Elang Jawa Terancam Punah, Guru Besar IPB University: Keberadaannya Jadi Indikator Ekosistem yang Sehat

Elang Jawa Terancam Punah, Guru Besar IPB University: Keberadaannya Jadi Indikator Ekosistem yang Sehat

Elang Jawa Terancam Punah, Guru Besar IPB University Keberadaannya Jadi Indikator Ekosistem yang Sehat
Riset

Elang jawa (Nisaetus bartelsi), burung pemangsa endemik Indonesia, kini terancam punah. Padahal, keberadaannya di alam liar menandakan ekosistem yang seimbang dan sehat. Demikian disampaikan oleh Prof Syartinilia Wijaya, Guru Besar IPB University dari Fakultas Pertanian.

Menurut Prof Syartinilia, elang jawa sangat bergantung pada hutan alami, terutama pohon-pohon tinggi sebagai tempat bersarang. Ia menegaskan, konservasi raptor (burung pemangsa) dan habitatnya merupakan kunci untuk menjaga kelestarian lingkungan dan mendukung pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).

“Raptor merupakan spesies indikator yang sensitif terhadap disfungsi ekosistem. Karena itu, keberadaan mereka penting dalam studi ekologi dan pemantauan kondisi lingkungan,” ujarnya dalam wawancara di sela kesibukannya mengajar di Departemen Arsitektur Lanskap IPB University (26/6).

Lebih lanjut, peneliti di Asian Raptor Research Conservation Network (ARRCN) ini menerangkan, terdapat dua jenis raptor berdasarkan pola hidupnya, yakni raptor endemik seperti elang jawa dan raptor migran seperti sikep-madu asia (Pernis ptilorhynchus). 

Elang jawa sendiri dikategorikan sebagai spesies terancam punah oleh International Union for Conservation of Nature (IUCN), dan telah ditetapkan sebagai spesies prioritas nasional oleh Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (Ditjen PHKA) melalui SK Dirjen No 200/IV/KKH/2015.

Saat ini, populasi elang jawa diperkirakan hanya sekitar 511 pasang, tersebar di 74 patch habitat dengan luas total sekitar 10.804 km² atau sekitar 8,4 persen dari luas Pulau Jawa. Habitat ini kini terancam akibat fragmentasi hutan, perburuan ilegal, perubahan iklim, dan aktivitas manusia.

Prof Syartinilia juga menekankan pentingnya manajemen lanskap terintegrasi dengan pendekatan ekologi lanskap. “Konservasi elang jawa memerlukan manajemen multi-skala, lintas batas, dan adaptif terhadap perubahan,” jelasnya. Tanpa langkah nyata dan terintegrasi, Prof Syartinilia memproyeksikan pada tahun 2050 luas habitat potensial elang jawa akan mengalami penurunan signifikan.

Karena itu, Prof Syartinilia memberikan sejumlah upaya konservasi yang dapat dilakukan melalui pemilihan skala spasial yang tepat dalam perencanaan konservasi, pengelolaan koridor habitat, serta adaptasi terhadap perubahan iklim dan gangguan manusia.