Ada Disparitas Harga Beras Antarwilayah, Prof I Made Sumertajaya Dorong Kebijakan Kontekstual
IPB University kembali menegaskan peran strategisnya dalam merespons isu pangan nasional. Melalui kajian menggunakan pendekatan Biclustering (B-Cluster) dan Time Series Clustering, tim peneliti IPB University berhasil menggali informasi lokal untuk mendukung perumusan kebijakan yang kontekstual, adaptif, dan tepat sasaran.
Guru Besar Sekolah Sains Data, Matematika, dan Informatika (SSMI) IPB University, Prof I Made Sumertajaya mengatakan kajian ini memetakan pola perubahan harga beras serta sejumlah komoditas strategis di Indonesia.
Hasil analisis menunjukkan adanya disparitas harga yang cukup lebar antarwilayah, sehingga diperlukan intervensi kebijakan yang spesifik sesuai karakteristik masing-masing daerah.
“Beras adalah komoditas primadona yang sangat sensitif. Kalau terjadi perubahan harga atau ketersediaannya terganggu, itu berpotensi memicu kerusuhan sosial,” tegas Prof I Made Sumertajaya dalam Konferensi Pers Pra Orasi Ilmiah Guru Besar IPB University (14/8).
Lebih lanjut ia mengurai, kajian ini memetakan dinamika harga beras di 34 provinsi dan menghasilkan tujuh kelompok wilayah (cluster) dengan pola harga yang mirip. Pembagian ini memungkinkan pemerintah mengambil langkah intervensi yang berbeda untuk setiap cluster, sehingga kebijakan menjadi lebih tepat sasaran.
Dari analisis tersebut, beberapa provinsi seperti Papua, Papua Barat, Kalimantan Timur, dan Riau masuk dalam satu kelompok dengan tren harga yang cenderung tinggi. Sementara itu, provinsi-provinsi lain membentuk kelompok berbeda dengan karakteristik masing-masing.
“Dengan memahami pola ini, intervensi kebijakan tidak lagi bersifat global. Setiap wilayah bisa mendapat solusi yang relevan dengan kondisi lokalnya,” jelas Prof I Made.
Selain beras, penelitian ini juga diterapkan pada pemantauan harga 13 komoditas pangan lain di 514 kabupaten/kota. Meski sebagian besar daerah tidak memiliki data lengkap, IPB University berhasil memetakan seluruh wilayah melalui pendekatan pemetaan berbasis kemiripan pola harga.
Hasil kajian ini diharapkan menjadi dasar kebijakan pangan yang lebih kontekstual, adaptif, dan responsif. “Harapan kami, hasil ini memungkinkan peramalan dan penentuan arah kebijakan yang sesuai karakteristik wilayah, sehingga dampaknya lebih terasa bagi masyarakat,” tutup Prof I Made. (AS)

