Populasi Badak Sumatera Tinggal 300 Ekor

Populasi Badak Sumatera Tinggal 300 Ekor

Berita

 Badak sumatera sangat terancam punah. Saat ini populasi badak Sumatera hanya tinggal 300 ekor dengan tingkat penurunan populasi sangat tinggi yakni 50 persen dalam satu dekade terakhir. "Pada tahun 2007, jumlah badak sumatera di penangkaran  juga sangat sedikit hanya sembilan ekor yang tersisa. Program penangkaran pun dinilai belum berhasil. Sudah satu abad yang lalu, program penangkaran baru menghasilkan 3 keturunan," ungkap Mahasiswa S3 Program Studi Reproduksi Biologi Institut Pertanian Bogor (IPB), Muhammad Agil di dalam disertasinya bertajuk ' Reproduksi Biologi Badak Sumatra ( Rhinoceros dicerorhinus sumatrensis)".

Kegagalan program pengembangbiakan badak sumatera terutama disebabkan sangat terbatasnya pengetahuan tentang biologi badak sumatera. Belum adanya metode tepat untuk memonitor status reproduksi badak sumatera. Hal inilah yang melatarbelakangi Muhammad Agil untuk mempelajari fungsi reproduksi dasar untuk pengembangan monitoring status reproduksi, siklus dan status kesuburan  badak jantan, gambaran hubungan antara parameter hormon reproduksi dengan perubahan perilaku seksual dan tanda-tanda siklus estrus (mentruasi).

Dari hasil penelitiannya, Staf pengajar Fakultas Kedokteran Hewan IPB  ini memperoleh informasi, badak betina mengekresikan hormon estrogen lebih banyak melalui urin (67,8 persen) dibandingkan melalui feces (32,2 persen), sedangkan hormon progesteron hampir semuanya dieksresikan melalui feces (9,4 persen).  Metabolit estrogen mengandung oetradiol -17 beta glucuronide dan oestrone dalam feces. Sedangkan metabolit progesteron dalam feces mengandung diantaranya pragnanediol, 5-reduce 20-oxo pregnane. 

 Perilaku kawin (mating behaviour) bisa diamati apabila folikel mencapai ukuran diameter 19-25 milimeter. Studi ini menghasilkan data pertama kali tentang karakterisasi ejakulasi segar badak jantan.  Kombinasi metode koleksi semen  Accessory Gland Massage (AGM), Penile Massage (PM) dan Artificial Vagina (AV) menghasilkan stimulasi ejakulasi tertinggi. Dibandingkan badak lain, volume ejakulasi dan konsentrasi sperma hasil koleksi dengan metode serupa pada badak sumatera lebih rendah. " Hasil  analisa semen badak sumatera jantan  menunjukkan potensi reproduksinya rendah. Hal ini ditandai adanya kejadian oligozoospermia yang diakibatkan konsentrasi spermanya dan volume ejakulasinya rendah," kata Agil. Inilah yang menjadi salah satu faktor kenapa sulit terjadi pembuahan telur badak betina.

Menurutnya, metode monitoring status reproduksi non invasif yang  dikembangkannya juga dapat digunakan untuk mengevaluasi karakteristik fungsi reproduksi badak sumatera, seperti siklus menstruasi, deteksi kebuntingan dini, memonitor masa kebuntingan , mengetahui kelainan fungsi reproduksi. "Metode tersebut  juga bisa mendukung program konservasi badak sumatera," katanya. Penelitian ini dibawah bimbingan komisi pembimbing yang terdiri dari  Dr. Bambang Purwantara, Prof. Hadi S. Alikodra, Prof. J.kKeith Hodges, dan prof. Mozes R.Toelihere.  (ris)