Guru Besar IPB University: Apa yang Dilihat Mata Kita Bukan Realita Sebenarnya, Hanya Persepsi Otak

Banyak orang mengira bahwa apa yang mereka lihat adalah realitas objektif dari dunia di sekitar. Namun, menurut Guru Besar Fisika Teori IPB University, Prof Husin Alatas, persepsi visual manusia sejatinya adalah hasil konstruksi kompleks otak yang bersifat prediktif, bukan cerminan langsung dari kenyataan fisik.
Dalam penjelasannya, Prof Husin menyampaikan bahwa apa yang tampak oleh mata manusia merupakan hasil interaksi antara cahaya tampak dan sel-sel fotoreseptor di retina.
“Cahaya yang masuk ke mata difokuskan oleh lensa, lalu mengaktivasi sel fotoreseptor yang menghasilkan sinyal listrik berupa potensial aksi. Sinyal ini diteruskan ke korteks penglihatan di otak bagian belakang melalui sistem saraf optik, menghasilkan citra terbalik,” jelasnya.
Citra tersebut kemudian diproses melalui koordinasi kompleks yang melibatkan banyak bagian otak, sebelum akhirnya dipersepsikan secara prediktif oleh struktur korteks prefrontal di otak bagian depan. “Salah satu hasil dari proses ini adalah persepsi warna benda,” imbuh pengampu mata kuliah Optika & Fotonika serta Biofisika & Kompleksitas di Departemen Fisika, IPB University.
Prof Husin menjelaskan, cahaya tampak sendiri hanya merupakan bagian kecil dari spektrum gelombang elektromagnetik. Secara fisika, cahaya tersebut dicirikan berdasarkan panjang gelombang. Menariknya, cahaya dengan panjang gelombang tertentu sebenarnya tidak memiliki warna.
“Warna adalah persepsi otak. Tiga jenis sel fotoreseptor kerucut dalam retina mata manusia merespons tiga rentang panjang gelombang dan menghasilkan persepsi warna merah, hijau, dan biru,” tambahnya.
Ia menambahkan, jika satu panjang gelombang mengaktivasi dua jenis sel kerucut sekaligus, otak memadukannya menjadi warna baru. Misalnya, jika panjang gelombang memicu sel merah dan hijau, maka akan dipersepsikan sebagai kuning. Sementara, jika ketiga jenis sel kerucut teraktivasi bersama, maka otak mempersepsikan warna putih.
Namun, pada kondisi pencahayaan rendah, sel kerucut tidak aktif karena memerlukan intensitas cahaya tinggi. Di sinilah peran sel batang mengambil alih, yang hanya mampu memberikan persepsi warna abu-abu yang bergradasi hingga warna putih. “Inilah yang menyebabkan kenapa mata pada pencahayaan redup tidak bisa melihat warna,” imbuhnya.
Prof Husin menjelaskan bahwa beberapa orang yang dianugerahi keistimewaan tidak memiliki jenis sel kerucut tertentu, tentunya akan melihat realita warna yang berbeda dengan mereka yang tidak memilikinya.
“Beberapa hewan atau serangga memiliki jumlah jenis sel fotoreseptor dan rentang sensitivitas yang berbeda, sehingga praktis mereka juga memiliki realita yang berbeda,” ucapnya.
Sebagai contoh, serangga lebah memiliki sensitivitas di panjang gelombang ultraviolet, sehingga lebah mata lebah dapat memberikan persepsi warna pada panjang gelombang tersebut.
Prof Husin menjelaskan bahwa persepsi yang dibangkitkan oleh otak bersifat prediktif memperkuat pernyataan bahwa apa yang dilihat oleh mata bukan realita yang sebenarnya.
Hal ini dapat dibuktikan melalui fenomena ilusi optik, seperti misalnya panjang dua garis lurus yang sebenarnya sama tetapi terlihat berbeda jika di kedua ujung garis pertama diberikan tanda panah yang berlawanan arah dengan tanda panah pada kedua ujung garis kedua. (dr)