Kedigdayaan Daging Australia di Tengah Perang Tarif
Kehadiran Australia di pameran dagang makanan di Shanghai minggu ini yang dihadiri oleh 70 negara membuktikan kedigdayaan Australia sebagai pemasok daging dunia yang tidak dapat diabaikan sekaligus menegaskan kembali bahwa Australia kini mendominasi pasar daging sapi premium Tiongkok.
Australia tercatat sebagai pemasok daging sapi nomor 2 dunia Brasil dan diikuti oleh Amerika Serikat, India, dan Argentina, sedangkan negara pengekspor sapi hidup utama dunia adalah Prancis, Kanada, dan Meksiko. Australia juga tercatat sebagai negara utama pengekspor daging sapi dan sapi hidup ke Indonesia.
Semakin pentingnya daging Australia bagi dunia khususnya Tiongkok ini tidak terlepas dari keluarnya daging Amerika dari perdagangan karena adanya perang tarif dengan Tiongkok yang belum terselesaikan.
Selama ini perdagangan daging sapi Amerika Serikat ke Tiongkok mencapai US $2,5 miliar. Kekosongan pasokan daging dari Amerika inilah yang dimanfaatkan secara cerdas oleh Australia untuk meningkatkan dominasinya. Dengan rata rata pasokan sebesar 200.000 ton per tahunnya menjadikan Tiongkok pasar yang penting bagi daging Australia.
Dominasi Daging Australia
Pada tahun 2024, Australia memproduksi lebih banyak daging sapi daripada sebelumnya, memproduksi 2,57 juta ton daging sapi dan 1,34 juta ton di antaranya diekspor ke seluruh dunia.
Australia juga tercatat sebagai negara eksportir daging sapi dan sapi hidup terbesar ke Indonesia. Impor daging sapi Australia ke Indonesia terus meningkat, bahkan melebihi ekspor sapi hidup untuk pertama kalinya dalam beberapa dekade terakhir.
Nilai ekspor daging sapi Australia ke Indonesia meningkat signifikan, dengan peningkatan impor daging sapi Australia oleh Indonesia sebesar 45% pada tahun 2023. Di samping itu Australia masih menjadi eksportir utama sapi hidup ke Indonesia, dengan lebih dari separuh sapi hidup yang diekspor Australia pada tahun 2023 ditujukan ke Indonesia.
Tren dominasi daging dan sapi hidup Australia ini diperkirakan akan meningkat tajam mulai tahun 2024 ini karena adanya kebutuhan daging untuk program MBG yang sudah mulai berjalan.
Untuk memberikan gambaran besarnya aliran daging Australia ke dunia termasuk Indonesia, data Biro Statistik Australia (ABS) minggu ini menunjukkan bahwa pada kuartal pertama tahun 2025 saja sudah sebanyak 2,2 juta ekor sapi dipotong dan angka ini menunjukkan peningkatan sebesar 20 % dibandingkan dengan pada kuartal yang sama tahun lalu.
Booming permintaan daging Australia di tengah tengah perang tarif Amerika dan Tiongkok ini memang merupakan kesempatan bagi Australia untuk memperlebar dominasi dagingnya, namun dilain pihak perang dagang ini dapat saja berdampak pada perlambatan perekonomian dunia yang pada akhirnya akan menurunkan permintaan dan akan berpengaruh pada daya serap daging Australia.
Kemampuan dan kapasitas Australia dalam memasok daging dunia memang tidak diragukan lagi karena didukung oleh lahan peternakan yang sangat luas, jumlah sapi yang sangat besar serta infrastruktur pendukung peternakan yang memadai.
Sebagai gambaran ada dua sistem peternakan sapi daging yang ada di Australia yaitu sistem ekstensif, dimana sapi digembalakan dengan pakan mengandalkan rumput alami dan sistem intensif dimana sapi digemukan dengan mengandalkan pakan konsentrat dari biji bijian.
Pada bulan April 2025 lalu saja Australia mengekspor lebih dari 37.000 ton daging sapi yang diberi pakan biji-bijian. Angka ini merupakan rekor yang belum pernah dicapai sebelumnya dan sepertiga dari pasokan daging ini mengalir ke Tiongkok.
Di tengah tengah kedigdayaan daging Australia ini presiden Trump sudah menerapkan tarif sebesar 10% pada impor Australia termasuk daging yang tentunya akan berpengaruh pada ekspor daging Australia ke Amerika yang nilainya mencapai US$ 3 miliar.
Perang dagang yang sedang terjadi juga menunjukkan bahwa dunia kini memasuki era perekonomian “statecraft ” yang sudah meninggalkan era perdagangan global ke arah kebijakan masing masing negara yang lebih mengutamakan keamanan nasional dan kepentingan nasional.
Hal ini berarti bahwa Australia mau tidak mau suka tidak suka harus melakukan negosiasi perdagangan dengan Amerika di bawah pemerintahan Trump. Hal ini dinilai sangat penting karena perekonomian Australia tidak saja terkait urusan bilateral saja, namun juga akan mempengaruhi negara lain yang tidak sejalan dengan Amerika.
Jika perang dagang Amerika dan Tiongkok terus berlanjut maka tentunya akan berpengaruh pada nasib ekspor daging Australia yang bukan mustahil akan menggoyang kedigdayaan daging Australia.
Oleh: Prof Ronny Rachman Noor
Guru Besar bidang Genetika dan Pemuliaan Ternak
Fakultas Peternakan IPB
