipelajari secara cermat dalam rangka mencari solusi terbaik, dan penanganan segala dampak bencana akibat perubahan iklim jauh lebih baik dari sebelumnya.
Ketiga, program adaptasi perubahan iklim. Inisiatif Indonesia menghadapi hambatan iklim ditunjukkan antara lain oleh persiapan Perpres mengenai perubahan iklim, Rencana Aksi Nasional Perubahan Iklim (RANPI) dan Program Adaptasi Perubahan Iklim (ICCAP). Aspek kunci yang disorot adalah sumberdaya air, pertanian, infrastruktur, keanekaragaman hayati, kehutanan, perikanan, pengelolaan daerah pesisir, dan kesehatan. Sumber daya alam (SDA) dipandang sebagai sektor inti yang memberi pengaruh berantai terhadap sektor lainnya. Indonesia dinilai telah melakukan kemajuan dalam merespon perubahan iklim yang ditunjukkan dari berbagai inisiatif yang telah dilakukan.
Keempat, peran BMG dalam mendukung sektor mengelola resiko iklim. Peran tersebut adalah meningkatkan kemampuan teknis dalam penyiapan dan penyajian data, sosialisasi atau distribusi informasi tentang iklim dapat mendekati real time, memperluas jaringan AWS agar lebih rapat lagi sumber info data iklim.
Kelima, program pemantauan bumi dan atmosfer. Setiap propinsi harus secara proaktif membantu menginformasikan apabila ada wilayah atau pulau-pulau yang terancam tenggelam, agar dapat segera mendapat prioritas penanganan. Mempercanggih kemampuan pendanaan untuk memonitor keadaan atmosfer.
Keenam, kebijakan sektoral pertanian. Perubahan iklim perlu dipandang sebagai tantangan dan peluang dalam peningkatan produksi pertanian Indonesia. Tantangan karena perubahan iklim akan mendorong pengembangan teknologi sebagai upaya mitigasi dan adaptasi. Upaya adaptasi berupa peningkatan kelembagaan termasuk koordinasi antar lembaga, sosialisasi/diseminasi hasil prakiraan musim, cetak biru pengelolaan banjir dan kekeringan partisipatif, teknologi benih tahan kekeringan, kalender tanam, dan kapasitas petani dengan sekolah lapang iklim (SLI) dan konservasi air.
Ketujuh, kebijakan sektoral sumberdaya air PU. Sektor air menerima perubahan iklim berupa peningkatan intensitas hujan, musim hujan lebih singkat dengan jumlah berkurang, bencana banjir dan longsor. Perubahan musim menuntut perlunya penyesuaian pola tanam serta rusaknya infrastruktur irigasi. Untuk itu, Pekerjaan Umum (PU) telah membuat Rencana Aksi Nasional menghadapi Perubahan Iklim (RAN-PI) yang memuat pokok-pokok upaya jangka pendek, menengah dan panjang dalam mitigasi dan adaptasi.
Kedelapan, kebijakan sektoral kelautan, perikanan dan pulau kecil. Dampak perubahan iklim/pemanasan global sangat terasa/nyata pada sektor kelautan, perikanan, pesisir, dan pulau kecil. Kebijakan dan program adaptasi meliputi program-program penguatan seperti terhadap human system, ekonomi, sosial, dan sebagainya. Perencanaan pengelolaan dan mitigasi meliputi rencana strategis, zonasi pengelolaan dan aksi dengan 6 (enam) prinsip pengelolaan dan 6 (enam) prinsip aksi.
Dari rumusan di atas, para pakar meteorologi pertanian yang tergabung dalam organisasi Perhimpi menyadari akan perannya yang sangat strategis dalam mendukung usaha peningkatan kapasitas adaptasi terhadap perubahan iklim melalui kerjasama lintas sektor dan daerah. Untuk itu Perhimpi akan bekerjasama dengan instansi-instansi terkait dalam memfasilitasi berbagai kajian dan pembahasan yang terkait dengan program adaptasi nasional.
Sebagai tindak lanjut dari simposium yang telah dilaksanakan, Perhimpi akan berpartisipasi aktif dan turut memberikan kontribusi menurut kepakarannya dalam mengorganisir pertemuan dan kegiatan terkait untuk menindaklanjuti hasil rumusan tercantum di atas.
Tim perumus Simposium Meteorologi Pertanian VII adalah Prof.Dr. Hidayat Pawitan, Prof. Syarifuddin Baharsyah, Dr. Le Istiqlal Amien, Dr. Rizaldi Boer, Prof.Dr. Yonny Koesmaryono, Prof.Dr. Irsal Las, Dr. Ngaloken Ginting, Dr. Haris Syahbuddin, Dr. Sobri Effendi, Prof.Dr. Bustomi Rosyadi, Drs. Soeroso Hadiyanto, Prof.Dr. Manshur Ma'shum, Prof.Dr. Bayong Tjasyono HK, Dr. Pasril Wahid, APU., Ir. Anjal Anie Asmara, M.Si., dan Ir. Popi Rejekiningrum, MS. (nm)