Mahasiswa IPB University Teliti Fenomena “Joget Sadbor” pada Masyarakat Petani Desa Bojongkembar
Sekelompok mahasiswa IPB University meneliti fenomena unik “Joget Sadbor” para petani di Sukabumi, Jawa Barat yang jadi tren di media sosial TikTok.
Fenomena ini mereka jadikan bahan riset yang dituangkan dalam Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) berjudul “Joget Sadbor: Eksplorasi Fenomena Alternatif Profesi Petani menjadi Live Streamer TikTok dalam Konteks Sosial Ekonomi pada Masyarakat Desa Bojongkembar.”
Ketua tim mahasiswa, Muhammad Daffa Haikal, menjelaskan penelitiannya bertujuan menelaah fenomena Joget Sadbor melalui pendekatan sosial ekonomi dan teori nilai kerja.
“Mayoritas masyarakat pedesaan menghadapi dinamika ekonomi akibat pendapatan yang rendah, tak terkecuali di Desa Bojongkembar ini. Di tengah keterbatasan itu, muncul tren ‘Joget Sadbor’ yang dipelopori seorang warga bernama Gunawan pada tahun 2020,” ujar Daffa.
Awalnya sekadar hiburan di TikTok, Joget Sadbor berkembang menjadi sumber penghasilan alternatif. Kini, sekitar 300 warga, termasuk para petani, aktif menjadi live streamer.
“Kami ingin tahu apakah Joget Sadbor hanya sekadar tren hiburan, atau benar-benar bisa menjadi profesi alternatif yang berkelanjutan tanpa meninggalkan identitas mereka sebagai petani,” jelas Daffa.
Hasil riset mereka menunjukkan, dari sisi ekonomi, profesi live streamer memberikan pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan bertani. Rata-rata penghasilan sebagai streamer mencapai Rp2,5–3 juta per bulan, sedangkan petani hanya sekitar Rp1,5 juta.
Dari sisi sosial, fenomena ini justru memperkuat kebersamaan dan interaksi antarwarga, menciptakan ruang baru bagi masyarakat untuk saling mendukung. Meskipun dihadapkan pada tantangan citra dan nilai sosial, Joget Sadbor terbukti menjadi strategi adaptif masyarakat desa dalam menghadapi perubahan dan peluang di era ekonomi digital.
Daffa menuturkan, “Mereka tetap berprofesi petani. Live streaming ini dijadikan sebagai bentuk sampingan atau alternatif job untuk mendapatkan pendapatan.”
Tren Joget Sadbor, ujar Daffa, mencerminkan kemampuan adaptasi masyarakat desa di era ekonomi digital. Di balik layar TikTok, tersimpan upaya komunitas pedesaan untuk keluar dari tekanan ekonomi dengan cara kreatif.
“Fenomena ini menunjukkan bahwa inovasi bisa tumbuh dari keterbatasan. Namun literasi digital dan pendampingan tetap penting agar masyarakat dapat menggunakan media sosial secara bijak dan produktif,” tegasnya.
Tim mahasiswa juga merekomendasikan langkah strategis bagi pemerintah daerah, antara lain membentuk unit manajemen komunitas streamer, menyelenggarakan pelatihan untuk mengintegrasikan konten pertanian ke dalam media digital, serta melakukan rebranding agar pelaku Joget Sadbor dapat menjadi “duta digital desa” yang memperkuat ekonomi lokal sekaligus membangun citra positif daerah.
“Kami berharap fenomena seperti ini dapat menjadi inspirasi bahwa masyarakat pedesaan mampu memanfaatkan digitalisasi untuk meningkatkan kesejahteraan tanpa kehilangan jati diri sebagai petani,” tutup Daffa.
Mendapat bimbingan dari Ir Nindyantoro, MSP (dosen Fakultas Ekonomi dan Manajemen), tim terdiri dari Muhammad Daffa Haikal (ketua), Faidzul Anwar Widodo, Fauzan Akbar, Nasywa Lira dari Program Studi Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, dan Cameliya Ulya dari Program Studi Statistika dan Sains Data. (dh)

